Homili 4 November 2017

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXX
Rm 11:1-2a.11-12,25-29
Mzm 94: 12-13a.14-15.17-18
Luk 14:1.7-11

Allah tidak menolak umat-Nya!

Konon ada seorang Romo yang melayani di sebuah paroki. Ia selalu merasa terganggu dengan kehadiran seorang pria yang tidak waras. Orang yang tidak waras ini selalu hadir dalam perayaan Ekaristi, namun kadang-kadang ia membuat keributan-keributan tertentu di dalam Gereja, terutama pada saat homili. Sebab itu Romo yang sedang memberi homili meminta para petugas tata tertib untuk menenangkannya di luar gereja sehingga tidak menggangu umat lainnya. Para petugas tata tertib menarik orang tersebut ke luar dari dalam Gereja untuk berdiri di luar. Ketika tiba di depan pintu masuk Gereja, ia melihat ke arah Romo di mimbar dan berkata: “Romo boleh seenaknya menyuruh saya keluar dari dalam Gereja ini, tetapi belum tentu Tuhan Yesus menyuruh saya keluar dari dalam Gereja.” Semua orang di dalam Gereja merasa kaget ketika mendengar perkataan ini. Ada di antara umat yang berkomentar: “Sungguh ini adalah orang tidak waras yang waras.” Ada yang lain lagi mengatakan: “Roh Kudus turut bekerja di dalam hidupnya”. Banyak kali manusia saling menolak satu sama lain, namun Tuhan tidak pernah menolak manusia. Inilah hal yang berbeda antara Tuhan dan manusia.

St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma mengatakan: “Saudara-saudara, mungkinkah Allah menolak umat-Nya?” (Rm 11:1) Ini adalah sebuah pertanyaan terbuka kepada jemaat di Roma. Paulus sendiri menjawabnya: “Sekali-kali tidak! Sebab aku sendiri pun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin. Allah tidak menolak umat-Nya yang telah Dia pilih” (Rm 11: 1-2a). Perkataan Paulus ini mempertegas kasih sebagai sifat khas dari Allah sebagaimana juga dikatakan oleh St. Yohanes dalam suratnya yang pertama bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Allah Israel adalah kasih dan sungguh mengasihi Israel umat pilihan-Nya. Jadi, meskipun manusia selalu jatuh dalam dosa bahkan dosa yang sama, tetapi Allah selalu mengasihi mereka. Hal ini dialami sendiri oleh Paulus maka ia mengatakan bahwa bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah, meskipun jatuh dalam dosa namun Tuhan tidak akan menolak mereka. Maka bagi Paulus, jika pelanggaran bani Israel berarti kekayaan bagi dunia, dan kekurangan mereka adalah kekayaan bagi bangsa-bangsa lain, apalagi kesempurnaan mereka.

Namun demikian, Paulus juga menyadarkan jemaat di Roma bahwa bangsa Israel sebagai bangsa terpilih juga harus mawas diri, khususnya supaya mereka selalu rendah hati dan jangan menganggap diri mereka pandai. Ada sebagian dari bangsa Israel yang sombong, menjadi tegar hati sampai merasuki bangsa-bangsa yang lainnya. Namun Tuhan tetap menunjukkan belas kasih-Nya kepada mereka. Ia menganugerahkan Penebus dan penebusan berlimpah kepada mereka. Segala dosa bangsa ini, termasuk segala kefasikan Yakub disingkirkan. Paulus percaya bahwa Allah tidak pernah menyesali kasih karunia dan panggilann-Nya.

Mari kita memandang Tuhan Allah kita. Apa yang kita temukan di dalam diri-Nya? Dialah Allah yang penuh kasih kepada umat-Nya. Ia tidak menghitung dosa-dosa manusia. Ia tidak menolak umat yang masih berada di dalam lumpur dosa. Hal yang justru dilakukan Tuhan adalah mengasihi mereka. Mengajar mereka untuk belajar menjadi rendah hati. Kerendahan hati yang oleh St. Agustinus dikatakan sebagai jalan untuk berjumpa dengan Allah. Kerendahan hati sebagai ibu dari semua kebajikan kristiani sebab kebajikan kerendahan hati ini tidak dapat dikatakan tetapi diungkapkan. Orang yang rendah hati dapat melakukan kehendak Allah dengan sempurna. Maka Tuhan pun tidak akan menolaknya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil juga mengatakan hal yang sama yakni nasihat supaya para pengikut-Nya rendah hati. Dikisahkan bahwa pada suatu hari Tuhan Yesus diundang oleh seorang pemimpin kaum Farisi untuk bersantap bersama di rumahnya. Ini tentu merupakan sebuah kesempatan atau peluang bagi Yesus untuk mengoreksi cara hidup mereka. Pada saat yang bersamaan, semua orang yang hadir di dalam rumah itu mengamat-amati Yesus dengan saksama. Yesus juga membalasnya dengan memperhatikan mereka. Ada di antara mereka yang mengamat-amati-Nya itu mencari tempat duduk terhormat sehingga menjadi focus perhatian orang-orang yang lainnya.

Tuhan Yesus menggunakan pengalaman ini untuk menasihati mereka. Ia mengatakan kepada mereka bahwa jika mereka diundang ke sebuah pesta perkawinan maka sebaiknya mereka jangan mencari tempat duduk di tempat-tempat terhormat. Mungkin saja ada orang lain yang lebih terhormat daripada diri kita. Mungkin kita akan merasa malu ketika harus disuruh untuk pindah ke tempat duduk yang lain yang posisinya lebih rendah. Maka bagi Yesus, sebaiknya kita memilih tempat duduk yang paling rendah. Tuan rumah akan mengatakan kepada kita untuk menduduki kursi lain yang sudah disiapkan dan letaknya lebih ke depan, bukan lagi di belakang. Kalimat yang menjadi kunci bacaan Injil hari ini adalah: “Barangsiapa meninggikan dirinya akan direndahkan; barang siapa merendahkan dirinya akan ditinggikan” (Luk 14:11).

Apakah anda sudah belajar menjadi pribadi yang rendah hati? Pandanglah Yesus yang lemah lembut dan rendah hati dan ikutilah Dia. Adalah Marcus Tullius Cicero, seorang negarawan dan penulis Romawi kuno pernah berkata: “Semakin tinggi kita ditempatkan, semakin rendah hati kita harus berjalan.” Saya yakin bahwa prinsip ini sangat baik untuk meneguhkan kita semua dalam hal mewujudkan kebajikan kerendahan hati.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply