Homili Hari Minggu Biasa XVIII/B – 2015

Hari Minggu Biasa XVIII/B
Kel. 16:2-4,12-15
Mzm. 78:3,4bc,23-24,25,54
Ef. 4:17.20-24
Yoh. 6:24-35

Menjadi Manusia Baru dalam Kristus

Fr. JohnPada hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa XVIII tahun B. Bacaan-bacaan Kitab Suci mengarahkan kita untuk selalu memandang Yesus dan mengikuti-Nya dari dekat. Tuhan Yesus selalu hadir dalam Ekaristi dan berbicara dengan kita dari hati ke hati melalui Sabda yang diwartakan. Ia membagi Tubuh dan Darah-Nya dalam komuni kudus sebagai santapan rohani yang menghidupkan kita semua. Dari Ekaristi kudus, kita semakin diteguhkan untuk mengenal Tuhan Yesus Kristus sebagai Roti Hidup, Roti yang turun dari Surga untuk menjadi makanan yang menyelamatkan kita semua. Roti yang satu dan sama adalah Tubuh Kristus sendiri, siap untuka dipecah, dibagi-bagi dan disantap sebagai makanan rohani yang menguduskan kita semua.

Di dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah umat Israel yang sedang berziarah di padang gurun. Padang gurun menjadi tempat di mana mereka bergumul dengan dirinya, dengan lingkungan hidup dan dengan Tuhan. Pergumulan itu dihiasi dengan bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa dan Harun karena mereka mengalami kelaparan manusiawi. Mereka lalu merindukan daging di dalam kuali, roti, ikan, mentimun, semangka, bawang bombai, bawang merah dan bawang putih (Kel 16:3; Bil 11:5). Jawaban Tuhan atas sikap bersungut-sungut adalah tetap memberi makan kepada mereka. Ia berkata: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak.” (Kel 16:4).

Tuhan Allah menunjukkan kebaikan dan kesabarannya kepada manusia yang keras hatinya. Meskipun umat Ibrani bersungut-sungut namun Tuhan tidak menghitung sungut-sungut mereka. Tuhan melihat mereka sebagai manusia, umat kesayangan-Nya. Maka makanan dan minuman diberikan supaya mereka tetap hidup di padang gurun. Mana dan daging burung puyuh diberikan Tuhan kepada mereka sebagai santapan. Musa mengatakan kepada umat Israel: “Inilah roti yang diberikan Tuhan kepadamu menjadi makanan.” (Kel 16:15). Mereka makan sampai kenyang.

Wajah Allah yang ditampilkan di sini adalah Allah yang berbelas kasih kepada umat-Nya. Berkali-kali umat Israel jatuh dalam dosa, belas kasih dan pengampunan-Nya tetap mengalir seperti sungai. Sesungguhnya padang gurun menjadi tempat untuk memurnikan hidup di hadapan Tuhan. Pergumulan datang silih berganti, namun Tuhan tetap setia kepada umat-Nya. Ketika ada orang bersungut-sungut kepada kita sebagai orang tua, pendidik dan pemimpin, bagaimana kita menyikapinya? Mari kita memandang Tuhan yang murah hati, berbelas kasih dan suka mengampuni umat-Nya. Kita hendaknya menyerupai Tuhan.

Di dalam bacaan Injil, pengalaman umat Perjanjian Lama terulang kembali. Setelah Yesus memperbanyak roti dan ikan di Tabgha, orang-orang hendak mengangkat Yesus sebagai raja. Sebagai raja, Yesus tidak hanya bertugas sebagai raja secara politik tetapi yang terpenting adalah untuk menyediakan pasokan makanan secara gratis untuk mereka. Ini yang juga menjadi alasan utama mengapa mereka mencari Yesus. Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada mereka, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.” (Yoh 6:26-27).

Orang-orang mencari dan mengikuti Yesus karena mereka mau mendapat makanan dan minuman saja. Yesus menggunakan kesempatan ini untuk membina mereka, memurnikan motivasi panggilan mereka untuk mengikuti-Nya. Bagi Yesus, mereka harus melakukan pekerjaan Tuhan yakni percaya kepada Yesus Kristus sebagai utusan Allah. Orang-orang itu masih berdebat meminta tanda dari Yesus dan apa yang mereka bisa lakukan. Mereka berdalil tentang mana di padang gurun. Yesus dengan tenang mengatakan kepada mereka bahwa Tuhanlah yang menurunkan roti dari surga bukan Musa. Yesus lalu menegaskan bahwa Dia adalah roti hidup yang turun dari surga. Barangsiapa datang kepada-Nya ia tidak akan lapar lagi dan barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan haus lagi.

Yesus adalah roti kehidupan. Ia merelakan diri diambil, dipecah-pecah dan dibagikan untuk memberi kehidupan kepada manusia secara rohani. Kita pun dipanggil untuk berbagi dengan sesama kita, membagi waktu dan tenaga, bakat-bakat kehidupan untuk sesama kita. Semangat berbagi adalah ciri khas manusia baru di dalam Kristus.

St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan kepada jemaat di Efesus, “Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia.” (Ef 4:17). Hidup lama itu penuh kegelapan, jauh dari Tuhan, hati yang keras. Perasaan dan suara hati mereka tumpul sehingga mereka dikuasai hawa nafsu, keserakahan dan macam-macam kecemaran. Mereka diingatkan Paulus supaya memiliki hidup baru karena sudah mengenal Kristus. Mereka harus menanggalkan manusia lama dan dibaharui di dalam roh dan pikiran, mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Hidup baru adalah hidup di dalam Yesus Kristus. Hidup baru adalah hidup sepadan dengan Yesus Kristus. Ini berarti kita sadar diri diciptakan sesuai dengan citra Allah maka arah hidup kita hanya kepada Tuhan. Kita hidup dari Tuhan yang memberi Tubuh dan Darah-Nya kepada kita. Yesus adalah Roti kehidupan, yang memberikan sabda, dan tubuh serta darah-Nya untuk kehidupan kita. Mari kita merasakan hidup baru di dalam Kristus.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply