Homili 7 Agustus 2019 (Dari Bacaan I)

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XVIII
Bil. 13:1-2a,25 – 14:1,26-29,34-35

Merenungkan Kesabaran Tuhan

Apakah anda adalah pribadi yang sabar? Banyak orang selalu berhadapan dengan pertanyaan ini. Jawabannya bervariasi. Ada yang jujur mengakui dirinya sebagai pribadi yang sabar dan tidak sabar. Semua pengakuan diri ini sangat tergantung pada pengalaman pribadi masing-masing. Mungkin saja ketika membaca tulisan ini anda sedang tidak sabar dengan dirimu atau tidak sabar dengan sesamamu. Mahatma Gandhi pernah berkata: “Jika kesabaran bernilai dari apapun, itu harus dipertahankan sampai akhir. Dan keyakinan untuk hidup akan bertahan ditengah terpaan badai terbesar sekalipun.” Kesabaran dapat menjadi milik kita ketika kita percaya kepada Tuhan. Dia adalah model kesabaran yang paling tepat di atas dunia ini. Tidak seorang pun yang menyerupai kesabaran Tuhan sebab kesabaran-Nya tiada batasnya.

Tuhan menunjukkan kesabaran-Nya bagi manusia. Bangsa Israel mengalaminya sendiri selama melakukan perjalanan di padang gurun menuju ke Tanah terjanji. Relasi mereka dengan Tuhan Allah selalu ditandai dengan kebiasaan bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa soal makanan dan minuman. Perasaan takut ketika hendak memasuki tanah Kanaan. Ada keraguan besar dalam hati mereka tentang kasih dan kebaikan Tuhan.

Kita mendengar kisah menarik pengalaman bangsa Israel. Mereka sedang berada di gurun Paran. Tuhan meminta Musa untuk menyuruh beberapa orang supaya mengintai tanah Kanaan yang sudah Tuhan sendiri janjikan kepada mereka. Proses pengintaian dilaksanakan selama empat puluh hari dan dilakukan oleh setiap wakil dari keduabelas suku Israel. Kesan mereka terhadap tanah Kanaan sangat variatif. Ada yang mengatakan bahwa tanah Kanaan memang berlimpah dengan susu dan madu sebagaimana dikatakan Tuhan sendiri. Bangsa yang mendiami tanah Kanaan kuat-kuat. Ada juga kabar busuk tentang tanah Kanaan yakni kanibalisme, manusianya berperawakan tinggi dan besar-besar, ada sekumpulan raksasa. Kesaksian ini menimbulkan rasa takut yang besar sehingga mereka pun menangis semalaman.

Melihat perilaku bangsa Israel ini, Tuhan berkata: “Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku, dan berapa lama lagi mereka tidak mau percaya kepada-Ku, sekalipun sudah ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka! Aku akan memukul mereka dengan penyakit sampar dan melenyapkan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari pada mereka.” (Bil 14:11-12).

Dalam situasi yang sulit ini Musa berkata kepada Tuhan: “Jikalau hal itu kedengaran kepada orang Mesir, padahal Engkau telah menuntun bangsa ini dengan kekuatan-Mu dari tengah-tengah mereka, mereka akan berceritera kepada penduduk negeri ini, yang telah mendengar bahwa Engkau, Tuhan, ada di tengah-tengah bangsa ini, dan bahwa Engkau, Tuhan, menampakkan diri-Mu kepada mereka dengan berhadapan muka, waktu awan-Mu berdiri di atas mereka dan waktu Engkau berjalan mendahului mereka di dalam tiang awan pada waktu siang dan di dalam tiang api pada waktu malam.” (Bil 14: 13-14).

Musa tetap bernegosiasi dengan Tuhan untuk mengampuni dosa bangsa Israel. Ia berkata: “Tuhan itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat. Ampunilah kiranya kesalahan bangsa ini sesuai dengan kebesaran kasih setia-Mu, seperti Engkau telah mengampuni bangsa ini mulai dari Mesir sampai ke mari.” (Bil 14:18-5). Hasil akhirnya adlaah Tuhan sungguh mengampuni Israel yang berdosa karena bersungut-sungut.

Tuhan Allah kita baik dan sungguh baik. Panjang sabar dan besar kasih setia-Nya bagi manusia yang berdosa. Bagi kita zaman ini, keteladanan Tuhan dalam Kitab Suci mesti menjadi bagian dari hidup kita. Tuhan sabar dan berlimpah kasih setia, mengapa begitu sulit kita menjadi pribadi yang sabar? Mengapa begitu sulit untuk menjadi pribadi yang setia?

Saya mengakhiri permenungan ini dengan mengutip Lao Zu: “Saya mempunyai tiga hal untuk diajarkan, kesederhanaan, kesabaran, kasih sayang. Ketiganya adalah harta karun terbesar Anda.” Mari belajar untuk menjadi pribadi yang sederhana, sabar dan mampu mengasihi.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply