Homili 7 Agustus 2017

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XVIII
Bil 11:4b-15
Mzm 81:12-17
Mat 14:13-21

Kita hidup dari Sabda!

Ada seorang sahabat memberi kesaksian pribadinya tentang pengalamannya akan Sabda Tuhan. Ia mengaku pernah mengalami krisis iman. Ia memang rajin mengikuti perayaan Ekaristi dan ibadat Sabda tanpa imam di Gereja. Namun ia juga merasa bahwa banyak kali kembali ke rumah tanpa membawa apa-apa dari Gereja. Ia memang mendengar Sabda Tuhan, homili dan menerima komuni kudus, namun begitu ke luar dari dalam Gereja, ia merasa seakan lupa dengan semua hal yang barusan terjadi di dalam Gereja. Lama kelamaan ia merasa bahwa Sabda Tuhan tidak banyak memiliki pengaruh yang berarti di dalam hidupnya. Komuni kudus yang diterimanya juga hanya merupakan salah satu bagian dalam perayaan Ekaristi saja. Pengaruhnyanya pun terbatas baginya. Namun pada suatu kesempatan ia mendapatkan pencerahan yang luar biasa dari seorang Romo yang merayakan Ekaristi. Romo itu mengomentari perkataan Tuhan Yesus kepada iblis yang mencobai-Nya di padang gurun: “Manusia hidup bukan saja dari makanan, melainkan juga dari setiap sabda Allah”. (Mat 4:4b). Baginya, perkataan Tuhan Yesus ini memiliki daya transformatif yang luar biasa sebab iblis yang mencobai-Nya saja kalah. Sejak saat itu ia mengalami pemulihan iman dengan memohon pengampunan berlimpah dari Tuhan dan kembali kepada-Nya. Pertobatan membuka pintu keselamatan baginya.

Saya selalu mengingat sharing pengalaman indah sahabat ini. Saya yakin bahwa banyak di antara kita juga pernah mengalami krisis iman seperti yang dialaminya. Kehadiran kita di dalam Gereja untuk beribadah dan mendengar Sabda hanya sebatas rutinitas atau sebuah kebiasaan saja. Dengan demikian kurang ada pengaruhnya bagi kita. Tetapi ada saat-saat tertentu di mana Tuhan akan membuka pikiran kita supaya kembali kepada-Nya. Inilah wajah Tuhan kita yang panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Dialah yang tiada henti-hentinya memberikan diri-Nya dalam Sabda serta tubuh dan darah-Nya bagi kita dalam Ekaristi kudus. Apakah kita pernah mengalaminya secara pribadi dalam hidup kita?

Kita mendengar kisah Injil yang sangat inspiratif hari ini. Tuhan Yesus mula-mula menunjukkan jati diri-Nya sebagai sungguh-sungguh manusia, dan kemudian sungguh-sungguh Allah. Ia mendengar berita dari para murid Yohanes Pembaptis tentang kemartiran Yohanes Pembaptis. Yesus mendengar dan menunjukkan kemanusiaan-Nya dengan menyingkir dengan perahu untuk mengasingkan diri ke tempat yang sunyi. Mengapa Yesus kelihatan takut dengan situasi ini? Yesus sebenarnya mau menunjukkan bahwa saat-Nya belum tiba. Ia harus tertap berkeliling dan berbuat baik dengan menghadirkan Kerajaan Allah dan Injil Suci. Maka Ia menyingkir ke tempat yang lain untuk memberi diri dengan cara yang berbeda.

Tuhan Yesus boleh berencana untuk menyingkir ke tempat yang sunyi, namun banyak orang dari kota-kota dan desa-desa tetap mencari dan menemukan-Nya. Yesus memperhatikan banyak orang yang mencari-Nya, seperti domba tanpa gembala. Ia tergerak hati oleh belas kasihan kepada mereka, menyembuhkan sakit penyakit dan kelemahan mereka. Belas kasihan Tuhan yang tiada batasnya itu membuahkan keselamatan bagi mereka yang sakit dan menderita.

Tuhan Yesus juga menunjukkan belas kasih yang lebih sempurna lagi dengan berekaristi bersama mereka. Para murid melihat datangnya malam, sebagai simbol kegelapan di hadapan Yesus sang Terang dunia. Para murid hanya berpikir secara manusiawi dan melupakan persoalan manusiawi yakni kelaparan di hjadapan Dia yang sungguh-sunghuh Allah. Mereka bahkan mengambil jalan pintas untuk menyuruh orang banyak yang mencari Yesus itu pergi dan mencari makan sendiri. Tuhan Yesus lalu menunjukkan belas kasih Allah Bapa dengan mengatakan kepada para murid untuk memberi makan kepada orang yang membutuhkan.

Tuhan Yesus bertanya kepada mereka tentang apa yang mereka miliki supaya dapat memberi makan kepada banyak orang. Para murid dengan pikiran manusiawi mengatakan bahwa yang mereka miliki hanya lima buah roti dan dua ekor ikan. Dari jumlah yang sedikit ini, Tuhan Yesus mengajarkan para murid untuk berekaristi dengan mengambil roti dan ikan, menengadah ke langit dan bersyukur kepada Bapa dengan mengucapkan doa berkat. Selanjutnya, Ia memberikan kepada para murid untuk membagikannya kepada orang banyak. Mereka semua kenyang dan sisanya adalah dua belas bakul. Orang yang makan berjumlah lima ribu orang pria, tidak termasuk laki-laki dan perempuan dan anak-anak.

Mukjizat Ekaristi terjadi! Tuhan Yesus membuat tanda heran dengan memperbanyak roti dan ikan untuk memuaskan rasa lapar banyak orang yang mengikuti-Nya. Tuhan Yesus mengajar para murid-Nya untuk berani berbagi kepada sesama, meskipun mereka hanya memiliki sedikit saja yang ada di tangan mereka. Mereka seharusnya tidak perlu takut karena sangat berarti memberi yang sedikit kepada orang yang betul-betul sangat membutuhkan. Tuhan Yesus juga mengajar kita untuk selalu bersyukur atas sedikit yang kita miliki dan Tuhan akan menggandakannya. Lihatlah hanya ada lima potong roti dan dua ekor ikan, namun Tuhan berhasil memuaskan rasa lapar banyak orang. Tetapi satu hal yang paling istimewa adalah kuasa Sabda Tuhan telah mengubah hidup para murid-Nya dan memberi keselamatan bagi banyak orang. Saya percaya perkataan Tuhan Yesus ini: “Manusia hidup bukan dari makanan saja, tetapi dari setiap sabda yang keluar dari mulut Allah”. Yesus adalah Sabda yang memberi hidup kepada anda dan saya. Percayalah kepada-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply