Food For Thought: Tanggung Jawab terhadap sesama

Tanggung jawabku terhadap sesama

Tadi siang saya mendapat sebuah insight dari percakapan dua siswa di sekolah. Setelah mereka berbicara agak lama, salah seorang siswa mengatakan: “Saya memiliki tanggung jawab terhadap saudara saya”. Siswa yang lain bertanya, “Bagaimana anda mewujudkan keinginanmu itu?” Jawabnya, “Saya akan berbicara dengannya secara pribadi.” Mereka pun berdiri dan meninggalkan bangku yang mereka duduki selama hampir sejam. Saya mengatakan sebuah insight karena kedua remaja ini berdialog bersama untuk sebuah tujuan yakni kebaikan. Lagi pula ketika ada sebuah janji untuk bertanggung jawab terhadap saudaranya dengan cara berbicara, berdialog dan saling mendengar. Semua ini akan terjadi saat ‘berbicara secara pribadi’. Saya merasa yakin bahwa cara hidup seperti ini patutlah kita lakukan dalam hidup setiap hari. Hidup berdampingan dan strategi memecahkan suatu masalah bukan dengan emosi yang tidak stabil, kekerasan verbal dan aksi lainnya yang sering dilakukan kaum remaja masa kini.

Satu aspek yang saya belajar hari ini dari kisah orang-orang yang membawa seorang lumpuh kepada Yesus adalah rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia. Para sahabat orang lumpuh merasa bertanggung jawab, merasa kasihan atas kebutuhan-kebutuhan dari si lumpuh tanpa nama. Mereka percaya bahwa kalau mereka bisa membawa si lumpuh kepada Yesus maka Ia akan melakukan yang terbaik bagi si lumpuh. Mereka pun sepakat untuk mengantar si lumpuh kepada Yesus. Mereka mengalami halangan karena banyak orang. Mereka tidak takut tetapi terus menunjukkan tanggung jawab terhadap temannya yang lumpuh. Berbagai usaha mereka lakukan untuk menyelamatkannya. Pikirkan bagaimana mereka sendiri pasti merasa malu membawa orang lumpuh, membongkar atap rumah orang. Pasti tuan rumah memiliki reaksi terhadap mereka. Satu hal yang mereka miliki adalah rasa percaya kepada Yesus begitu besar. Sebab itu Tuhan Yesus melihat iman dan kepercayaan mereka kepada-Nya dan Ia pun menyembuhkan teman mereka yang lumpuh.

Dalam hidup ini kita selalu mengalami hal-hal yang mirip. Ada banyak saudari dan saudara yang sebenarnya membutuhkan bantuan kita namun mereka tidak berani membuka diri untuk menerima bantuan dari kita. Ada yang menerima bantuan namun tidak pernah bersyukur atas bantuan yang mereka terima. Ada yang bersyukur atas pertolongan dari sesama. Saling tolong menolong itu wujud persaudaraan kita sebagai manusia. Mengapa begitu sulit untuk menolong? Mengapa rasa tanggung jawab itu memudar? Mengapa begitu sulit untuk mensyukuri bantuan orang?

Pada hari ini belajar untuk bertanggung jawab terhadap sesama. Sesulit apapun perjalanan, demi kasih dan kebaikan, demi kemanusiaan, kita harus selalu siap untuk membantu sesama kita. Jangan pernah menjadi pelit apabila melihat sesama yang menderita. Jangan pernah tertawa di atas penderitaan orang lain. Itu tidak baik dan tidak kristiani. Saya mengingat Dietrich Bonhoeffer, beliau pernah berkata: “Tindakan bukan berasal dari pemikiran, tapi dari kesediaan untuk memikul tanggung jawab.” Para sahabat orang lumpuh dalam Injil menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar untuk bertindak terhadap sesama yang menderita.

Saya mengakhiri permenungan ini dengan mengutip Psikolog Amerika, Abraham H. Maslow. Ia pernah berkata: “Cinta adalah suatu proses aktualisasi diri yang bisa membuat orang melahirkan tindakan-tindakan produktif dan kreatif. Dengan cinta, seseorang menyadari bahwa ia akan mendapatkan kebahagiaan bila mampu membahagiakan orang yang dicintainya. Timbulnya kebahagiaan itu pada gilirannya menghendaki tindakan-tindakan seperti perlindungan, perhatian, tanggung jawab, dan pengetahuan.” Bagaimana dengan anda dan saya saat ini?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply