Homili Hari Minggu Biasa ke- XXXIII/C – 2016

Hari Minggu Biasa ke-XXXIII
Mal 4:1-2a
Mzm 98:5-6.7-8.9a.
2Tes 3:7-12
Luk 21:5-19

Kerahiman Allah tetap menyertai kita

imagePada pagi hari ini saya menemukan sebuah kutipan yang bagus dari St. Yohanes Paulus II. Di dalam Ensikliknya, “Dives in misericordia”, beliau menulis: “Salib di Kalvari, salib di mana Kristus melakukan dialog terakhir dengan Bapa, muncul dari intisari kasih, yang diberikan sebagai anugerah kepada manusia, yang diciptakan menurut rupa dan gambar Allah, sesuai dengan rencana Allah yang kekal…Kasihlah yang tidak hanya mendatangkan kebaikan, tetapi juga menganugerahkan partisipasi dalam kehidupan Allah itu sendiri: Bapa, Putra dan Roh Kudus” (no.7). Kita memandang Kristus tersalib berarti kita memandang dan mengagumi kasih Allah yang tiada batasnya bagi manusia. Kasih-Nya sejati berarti memberi diri secara total, tanpa syarat kepada manusia. Semuanya ini digenapi oleh Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah di Kalvari. Kita sebagai manusia, ciptaan Allah yang mulia ikut terlibat dalam kehidupan Allah sendiri.

Pada hari Minggu Biasa ke-XXXIII ini, Tuhan hadir dan menyapa kita dengan sapaan yang indah bahwa kerahiman-Nya akan tetap menyertai kita selama-lamanya. Ada banyak pengalaman pahit berupa penderitaan, kemalangan, dan krisis yang datang silih berganti. Kita menerima semua pengalaman ini dengan lapang dada dan setia kepada Tuhan. Ini adalah tanda nyata partisipasi kita dalam kehidupan Allah sendiri.

Bangsa Israel memiliki pengalaman akan kasih Allah yang nyata. Mereka pernah mengalami pengalaman pahit yaitu menjadi orang asing di Babilonia. Mereka bekerja sebagai buruh kasar di negeri asing, mengalami kekerasan, martabat mereka diinjak-injak. Tuhan tidak membiarkan umat-Nya mengalami penderitaan dan kemalangan ini selamanya. Ia membebaskan mereka dan mengantar mereka kembali ke Sion. Ini adalah masa pemulihan yang luar biasa. Tadinya mereka hanya duduk dan membayangkan masa lalu, kini mereka memandang masa depan, penuh kasih dari Allah yang mereka imani.

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat itu, ada krisis iman yang besar, dialami bangsa Israel. Krisis ini terjadi sekurang-kurangnya lima puluh tahun setelah bangsa Israel menghuni Sion. Ada orang Israel yang menghalalkan segala cara untuk keluar dari krisisnya. Tetapi ada juga yang tetap setia kepada Tuhan. Mereka mengakui adanya goncangan dalam iman kepada Allah yang Mahabaik, namun iman kepada Allah itu sendiri tidak akan lenyap. Tuhan akan menganugerahkan cahaya keselamatan bagi umat-Nya.

Maleakhi adalah utusan Tuhan untuk meneguhkan bangsa Israel yang sedang bergumul dalam krisis imannya kepada Yahwe. Bagi orang Israel yang tidak setia dalam imannya, Tuhan bernubuat melalui Maleakhi: “Sungguh, hari Tuhan akan datang, menyala seperti perapian!” Maka semua orang yang gegabah dan setiap orang yang berbuat fasik akan menjadi seperti jerami, dan akan terbakar oleh hari yang datang itu. Akar dan cabang mereka pun tidak akan ditinggalkan” (Mal 4:1). Sedangkan bagi orang yang setia dalam imannya, Tuhan berkata: “Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya” (Mal 4:2a).

Nubuat Tuhan melalui Maleakhi tentang hari Tuhan membantu kita semua untuk selalu siap sedia menantikannya. Bagi orang yang tidak setia akan mengalami penderitaan kekal di dalam api, sedangkan orang yang setia akan merasakan surya kebenaran yang terbit bagi mereka. Orang setia itu takut akan Allah. Surya Kebenaran adalah tanda kerahiman Allah yang menyertai orang-orang yang teguh dalam imannya. Surya Kebenaran adalah Yesus Kristus, Kebenaran dan Hidup, terang dunia.

Situasi kehidupan jemaat di dalam dunia Perjanjian Lama tidaklah jauh berbeda dengan pengalaman Paulus bersama Gereja di Tesalonika. Mereka juga mendengar cerita-cerita tentang akhir zaman yang konon semakin dekat. Cerita tentang akhir zaman ini membuat jemaat di Tesalonika mengalami krisis iman. Ada yang mengalami perubahan dalam hidup dengan bermalas-malasan. Ada yang bahkan menghasut sesama yang lain supaya tidak percaya. Dalam situasi seperti ini, Tuhan mengutus Paulus untuk mengubah kehidupan jemaat.

Apa yang dilakukan Paulus? Ia mengingatkan jemaat di Tesalonika untuk mengikuti teladan hidupnya. Ia bersama rekan-rekannya tidak lalai bekerja bersama jemaat. Artinya Paulus tidak hanya memberi perintah tetapi untuk memenuhi segala kebutuhannya, ia bekerja keras dan semua orang melihat degan matanya sendiri. Sebab itu, Paulus mengatakan bahwa ia bersama rekan-rekannya tidak memakan rezeki orang dengan cuma-cuma dan tidak mau membuat jemaat menanggung beban tertentu karena kehadiran mereka. Faktor keteladanan sangatlah penting, dan Paulus berusaha untuk menunjukkannya dengan sempurna.

Paulus menegaskan bahwa barangsiapa tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2Tes. 3:10). Teguran keras ini ditujukan Paulus kepada anggota jemaat yang tidak tertib hidupnya, tidak berdisiplin dan tidak mau bekerja. Pekerjaan mereka hanya menghasut jemaat supaya mereka hidup dalam ketakutan. Mereka hendaknya bertobat, dan mengisi semangat pertobatan dengan ketekunan dalam bekerja. Ketekunan dalam bekerja merupakan cara manusia menghadirkan kerahiman Allah di dunia ini. Allah sendiri menunjukkan kerahiman-Nya dengan terus menerus menciptakan segala sesuatu bagi manusia di dunia ini.

Di dalam bacaan Injil, kita sekali lagi mendengar kisah tentang akhir zaman. Kisah ini dimulai dengan kekaguman beberapa orang tentang keindahan bangunan Bait Allah. Tetapi Yesus mengatakan bahwa pada saat yang tepat Bait Allah akan diruntuhkan dan tidak ada satu batu pun dibiarkan terletak di atas batu yang lain (Luk 17: 6). Bagi orang-orang Yahudi, Bait Allah dihancurkan merupakan suatu tanda akhir zaman. Perkataan Yesus ini akan terbukti pada tahun 70M, ketika orang-orang Romawi menghancurkan Bait Allah di Yerusalem.

Pertanyaan yang menarik dari para murid Yesus adalah, kapan sebenarnya akhir zaman itu terjadi? Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan ini. Ia hanya memberikan deskripsi berupa tanda-tanda zaman sebab “tentang hari dan saat itu tidak seoran pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri” (Mat 24:36; Mrk 13:32). Inilah beberapa tanda yang Tuhan Yesus sampaikan: Pertama, akan muncul nabi-nabi palsu yang menganggap dirinya sebagai Yesus dan mencari pengikut-pengikut. Mereka hanya menyesatkan saja! Kedua, berita tentang perang dan pemberontakan. Terjadi pergolakan di mana-mana, baik di antara bangsa-bangsa maupun kerajaan dengan kerajaan. Ketiga, terjadinya bencana alam berupa gempa bumi, penyakit sampar dan kelaparan. Keempat, penganiayaan. Karena nama Yesus kita sebagai pengikut-Nya akan dimasukkan ke dalam penjara, dihadapkan kepada raja-raja dan para penguasa. Ini menjadi kesempatan untuk bersaksi.

Dalam kotbah-Nya di bukit Sabda Bahagia, Yesus sudah mengatakan: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (Mat 5:11-12). Yesus sdah mengetahui berbagai penderitaan yang akan dialami para murid-Nya maka Ia meminta supaya selalu teguh dalam hati. Dia sendirilah yang akan memberi kata-kata hikmat, sehingga para murid tidak dapat ditentang oleh para lawan. Yesus dengan tegas mengatakan: “Tidak sehelai rambut kepalamu akan hilang. kalau kamu bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu”. (Luk 21:18-19).

Sabda Tuhan pada hari ini sangat kaya dengan pesan-pesan rohani yang indah. Mari kita bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu mengingatkan kita untuk membaharui hidup di hadirat-Nya. Ia adalah surya kebenaran yang menerangi hidup kita. Ia yang mendorong kita untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup kita. Ia yang menunjukkan kerahiman-Nya berlimpah kepada kita dalam hidup kita nyata. Kerahiman-Nya tetap menyertai kita selamanya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply