Homili Hari Minggu Biasa ke-XXXB – 2018

Hari Minggu Biasa XXX
Yer. 31:7-9
Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6
Ibr. 5:1-6
Mrk. 10:46-52.

Apakah anda juga Bartimeus zaman now?

Ada dua orang buta yang pernah berkelahi karena mereka saling bertabrakan satu sama lain. Orang buta pertama mengatakan kepada orang buta yang kedua: “Kamu tidak punya mata ya. Pakai matamu itu dengan baik supaya jangan menabrak orang lain.”Orang buta yang kedua mengatakan: “Kamu memang buta ya maka main tabrak orang lain, lalu marah-marah lagi. Dasar buta!”Semua orang yang menyaksikan peristiwa ini hanya tertawa dan berusaha meyakinkan mereka berdua bahwa mereka memang buta dan saling menabrak, jadi tidak ada yang salah di antara mereka berdua. Kedua orang buta itu masih ngotot dan sama-sama berkata, “Siapa yang buta? Bagaimana saya tahu bahwa dia buta?” Suasana tegang perlahan redah karena keduanya dipisahkan oleh orang-orang di sekitarnya. Banyak kali kita menyaksikan saudari dan saudara kita seperti ini. Ketika mereka sama-sama buta maka tidak ada yang mengakui bahwa dia memang buta. Mungkin ada juga yang merasa bahwa dia buta sudah lama dan dia terbaik dibandingkan dengan mereka yang baru menjadi buta. Orang bisa lupa diri sebagai orang buta. Kita perlu bersyukur karena semua ini menunjukkan sisi-sisi keindahan dari setiap orang. Tidak ada seorang pun yang sempurna di di dunia ini. Hanya Tuhan saja yang sempurna.

Saya tertarik dengan kisah Injil hari Minggu Biasa ke-XXX/B ini. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus dan para murid-Nya masuk dan hendak melewati kota Yeriko. Mereka harus mendaki sekitar 26km untuk mencapai kota Yerusalem, setelah melewati perjalanan sekitar 130 km dari markas mereka di Galilea. Ketika mereka hendak meninggalkan kota Yeriko, mereka berjumpa dengan seorang yang pengemis dan buta, tanpa nama yang jelas. Ia hanya disapa Bartimeus artinya anak dari Timeus. Nama Timeus berarti sempurna, terhormat dan dikagumi. Sayang sekali karena salah seorang anaknya adalah pengemis dan buta, artinya dia tidak sempurna secara fisik. Dengan menyadari dirinya tidak sempurna secara fisik ini maka ia berseru dengan suara nyaring kepada Yesus: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:47). Reaksi dari orang-orang disekitarnya adalah menegurnya supaya diam. Ini berarti mereka menghalangi anak Timeus yang tidak sempurna ini untuk berjumpa dengan Tuhan Yesus. Namun demikian ia percaya bahwa Tuhan Yesus akan memberi yang terbaik baginya. Sebab itu ia kembali berteriak: “Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:48). Kali ini Yesus mendengar nama-Nya yang kudus dipanggil oleh orang yang sangat membutuhkan pertolongan. Ia pun berhenti dan memandang kepada Anak Timeus ini. Ia berkata: “Panggillah dia!” (Mrk 10:49). Pada saat yang sama Yesus mengubah hidup para penghalang anak Timeus. Sebab itu mereka meyakinkannya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” (Mrk 10:49).

Anak Timeus merasakan sebuah perubahan yang radikal karena kasih yang dialaminya dari Yesus. Selama hidupnya, tidak ada seorang yang sama dengan Yesus, yang berani berdiri sejenak, dan memanggil anak Timeus ini. Anak Timeus melakukan revolusi mental yang luar biasa. Ia melepaskan jubahnya sebagai symbol hidupnya yang lama. Keberanian untuk meninggalkan jubah kebesaran yang lama ini memiliki makna yang mendalam yaitu meninggalkan segalanya supaya dapat mengabdi Tuhan dengan lebih leluasa. Tuhan Yesus mengubah hidupnya dengan berkata: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” (Mrk 10:51). Anak Timeus yang sudah meninggalkan jubahnya ini berkata: “Rabuni, supaya aku dapat melihat!” (Mrk 10:51). Yesus melihat iman anak Timeus ini dan mengubah hidupnya yang baru. Inilah perkataan Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Mrk 10:52). Sejak mengenakan hidup baru di dalam Kristus, maka ia pun setia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Perjalanan Yesus ke Jerusalem yaitu perjalanan untuk menderita, wafat dan bangkit demi keselamatan manusia.

Kisah Injil ini menggambarkan hidup kita yang sebenarnya di hadirat Tuhan. Figur-figur dalam bacaan Injil ini adalah gambaran hidup kita setiap hari.

Pertama, Bartimeus adalah kita. Kita sebagai manusia yang lemah, penuh kerapuhan maka kita menjadi pengemis tak berdaya dan buta di hadapan Tuhan sendiri. Maka kita perlu memiliki iman yang kita terima sebagai anugerah dari Tuhan sendiri. Iman itu mendekatkan diri kita dengan Tuhan sendiri. Bartimeus membuktikan bahwa ia berdoa tanpa henti, memohon terus menerus dan Tuhan mendengarnya. Semua ini karena ia memiliki iman. Lihatlah bahwa yang hina di mata Tuhan, ternyata begitu mulia di mata Tuhan yang satu dan sama.

Kedua, para murid dan banyak orang yang masuk dalam rombongan Yesus. Mereka ini justru orang buta yang sebenarnya. Mereka berusaha menghalangi anaknya Timeus untuk bertemu dan memperoleh keselamatan dari Tuhan. Mereka adalah penghalang dan boleh dikatakan bahwa banyak kali kita juga menjadi penghalang. Kita menghalangi orang untuk bertemu dengan Tuhan melalui skandal tertentu yang muncul dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian. Tuhan Yesus membuka hati mereka dan mereka pun sadar diri untuk menerima semua orang apa adanya. Apakah kita dapat bertobat dan menerima semua orang apa adanya, tidak menghalangi mereka untuk bersatu dengan Tuhan?

Ketiga Tuhan Yesus sendiri. Dia adalah tokoh central yang menginspirasikan kita semua. Orang boleh menghalangi anak Timeus, tetapi Tuhan Yesus memiliki waktu untuk menunggu, waktu untuk berbicara, waktu untuk menyelamatkan. Sebab itu Ia melihat harta terbesar dalam diri anak Timeus yakni imannya. Iman yang satu dan sama menyelamatkannya dan ia pun mengikuti Yesus sampai tuntas.

Figur-figur inspiratif ini mengundang kita berubah dalam hidup ini. Mungkin saja selama ini kita memiliki mata tetapi menjadi buta atau pura-pura buta sehingga tidak memperhatikan orang lain. Kita buta hati tetapi tidak menyadarinya. Kita penghalang rahmat Tuhan namun kita juga tidak menyadarinya. Semoga Tuhan Yesus mengubah hidup kita dengan membuka mata untuk berbuat baik kepada sesama.

Saya menutup homili ini dengan mengutip seorang politikus dari Amerika, namanya Robert Green Ingersoll. Ia pernah berkata: “Orang yang kuat menjadi penolong bagi mereka yang lemah. Ia bagai mata bagi yang orang buta, kekuatan bagi yang lemah, dan sebuah tameng bagi yang tak berdaya. Ia berdiri tegak dengan menolong yang terjatuh. Ia naik dengan mengangkat orang lain.” Janganlah pura-pura menjadi buta bagi sesama manusia. Apakah anda juga Bartimeus zaman now?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply