Homili 26 Juni 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa XII
Kej. 17:1,9-10,15-22
Mzm. 128:1-2,3,4-5
Mat. 8:1-4

Tuhan Pasti Sanggup!

Fr. JohnBanyak di antara kita mungkin pernah mendengar sebuah lagu berjudul “Tuhan pasti sanggup”. Lagu ini dipopulerkan oleh Maria Shandi dan Mike Mohede beberapa tahun lalu. Bagi saya, lirik lagunya sederhana namun inspiratif. Refrain lagu tersebut berbunyi: “Tuhan pasti sanggup. Tangan-Nya tak’kan terlambat ‘tuk mengangkatmu. Tuhan masih sanggup, percayalah Dia tak tinggalkanmu”. Setiap orang memiliki persoalannya sendiri-sendiri dan ia tidak dapat mengatasinya sendiri pula. Ia tetap membutuhkan Tuhan dan sesamanya. Tuhan pasti sanggup memberi yang terbaik yang merupakan kebutuhan manusia. Sesama manusia juga ikut memberi dukungan dan bantuan bagi orang yang membutuhkan karena hatinya digerakan oleh Tuhan. Kita dituntut untuk percaya dan mengikuti kehendak Tuhan.

Setelah Tuhan Yesus menyampaikan Sabda Bahagia dan memberi pengajaran-pengajaran untuk memperdalam Sabda Bahagia maka banyak orang menjadi kagum dengan-Nya. Mereka takjub dan kagum karena Yesus mengajar dengan kuasa dan wibawa melebihi para ahli Taurat (Mat 7:28-29). Mereka semua dengan sadar mengikuti Yesus turun dari bukit bersejarah itu. Dalam perjalanan yang dilewati Yesus, muncullah seorang yang sakit kusta menjumpai Yesus dan para murid. Orang kusta ini unik. Biasanya mereka terasing dari masyarakat sosial, berpakaian compang-camping dan kalau mereka berjalan di jalan umum, mereka harus berteriak: “Saya orang kusta”. Dengan demikian orang yang sehat akan menjauh darinya.

Saya mengatakan bahwa orang kusta ini unik karena ia bisa melawan arus. Keterasingan yang dialaminya disebabkan oleh ulah manusia bukan Tuhan. Oleh karena itu ia datang dan berlutut di hadapan Yesus dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” (Mat 8:2). Orang kusta, di samping berani melawan arus, ia juga percaya bahwa Yesus pasti sanggup melakukan apa yang menjadi kebutuhannya. Reaksi Yesus adalah mengulurkan tangan dan menjamah orang itu sambil berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” (Mat 8:3). Yesus juga sebenarnya melawan arus. Orang Yahudi memiliki kebiasaan menjauh dari orang kusta dan orang yang memiliki penyakit kulit tertentu karena mereka menganggapnya najis. Yesus membaharui segalanya, dan mengutamakan kasih kepada orang kusta yang mengimaninya itu.

Kisah penyembuhan si kusta tanpa nama ini sempurna dalam perkataan Yesus ini: “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” (Mat 8:4). Keselamatan yang ditawarkan Tuhan, semata-mata karena kasih karunia dari Tuhan yesus kepada si kusta tanpa nama ini. Untuk itu Yesus mengharapkan supaya kasih karunia itu tidak hanya berhenti pada si kusta. Ia harus menunjukkan dirinya kepada imam bahwa ia sudah sehat dan bergabung dengan komunitas dan mempersembahkan persembahan kepada Tuhan sebagai tanda syukurnya.

Kisah hidup orang kusta ini adalah kisah hidup kita saat ini. Banyak di antara kita yang bisa menjadi diri si kusta karena perbuatan salah dan dosa yang sadar kita lakukan, atau kebiasaan jatuh dalam dosa yang sama. Kita harus datang kepada Yesus dan memohon pengampunan dan kesembuhan. Tuhan Yesus pasti sanggup melakukan segalanya. Kita mengikuti Yesus dari dekat maka Tuhan Yesus juga mengajar kita untuk berani menerima orang lain apa adanya, berani mengulurkan tangan dan menjamah, memberkati sesama yang lain. Kadang kita sudah memiliki sekat yang membuat kita sendiri kesulitan mengulurkan tangan kepada sesama.

Tuhan menunjukkan kesanggupan-Nya untuk memenuhi janji-Nya kepada Abraham dan Sarai. Sarai sudah bersalah karena menjerumuskan Abram suaminya untuk berzinah dengan Hagar supaya memberikan Ismael kepada Abraham. Tuhan tidak memperhitungkan dosa Abraham tetapi melihat iman yang dimilikinya dan usaha untuk hidup kudus dan tak bercela (Kej 17:1). Tuhan mengikat perjanjian lagi dengan Abraham supaya anak laki-laki harus disunat (Kej 17:11).

Satu hal yang menarik dari kisah Abraham dan Sarai adalah perubahan nama. Abram merupakan individu yang unik berubah menjadi Abraham yang berarti Bapa segala kaum beriman. Sarai juga berubah menjadi Sara. Tuhan menaruh belaskasih-Nya kepada Sara. Ia akan mengandung dan melahirkan seorang putra namanya Ishak. Sara juga akan menjadi ibu bagi bangsa-bangsa. Raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.

Janji Tuhan ini dengar oleh Abraham. Namun Abraham seakan tidak yakin sehingga dia tunduk dan tertawa terbahak-bahak. Ia bertanya kepada Tuhan: “Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?” (Kej 17:17). Sara pun mengandung dan melahirkan putranya, dinamainya Ishak. Tuhan sendiri mengikat perjanjian-Nya dengan Ishak bukan dengan Ismael. Lihatlah bahwa Tuhan juga sanggup melakukan karya-karya besar di dalam diri setiap orang, bukan hanya orang kusta dan aneka penyakit kulit, Tuhan juga melakukan karya besar di dalam keluarga Abraham. Apa yang tidak bisa diduga oleh akal budi manusia selalu mungkin bagi Tuhan. Tuhan sanggup memberi yang terbaik kepada Abraham dan Sarai.

Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena belas kasih-Nya yang besar bagi kita. Ia menyembuhkan sakit penyakit kita, Ia pun sanggup dalam menepati setiap janji-Nya. Dari kita dituntut iman dan kepercayaan kepada-Nya. Apakah anda percaya kepada Tuhan?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply