Homili 6 November 2017

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXI
Rm. 11:29-36
Mzm. 69:30-31,33-34,36-37
Luk. 14:12-14

Emang Kamu Murah Hati?

Pada pagi hari ini, saya mendapat pesan singkat dari seorang sahabat. Ia mengutip perkataan Khalil Gibran, seorang penulis dan pelukis berkebangsaan Lebanon-Amerika, bunyinya: “Kemurahan hati berarti memberikan sesuatu lebih dari kemampuan anda, dan menjadi kebanggaannya adalah mengambil lebih sedikit dari yang anda butuhkan.” Kata-kata sederhana ini memiliki makna yang sangat mendalam sebab menggambarkan seberapa besarnya kebajikan kemurahan hati itu ada dalam diri kita masing-masing. Maka kita juga dapat bertanya dalam diri kita masing-masing: apakah kita sudah memberi sesuatu lebih dari kemampuan kita kepada sesama? Apakah kita mengambil dari sesama lebih sedikit dari yang kita butuhkan dalam hidup ini? Pikiran saya juga tertuju pada perkataan Tuhan Yesus dalam Sabda Bahagia: “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat 5:7). Ketika orang bermurah hati kepada sesamanya maka ia akan memperoleh kemurahan dari Tuhan sendiri. Pokoknya, Tuhanlah yang membalas kemurahan hati kita semua yang bermurah hati kepada sesama.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang menarik. Ada seorang pemimpin Yahudi yang mengundang Tuhan Yesus untuk bersantap bersama di rumahnya. Sesampai di rumah pemimpin Farisi itu, Yesus duduk dan memperhatikan perilaku sosial kaum Farisi, terutama bagaimana cara mereka mengundang orang-orang tertentu untuk ikut dalam acara santap bersama. Mereka hanya mengundang sahabat-sahabatnya, saudara-saudaranya, kaum keluarga dan orang-orang kaya. Mereka tentu memiliki politik balas budi. Artinya, mereka akan saling berbalas mengundang satu sama lain. Tuhan Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengoreksi cara hidup mereka supaya lebih bermurah hati seperti Tuhan sendiri dan juga supaya mereka memperoleh kemurahan. Apabila mereka sudah memperoleh kemurahan hati Tuhan maka kini giliran mereka untuk bermurah hati kepada sesama, tertutama bagi mereka yang kurang diperhatikan dalam masyarakat, yang nilai-nilai kemanusiaannya tidak dilindungi oleh orang lain.

Tuhan Yesus juga berkata: “Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” (Luk 14:13-14). Kemurahan hati diuji ketika kita memiliki kemampuan untuk memperhatikan orang-orang kecil seperti kaum miskin, orang-orang cacat, lumpuh dan buta. Mereka ini sering dilecehkan oleh orang lain, termasuk keluarganya sendiri. Kekerasan fisik mereka alami, kekerasan verbal juga mereka alami dengan menyebutkan cacat tubuh yang mereka miliki. Generasi now, sering menjadi generasi pelupa sehingga tidak memperhatikan sesamanya yang sangat membutuhkan. Mereka bahkan menertawakan sesama yang menderita.

Kemurahan hati mengandaikan cinta kasih yang tiada batasnya. Misalnya, cinta kasih orang-orang miskin, cacat, lumpuh dan buta diundang untuk bersantap bersama maka mereka tidak akan membalas undangan kita untuk bersantap bersama. Dikatakan perlu murah hati sebab ada kecenderungan dalam diri kita untuk mengundang orang-orang terhormat saja. Orang-orang miskin, cacat, lumpuh dan buta rasanya memalukan kita di hadapan orang lain. Mereka adalah para undangan yang nantinya menjadi buah bibir orang tentang kita.

Tuhan Yesus tidak hanya berbicara tentang kemurahan hati. Ia menunjukkan kemurahan hati Allah Bapa kepada kita. Para sahabat Yesus adalah orang-orang berdosa seperti para pemungut cukai, pelacur, orang-orang sakit dan yang kerasukan roh-roh jahat. Tuhan Yesus selalu hadir untuk memberkati dan menyelamatkan mereka. Banyak orang, terutama kaum Farisi selalu mengamat-amati perbuatan Yesus untuk mencari kesalahan-Nya. Hanya saja mereka sangat sulit untuk menunjukkan kesalahan Yesus. Mereka lebih banyak diam dan mencari lagi kesempatan untuk mendapat kesalahan Yesus yang sebenarnya. Ini memang aneh tetapi nyata!

Sikap-sikap lain yang Tuhan Yesus tunjukkan kepada kita pada hari ini adalah menjadi pribadi yang penyayang bagi sesama yang lain. Sikap penyayang melekat pada diri Tuhan, dan Tuhan sendiri mewariskannya kepada kita. Sikap murah hati dan penyayang ini akan membantu kita untuk melayani dengan bebas dan sukacita, tidak berfokus pada keuntungan apa yang dapat diperoleh. Seorang yang murah hati dan penyayang akan memiliki sikap lepas bebas, tedak terikat pada hal-hal duniawi. Tuhan Yesus murah hati kepada semua orang, terutama kepada kaum miskin, cacat, lumpuh dan buta. Emang kamu murah hati? Seberapa besar kualitas kemurahan hatimu? Apakah anda mudah tergugah terhadap orang-orang yang sangat membutuhkan uluran tanganmu?

Tuhan saja murah hati kepada semua orang. Ia pernah berkata, “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” (Luk 6:36). Kita menjadi Kristen berarti belajar untuk menyerupai Yesus Kristus dan Bapa di Surga yang murah hati kepada semua orang. Tuhan sendiri berjanji: “Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.” (Rm 9:15). Maka pertanyaan: “Emang Kamu Murah Hati?” perlu dijawab dengan jujur di hadapan Tuhan. Apa jawaban anda?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply