Homili Hari Raya Santa Maria Bunda Allah – 2018

HARI RAYA SANTA MARIA BUNDA ALLAH
Bil. 6:22-27
Mzm. 67:2-3,5,6,8
Gal. 4:4-7
Luk. 2:16-21

Allah kami adalah Rahim!

Kita memasuki tahun baru 2018. Selamat tahun baru saudari dan saudara terkasih. Kita semua pasti mendapat ucapan selamat Tahun Baru dengan seribu satu aneka ucapannya. Seorang sahabat saya mengirim kata-kata yang bernuansa optimisme di tahun baru seperti ini: “Setiap momen dalam hari-hari kita mempunyai maknanya sendiri-sendiri. Pagi hari membawa harapan, siang hari mengusung keyakinan, dan malam bermakna impian. Semoga semua itu kita miliki ditahun yang baru. Happy New Year 2018.” Saya sepakat dengan perkataannya bahwa setiap momen kehidupan ini memiliki kakna tersendiri dalam hidup kita. Pagi hari ketika menyaksikan hari baru, di mana matahari mulai terbit diufuk Timur selalu membawa harapan bahwa pada sore hari matahari yang sama akan terbenam. Pada siang hari kita semua merasa yakin akan apa yang sedang kita kerjakan dari pagi dan berharap akan menyelesaikannya hingga sore hari dengan hasil yang memuaskan. Pada malam hari kita belajar untuk bermimpi lagi tentang hari baru yang memberi harapan dan keyakinan. Jadilah pribadi yang berani bermimpi.

Sambil kita menunjukkan optimisme dan harapan yang pasti akan tahun yang baru ini, Tuhan menyapa kita melalui Sabda-Nya dalam liturgi hari ini sebagai Allah yang maharahim. Kerahiman Allah ditunjukannya dalam hal perhatian-Nya yang besar kepada manusia. Untuk menyelamatkan kita, Ia memilih Maria menjadi Bunda Yesus Putera-Nya. Maria menjadi manusia kudus yang terlibat aktif dalam usaha untuk menyelamatkan manusia. Kesediaannya menjadi hamba dan ibu bagi Yesus Putera Allah, telah membuat Maria menjadi Bunda Allah, Bunda Gereja dan Bunda semua orang beriman.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah kelahiran Yesus di dalam keluarga manusia yang menunjukkan kerahiman Allah yang luar biasa bagi maniusia. Yesus lahir di Bethlehem, ibu-Nya adalah Maria dan Yusuf Bapa pengasuh-Nya. Maria dan Yusuf adalah dua pribadi yang merasakan kerahiman Allah. Maria dan Yusuf menemani Yesus sang bayi yang lahir dan terbaring dalam palungan sebab mereka tidak mendapatkan tempat untuk menginap. Para gembala adalah orang-orang sederhana yang ikut merasakan kerahiman Allah melalui warta sang malaikat. Mereka datang dengan penuh sukacita dan menyaksikan segala sesuatu persis seperti yang diwartakan oleh Malaikat. Para gembala bercerita, membangkitkan iman semua orang yang hadir dan menyaksikan kehadiran Yesus di dunia. Mereka kembali ke tempat mereka dengan sukacita yang besar sambil memuji Allah.

Bunda Maria menunjukkan keibuannya. Ia tetap konsisten untuk rendah hati dan menjadi hamba atau abdi Tuhan. Sebab itu ia tidak menunjukkan rasa bangga manusiawinya di hadapan para gembala. Ia justru memilih diam dan menyimpan semua perkara di dalam hatinya serta merenungkannya. Para gembala memuji Allah, tidak memuji Maria sebagai ibu yang hebat. Maria menunjukkan sesuatu yang luhur bahwa setiap pekerjaan kita semata-mata untuk memuliakan Allah. Maria ikut menunjukkan wajah Allah yang maharahim sebab Yesus Kristus yang dilahirkannya juga menunjukkan wajah kerahiman Allah. Ia patut disapa Maria sebagai Bunda Kerahiman.

St. Paulus dalam bacaan kedua menjelaskan rencana keselamatan Allah bagi manusia. Bagi Paulus, ini saat yang sudah tepat, waktunya sudah genap di mana Tuhan Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari rahim seorang perempuan dan takhluk kepada hukum Taurat. Anak Allah menebus mereka yang takluk kepada hukum Taurat dan dengan demikian hidup sebagai Anak Allah. Sebagai Anak Allah kita memiliki Bunda Maria sebagai Bunda Allah, Bunda Kerahiman. Kita juga berani menyapa Allah yang satu dan sama sebagai Abba! Karena jasa Yesus Kristus, kita semua menjadi Anak Allah dan sekaligus sebagai ahli waris kasih karunia dan kerahiman Allah.

Bagaimana kita dapat terlibat dalam mewujudkan wajah kerahiman Allah bagi sesama? Kita harus berani mengakui bahwa kita membutuhkan Tuhan Allah. Sama seperti janji Tuhan kepada Musa untuk memberkati bangsa Israel, demikian Ia akan menggenapi segala sesuatu di dalam hidup kita. Musa berkata kepada harun dan anak-anaknya: “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka.” (Bil 6:24-27).

Tuhan berjanji untuk memberi berkat-Nya yang tiada habis-habisnya dan tiada putus-putusnya bagi manusia serta melindunginya. Banyak kali kita sebagai manusia melupakan berkat-berkat yang telah Tuhan berikan kepada kita. Itu semua akibat ketamakan! Tuhan menyinari kita dengan cahaya kasih-Nya supaya kita juga beroleh kasih karunia yang berlimpah. Tuhan mengaruniakan damai sejahterah-Nya kepada kita sebab Ia menghadapkan wajah damai-Nya kepada kita. Semua ini menunjukkan bahwa Allah yang kita imani benar-benar memiliki belas kasih, adil dan rahim bagi kita semua.

Mengawali tahun 2018 ini, kita semua diajak untuk kembali kepada Allah Bapa kita. Dialah sumber hidup kita, Dialah yang memberikan berkat-berkat-Nya kepada kita supaya kita berjalan di dalam jalan-Nya. Berkat-berkat Tuhan itu kita butuhkan supaya bertumbuh sebagai anak Allah. Kita juga diingatkan untuk memiliki damai Tuhan. Damai itu diberikan Tuhan Yesus (Yoh 14:27) dan berbahagialah kita di hadirat Tuhan kalau kita ikut membawa damai-Nya. Dengan membawa damai Tuhan maka kita layak disebut Anak Allah (Mat 5:9). Kita juga perlu merasa bahwa Tuhan Yesus juga lahir di dalam keluarga masing-masing. Ia benar-benar Anak Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa, supaya dengan demikian kita mendapat martabat baru sebagai Anak Allah. Bunda Maria memiliki peranan penting untuk membantu kita merasakan kerahiman Allah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply