Homili Hari Kemerdekaan Republik Indonesia – 2015

Hari Proklamasi Kemerdekaan RI – 2015
Sir. 10:1-8
Mzm. 101:1a,2ac, 3a,6-7
1Ptr. 2:13-17
Mat. 22:15-21

Berikanlah kepada kaisar, Berikanlah kepada Allah!

Fr. JohnPada hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 ini, saya mengawali homili dengan dua kutipan yang menarik perhatianku:

Pertama: semboyan kebanggan “Merdeka atau mati!” Ini adalah suara para pejuang dan pendiri Republik ini. Semboyan ini kedengarannya pasti sangat lantang saat itu sehingga mencapai hasilnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Suara lantang “merdeka atau mati” ini bukan hanya sekedar omongan saja tetapi terungkap dalam perjuangan bersama, kerja keras, pengurbanan para pahlawan sampai menumpahkan darah untuk negeri ini. Masalahnya adalah setelah kemerdekaan dicapai, belum diisi sepenuhnya oleh anak-anak bangsa ini. Hingga saat ini orang masih menyalahgunakan kemerdekaan untuk kepentingannya sendiri. Maka semakin bertambah usia negeri ini merdeka, orang juga semakin merdeka untuk korupsi, menyuap, memeras rakyat kecil dan akhirnya mati di penjara.

Kedua, saya terinspirasi dengan perkataan Presiden Soekarno. Ia berkata: “Merdeka hanyalah sebuah jembatan, Walaupun jembatan emas.., di seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa.., satu ke dunia sama ratap sama tangis!” Bagi saya perkataan Bung Karno ini sangat visioner. Dia sudah merasa bahwa arah negara Republik Indonesia akan baik dan tidak baik. Artinya, kemerdekaan memang merupakan jembatan emas yang indah, sudah dicapai bersama dan disyukuri. Tetapi diujung jembatan emas yang indah itu ada satu dunia sama rata sama rasa dan satu dunia sama ratap sama tangis. Bagi saya, dunia sama rata sama rasa merupakan dunia dengan semangat gotong royong untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan sebagai orang merdeka di negeri ini. Dunia semacam ini masih dalam taraf perjuangan. Dunia sama ratap sama tangis merupakan dunia yang dikuasai oleh orang-orang tamak yang menentingkan dirinya sendiri. Ketika menyaksikan rakyat yang meratap karena hidup miskin dan melarat, pemerintahnya malah tertawa dan hidup dalam kemewahan dan kelimpahan. Dunia semacam ini sudah dimiliki segelintir orang.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk memahami kemerdekaan secara rohani yang nantinya mempengaruhi hidup jasmani kita. Siapakah orang merdeka dalam pandangan Tuhan Yesus? Orang merdeka itu memahami dirinya sebagai ciptaan yang sewajah dengan Bapa yang kudus dan tinggal di dunia sebagai warga dunia untuk mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan. Ketika orang-orang Farisi datang dan mencobai Yesus dengan pertanyaan tentang membayar pajak kepada Kaisar, Ia berhasil membuka mata mereka. Dengan bantuan koin dua rupa, Yesus menyadarkan mereka dengan perkataan ini: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat 22:21).

Yesus berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar.” Perkataan Yesus ini menyadarkan kita semua bahwa kita memang tinggal di dunia ini, memiliki pemerintah dan sebagai rakyat kita perlu mentaati pemerintah atau pemimpin. Sebagai warga dunia kita adalah orang merdeka yang memberi keapada para pemimpin apa yang menjadi haknya, misalnya ketaatan untuk menjalani peraturan demi kebaikan bersama. Penulis surat kepada umat Ibrani berkata: “Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.” (Ibr 13:17). Apakah sebagai orang merdeka, anda mendoakan pemerintahmu atau hanya memberikan kritikan, menyebar kebencian saja di negeri tercinta ini?

Yesus Berkata: “Berikanlah Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. Apa yang menjadi kewajiban kita kepada Allah? Kita semua diciptakan sesuai dengan wajah Allah maka kita wajib memberi diri kepada Tuhan. Kita adalah orang-orang merdeka maka kita mengusahakan kemerdekaan sesama sebagai sesama anak-anak Tuhan. Dengan memberi diri kepada Tuhan, kita akan menjadi kudus, serupa dengan Tuhan sendiri. Apakah anda juga orang merdeka yang mentaati kehendak Allah? Apakah anda juga mau menjadi kudus?

St, Petrus dalam bacaan kedua mengingatkan kita supaya berlaku sebagai orang-orang merdeka. Orang merdeka di hadapan pemerintah bersikap tunduk, taat kepada lembaga manusia, kepada raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan para wali atau pembantunya. Orang merdeka dengan dirinya sendiri harus hidup sebagai orang benar-benar merdeka dengan tidak menyalahgunakan kemerdekaan untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah” (1Ptr 2:16). Orang merdeka juga saling menghormati satu sama lain. Petrus berkata: “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja” (1Ptr 2:17).

Kita bersyukur kepada Tuhan atas anugerah kemerdekaan negara Republik Indonesia ke-70. Tuhan menganugerakan kemerdekaan maka mari kita hidup sebagai orang merdeka. Mari kita berbangga memiliki satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yaitu Indonesia tercinta ini. Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip sebuah kalimat dalam lagu Coklat berjudul “Kebyar Kebyar”. Inilah kalimatnya: “Indonesia merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangatmu. Indonesia debar jantungku, denyut nadiku berpadu dalam cita-citaku.” Merdeka!!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply