Homili Hari Minggu Biasa ke-XXIIIA- 2017

Hari Minggu Biasa ke-XXIIIA
Yeh 33:7-9
Mzm 95:1-2.6-7.8-9
Rm 13:8-10
Mat 18: 15-20

Tanggung jawab sebagai saudara

Kita mengawali perayaan syukur kita pada hari Minggu Biasa ke-XXIIIA ini dengan sebuah Antifon Pembuka, bunyinya: “Engkau adil, ya Tuhan dan hukum-hukum-Mu benar. Perlakukanlah hamba-Mu sesuai dengan kasih setia-Mu” (Mzm 119: 137,124). Mazmur ini merupakan ekspresi sukacita jemaat yang hidup menurut Taurat Tuhan. Kita belajar dari Tuhan yang menunjukkan kebajikan-kebajikan-Nya kepada kita. Ia selalu bersikap adil kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Hukum-hukum-Nya selalu memiliki kebenaran sebab dasarnya adalah kasih dan keadilan. Dengan memahami keadilan Tuhan maka setiap jemaat boleh berdoa dan memohon supaya Tuhan dapat memperlakukan setiap hamba-Nya dengan kasih setia-Nya. Kata-kata kunci yang menginspirasikan kita semua sepanjang Minggu ini adalah adil, kebenaran hukum Tuhan dan kasih setia. Sikap adil, kebenaran hukum Tuhan dan kasih setia merupakan ungkapan tanggung jawab kita terhadap kemanusiaan. Tanggung jawab kita yang luhur bagi sesama manusia supaya mereka memperoleh keselamatan.

Saya selalu mengingat kisah Kain dan Abel dalam Kitab Kejadian yang dapat menjelaskan seberapa besar tanggung jawab kita terhadap sesama manusia. Kain dan Abel sama-sama bekerja dan mempersembahkan hasil kerja mereka sebagai kurban bakaran kepada Tuhan. Menurut Kitab Kejadian, Tuhan Allah tidak berkenan kepada persembahan Kain tetapi berkenan kepada persembahan Abel adiknya. Kain lalu menunjukkan kemarahannya yang besar kepad Abel. Sebab itu ia melakukan sebuah kejahatan besar yakni membunuh saudara kandungnya Abel. Tuhan bertanya kepada Kain: “Dimana Habel adikmu itu?” Kain menjawab: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kej 4:9). Pertanyaan Tuhan Allah kepada Kain adalah pertanyaan menyangkut rasa tanggung jawab sebagai saudara kepada saudara yang lain yangh lebih kecil dan lemah. Kain melakukan kejahatan besar dengan membunuh adik kandungnya sendiri, gara-gara persembahannya tidak berkenan di hati Tuhan. Jawaban Kain kepada Tuhan adalah jawaban kesombongan manusia yang tidak bertanggung jawab kepada sesama saudaranya. “Memang aku penjaga adikku?” Mungkin banyak di antara kita yang mirip Kain dan mengatakan kepada sesama yang lain: “Memang aku penjaga adikku?” Perkataan Kain ini memang tidaklah cocok dengan lawan bicaranya yaitu Tuhan. Tuhan pasti mengatakan kepada Kain bahwa benar, dialah yang harus menjaga adiknya, bukan orang lain. Kita bertanggung jawab berarti kita menjaga dan merawat saudara kita sendiri sama dengan menjaga dan merawat diri kita sendiri.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menunjukkan rasa tanggung jawab kita bersama sebagai saudara?

Tuhan Allah pernah mengutus nabi Yehezkiel untuk mewartakan sabda-Nya kepada Bangsa Israel yang sedang menderita di Babilonia. Yehezkiel ditetapkan Tuhan sebagai penjaga bagi kaum Israel. Ia diminta oleh Tuhan untuk menginformasikan kepada Bangsa Israel supaya memiliki kemampuan untuk mendengar Tuhan dalam hidup mereka. Kalau mereka bersalah maka nabi Yehezkiel harus memperingatkan mereka dalam nama Tuhan Allah bahwa mereka memang bersalah dan wajib memohon pengampunan. Bangsa Israel juga diingatkan untuk bertobat sebab tanpa ada pertobatan maka kematian akan menjadi jaminannya.

Nabi Yehezkiel memiliki tanggung jawab terhadap seluruh jemaat yang sedang menderita di Babilonia. Yehezkiel bertanggung jawab berarti ia menjadi penjaga bagi seluruh jemaat. Setiap tindakan kenabiannya menunjukkan tindakan Tuhan dalam kehidupan nyata. Sebab itu Yehezkiel harus mendampingi, mengoreksi seluruh kehidupan jemaat terutama mereka yang jahat supaya jangan mati dalam kejahatan mereka. Kalau terjadi kematian maka Yehzkiel bertanggung jawab atas kematian mereka. Namun kalau Yahezkiel memperingatkan orang jahat dan ia tidak berubah maka kematian kekal adalah jaminannya, sedangkan keselamatan Yehezkiel akan tetap terjaga.

Perkataan Tuhan Allah untuk memperkuat tugas kenabian Yehezkiel ini mirip dengan perintah Yesus kepada para murid-Nya supaya menunjukkan rasa tanggungjawabnya kepada saudara-saudara yang berbuat dosa. Tuhan Yesus dalam Injil Matius memberikan kepada para murid-Nya kiat-kiat untuk melakukan koreksi persaudaraan atau teguran pesaudaraan. Tuhan Yesus mengatakan bahwa kalau ada saudara yang berbuat dosa maka perlu melewati tahapan-tahapan berikut ini:

Pertama, Kalau anda menghetahui bahwa saudaramu jatuh ke dalam dosa maka carilah kesempatan yang cocok, duduklah berdua dan tegurlah dia sebagai saudara. Jika ia mendengar teguranmu dan menyatakan pertobatan maka anda yang memberi teguran persaudaraan itu akan mendapatkan kembali saudara yang berdosa karena ia rela bertobat.

Kedua, Kalau saudaramu itu tidak mendengarmu, carilah kesempatan dan tempat, mintalah dua atau tiga orang untuk duduk bersamanya. Tegurlah saudaramu bahwa ia telah jatuh dalam dosa dan harus bertobat. Kalau ia medengar perkataanmu dan bertobat maka anda mendapatkan saudaramu yang sudah jatuh dalam dosa.

Ketiga, Kalau saudaramu tidak mau mendengar teguranmu maka bawalah dia kepada komunitas atau Jemaat. Setiap anggota jemaat berhak memberikan teguran sebagai wujud tanggung jawab dan pengabdian kepadanya. Tetapi kalau ia juga tidak mau mendengar teguran persaudaraan maka anggaplah dia sebagai seorang berdosa. Yesus mengatakan bahwa proses-proses ini adalah cara kita menunjukkan tanggung jawab kita kepada saudara yang berdosa. Apa yang kita lakukan yakni menegur, mengoreksi, menyelamatkannya merupakan hal yang baik dan diperhitungkan oleh surga. Jadi apa yang kita ikat atau kita lepaskan di dunia ini tetaplah diakui oleh Tuhan kelak.

Selain memberikan kiat untuk memberikan teguran persaudaraan, Tuhan Yesus juga mengajak kita untuk berdoa bersama sebagai satu komunitas. Kita berkumpul bersama dalam nama Tuhan Yesus maka Ia sungguh-sungguh hadir di tengah komunitas dan keluarga. Koreksi atau teguran persaudaraan sebagai wujud nyata tanggung jawab kita terhadap sesama saudara menjadi sempurna dalam doa. Doa itu dapat mengubah segala sesuatu, mengubah kehidupan orang yang hatinya keras menjadi hati yang lembut.

Satu hal lain yang kiranya penting dalam menunjukkan rasa tanggung jawab kita terhadap sama saudara adalah kasih. Kita mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Maka kita dapat memberi teguran persaudaraan bukan karena kita membencinya tetapi kita mengasihinya sebagai saudara kita yang berdosa dan menghendaki kebaikannya. St. Paulus mengatakan bahwa kasih itu kegenapan hukum Taurat.

Apa hal konkret yang harus kita lakukan?

Pertama, Sabda Tuhan pada hari Minggu ini sangat indah untuk kita renungkan lebih dalam lagi. Kita berusaha supaya menjauhkan diri kita dari prinsip hidup seperti Kain. Kita seharusnya menjadi penjaga bagi saudara dan saudari kita. Kita menjaganya supaya jangan jatuh ke dalam dosa. Kita menjaga diri supaya jangan menjerumuskan saudara kita ke dalam dosa. Pikirkanlah: berapa kali kita telah menjerumuskan saudara kita ke dalam dosa melalui perkataan, perbuatan dan sikap-sikap tertentu seperti mempertontonkan bagian tubuh yang dapat menjerumuskan orang untuk berpikiran kotor.

Kedua, kita menjaga saudara-saudari kita dengan menunjukkan rasa tanggung hawab kita kepada mereka. Kita berusaha untuk mencari yang terbaik dalam diri mereka. Sebab itu jangan takut untuk menegur kalau dia memang berdosa. Janganlah memilih diam kalau saudaramu berdosa, tegurlah dia karena anda menjaganya. Anda dapat memasukkannya ke dalam surga karena dia bertobat. Berdoalah sebelum menegurnya supaya ia bertobat.

Ketiga, satu prinsip yang dapat dibangun adalah biasakanlah dirimu berbicara dengan dan jauhilah berbicara tentang. Kalau kita berbicara dengan maka kita perlu berdoa, berhati-hati dalam memberikan teguran persaudaraan. Kalau kita berbicara tentang maka sangatlah mudah karena kita berbicara semau kita. Tentu saja tidaklah adil kalau kita memfitnah sesama kita.

Kita bersyukur kepada Tuhan karena selalu memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat dan hidup sebagai saudara bagi semua orang.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply