Homili 25 Juni 2016

Hari Sabtu, Pekan Biasa XII
Rat 22:2.10-14,18-19
Mzm 74:1-2.3-5a.5b-7.20-21
Mat 8:5-17

Kerahiman Tuhan bagi semua orang!

imageAda seorang bapak yang datang meminta intensi misa HUT perkawinan majikannya yang ke-40. Sambil ngobrol, ia bercerita pengalaman kerjanya selama 30 tahun sebagai sopir di dalam keluarga tersebut. Tugasnya adalah pernah mengantar anak-anak dan kini cucu-cucu ke sekolah, mengantar nyonya ke pasar atau arisan, mengantar tuan ke kantor. Hal yang membuat dia betah dan bertahan dalam pekerjaan sebagai sopir adalah tuannya itu baik hati. Ia selalu memperhatikan keluarga sopir ini seperti memperhatikan keluarganya sendiri. Anak-anak dilatih untuk tahu berterima kasih kepadanya. Kalau makan bersama, sering diajak duduk bersama di meja makan yang sama.

Pengalaman ini memang sederhana. Jarang orang bercerita tentang pekerjaan, apalagi sebagai sopir pribadi dalam keluarga, office boy, cleaning service, tukang cuci-gosok dan pekerjaan rumah lainnya. Orang mungkin lebih suka menceritakan pekerjaan-pekerjaan yang besar dengan gaji yang luar biasa. Namun demikian hari ini kita mendapat pencerahan dari bacaan Injil. Matius menceritakan bagaimana seorang perwira di Kapernaum bertemu dengan Yesus dan meminta bantuanNya untuk menyembuhkan hamba perwira tersebut yang sedang sakit lumpuh. Yesus menjawab dengan meyakinkan bahwa Ia akan datang untuk menyembuhkannya. Namun perwira itu tahu diri. Ia adalah orang Romawi bukan Yahudi, ia seorang bawahan dan di bawahnya juga masih ada prajurit dan hamba yang dapat diperintah olehnya. Maka di hadapan Yesus yang ada di atas segalanya, dia merasa tidak layak menerimaNya di rumah. Perwira itu berkata, “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan sepatah kata maka hambaku akan sembuh”. Memperhatikan sikap perwira ini, Yesus berkata, “Iman sebesar ini tidak pernah Kutemukan pada seorang pun di Israel.” Maka terjadilah, hamba dari perwira itu menjadi sembuh karena perkataan Yesus sebelumnya, ”Aku akan datang menyembuhkannya”.

Yesus juga menyembuhkan ibu mertua Petrus yang sakit demam. Setelah sembuh, ibu itu melayani Yesus dan para muridNya. Dengan peristiwa-peristiwa penyembuhan ini maka Yesus sungguh dianggap sebagai tabib bagi banyak orang. Dikisahkan oleh Matius bahwa pada hari itu banyak orang disembuhkan Yesus dari sakit penyakit mereka.

Kisah-kisah penyembuhan ini sangat menarik perhatian kita. Perwira Romawi di Kapernaum mewakili orang-orang bukan Yahudi yang percaya kepada Yesus. Ia berani menyatakan kasih, iman, keyakinan dan kerendahan hatinya di hadapan Yesus. Ia juga peduli dengan kesehatan hambanya bukan kesehatan dirinya atau keluarganya. Itu sebabnya ia berani memohon kesembuhan hambanya dari Yesus. Kepedulian terhadap sesama, bahkan hamba yang bekerja melayani perwira siang dan malam ini menggugah hati Yesus untuk bersedia menyembuhkannya. Lihatlah sikap dan kepedulian perwira ini. Terhadap Yesus, ia menunjukkan rasa hormat dan percaya bahwa dengan kuasa SabdaNya pasti dapat menyembuhkan bahkan pada jarak jauh. Ia juga peduli dengan hambanya. Hambanya adalah bagian dari hidupnya dan patut dikasihi.

Sikap perwira ini juga membantu kita untuk mengerti makna doa. Doa yang baik memiliki fondasi yang baik yakni: iman, cinta kasih, harapan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Ini semua merupakan ungkapan kasih kepada Tuhan. Doa menjadi sempurna ketika memiliki dampak positif dalam hidup yakni mengasihi sesama tanpa memandang status social dan melayani sebagai ungkapan syukur. Nah perwira ini adalah orang asing. Dia masih percaya bahwa Yesus akan melakukan segala sesuatu sesuai dengan permohonannya. Itu sebabnya Yesus juga berani berkata, “Iman sebesar ini tidak Kutemukan di Israel. Banyak orang akan datang dari timur dan barat, dan duduk makan bersama Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, sedangkan anak-anak Kerajaan ini akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sana ada ratap dan kertak gigi”.

Perkataan Yesus ini sekaligus membantu kita untuk memahami bacaan pertama yang mengisahkan pengalaman bangsa Israel khususnya dari Kerajaan Yehuda yang mengalami penderitaan di Babilonia. Sebagai konsekuensi dari dosa menyembah berhala maka akibatnya adalah penderitaan. Mungkin saja akibat perasaan status quo sebagai bangsa terpilih sehingga mereka juga mudah meningalkan Tuhan. Atau mungkin ada prinsip bahwa Tuhan ada di pihak mereka maka wajarlah untuk bersantai sampai lupa diri dan menyembah berhala serta melakukan dosa-dosa yang lain melawan Allah yang benar (Yahwe).

Tuhan Yesus membantu kita untuk mengoreksi diri dan berani berkata: “Ya Tuhan saya tidak pantas Tuhan datang pada saya!”. Pertama, Lihatlah kehidupan doa masing-masing. Apakah anda tekun berdoa, selalu bersyukur kepada Tuhan dalam segala situasi hidupmu? Kedua, Apakah doa-doamu itu memiliki dampak pada kasih dan kepedulian terhadap sesama seperti yang dihayati perwira di Kapernaum? Ketiga, Bagaimana sikap kita terhadap Sabda Tuhan. Apakah kita mendengar dan melakukan Sabda Tuhan dalam hidup kita? Ingat kembali kata-kata perwira asing itu,”Ya Tuan, saya tidak pantas Tuan datang ke rumahku, katakanlah sepata kata maka hambaku akan sembuh.”

Tuhan menunjukan kerahiman-Nya kepada semua orang. Tuhan Yesus adalah Wajah kerahiman Allah. Ia datang ke dunia untuk menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada manusia dan menyelamatkannya. Ia tidak memihak pada satu golongan dan melupakan yang lainnya. Sikap Yesus ini hendaknya menjadi sikap kita secara pribadi dan sikap Gereja untuk bebelas kasih kepada semua orang. Gereja harus menjadi sarana keselamatan bagi semua orang. Kita membutuhkan Yesus di dalam hidup kita. Mari kita mengundang kehadiran-Nya, walaupun kita tidak pantas, tetapi karena kita percaya bahwa sabda-Nya penuh kerahiman dan belas kasih. Berikanlah kerahiman-Mu kepadaku, ya Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply