Merenung Pemimpin Idaman

Pemimpin idaman…

Mengakhiri hari ini, saya merenung kembali semua peristiwa-peristiwa tertentu yang perlahan akan berlalu. Salah satu fokus permenungan saya adalah tentang kerinduan banyak orang untuk memiliki seorang pemimpin idaman. Dari berbagai media, kita mendapat gambaran berupa harapan banyak orang tentang kualitas seorang pemimpin. Masing-masing orang mengharapkan agar pemimpinnya bertanggung jawab, jujur, merakyat, bekerja keras, tidak berbohong dan masih ada seribu satu harapan lainnya. Tentu saja harapan-harapan itu baik adanya. Saya sepakat dengan Romo Magnis, SJ yang mengatakan: “Pemilu itu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa”. Orang boleh berkoar-koar, menjelekan paslon atau caleg tertentu tetapi pada akhirnya pemilu itu hanya untuk mencegah yang terburuk berkuasa. Pemimpin idaman itu selalu berempati, sehati dan sejiwa dengan yang dipimpinnya.

Saya mengingat St. Paulus. Hari ini dia benar-benar super dalam memberi inspirasi kepada Titus sebagai anak rohaninya tentang leader rohani yang cocok bagi banyak orang. Paulus menyebut para pemimpin umat di setiap kota sebagai penatua. Kata Penatua berasal dari bahasa Yunani presbyteros yang berarti seorang yang dituakan, yang berpikir matang, sesepuh. Dalam Kisah para Rasul dan surat-surat para rasul, penatua-penatua atau tua-tua jemaat merupakan para pemimpin yang bertanggung jawab atas kehidupan jemaat. Mereka bertugas “untuk menggembalakan kawanan domba Allah, sebagai teladan bagi kawanan domba itu”, dalam tanggung jawab kepada “Gembala Agung” (1Ptr 5:1-4).

Kriteria presbyteros sebagai sesepuh yang matang oleh Paulus adalah: ‘harus orang yang tak bercacat, mempunya satu istri saja, anak-anaknya hidup beriman, tidak mendapat tuduhan karena hidup tidak senonoh atau hidup sembarangan’ (Tit 1:6). Saya kira kriteria dari Paulus ini masih berlaku umum hingga saat ini. Kita butuh pemimpin yang kudus, tak bercela dan bercacat di hadapan Tuhan dan sesama. Artinya pemimpin yang tidak memiliki niat jahat untuk memperkaya diri dan merusak kehidupan orang lain. Hidup perkawinannya baik adanya, bukan tukang selingkuh atau suka berpoligami atau berpoliandri. Dia tahu mendidik anak-anaknya sehingga mereka hidup baik dan beriman. Tidak mendapat tuduhan sebagai leader pebinor atau pelakor, koruptor dan lain sebagianya. Kita harus jujur mengatakan bahwa ada pemimpin-pemimpin kita yang masuk kriteria baik adanya, tetapi ada juga pemipin kita yang jauh di luar jangkauan kebaikan.

Kriteria lain bagi mereka yang menjadi administrator atau pengatur rumah Allah adalah tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah (Tit 1:7). Seharusnya mereka itu suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri, berpegang pada perkataan yang benar, sesuai dengan ajaran sehat. Hanya dengan hidup seperti ini maka orang akan sanggup menasihati dan meyakinkan orang-orang lain (Tit 1:8-9). Kiranya jelas harapan akan pemimpin idaman kita!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply