Homili 24 April 2020

Hari Jumat, Pekan II Paskah
Kis. 5:34-42
Mzm. 27:1,4,13-14
Yoh. 6:1-15

Mari Berbagi Hidup

Seorang sahabat menulis kepada saya informasi tentang sebuah kegiatan sosial di masa covid-19 dengan nama MBH. Saya bertanya kepadanya apa kepanjangan dari MBH ini. Dia menjawabku, “Romo, MBH itu kepanjangannya Mari Berbagi Hidup”. Saya tersenyum dan menunggu penjelasannya lebih lanjut. Ia mengatakan: “Untuk menunjukkan rasa empati dengan sesama yang masih mengalami kesulitan karena covid-19 ini, maka sangat dibutuhkan semangat dan jiwa sosial kita sebagai Gereja dan masyarakat luas. Kita membutuhkan sesama dan sesama juga membutuhkan kita.” Tentang hal seperti ini saya sepakat. Saya sendiri merasa yakin bahwa meskipun dampak covid-19 ini sangat kuat dan luas namun sebagai makhluk sosial, kita tetap berusaha untuk menunjukkan kemanusiaan kita terutama terhadap mereka yang sedang menderita. Banyak yang dirumahkan selamanya tanpa dikasih pesangon, banyak yang mulai merasa beban ekonomi semakin berat. Semua ini akibat dari pandemi korona. Maka kampanye untuk melakukan social distancing, menggunakan masker, kebersihan diri dan mengusahakan daya tahan tubuh itu penting dan harus.

Pada hari ini kita mendengar kisah Tuhan Yesus menggandakan lima potong roti dan dua ekor ikan. Mikjizat ini terjadi ketika Tuhan Yesus menunjukkan belas kasih-Nya kepada orang-orang yang berbondong-bondong mengikuti-Nya di seberang danau Galilea. Tempat itu dikenal sekarang dengan nama Tabgha. Alasan mereka mengikuti Yesus adalah karena mereka melihat mukjizat penyembuhan terhadap orang-orang sakit yang dibuat oleh Yesus. Orang-orang banyak ini tentu merasa lapar dan haus. Tuhan Yesus menunjukkan kerahiman-Nya kepada mereka sehingga Ia meminta para murid-Nya untuk memberi mereka makan. Para murid sendiri secara manusiawi mengetahui apa yang mereka miliki dan lupa bahwa ada Tuhan yang akan memuaskan mereka semua. Mereka menghitung uang mereka hanya 200 dinar dan tidak cukup untuk belanja makanan dan minuman bagi banyak orang. Ada di antara mereka, seorang anak kecil yang mempunyai dua ekor ikan kecil dan lima roti jelai.

Ini adalah kesempatan bagi Tuhan Yesus untuk menjelaskan bagaimana menaruh kerahiman atau perasaan empati kepada orang-orang yang sangat membutuhkan. Bagi Yesus sedikit yang kita miliki akan memuaskan banyak orang yang kelihatan. Maka Ia meminta para murid untuk memberi aba-aba supaya orang banyak itu duduk di atas rumput hijau. Tuhan Yesus berekaristi bersama mereka. Ia mengambil lima roti jelai dan dua ekor ikan lalu mengucapkan syukur kepada Bapa di Surga, dan mempersilakan para murid untuk membagikannya kepada orang-orang yang duduk di atas rumput hijau untuk makan. Mereka semua makan sampai kenyang bahkan masih ada sisa duabelas bakul penuh. Pada akhirnya orang-orang memuji Yesus dengan berkata: “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.”

Kisah tentang mukjizat ini merupakan kisah kehidupan kita di hadirat Tuhan dan sesama. Banyak kali kita takut menjadi miskin sehingga sulit untuk berbagi. Kita merasa bahwa hanya sedikit yang kita miliki sehingga sebaiknya untuk kita saja yang memakainya, tetapi bagi Tuhan tidaklah demikian. Ia mengedukasi para murid untuk berani berbagi meskipun mereka memiliki sedikit di tangan. Tuhan Yesus membuktikannya dengan hanya ada dua ekor ikan dan lima roti jelai berhasil mengenyangkan lebih dari lima ribu orang, bahkan masih ada sisa. Ketika kita berbagi kita akan hidup dalam kelimpahan rahmat dan berkat Tuhan.

Tuhan Yesus tidak hanya mengajar tentang semangat berbagi, tetapi Dia juga menunjukkan diri-Nya dalam Ekaristi. Sama seperti Dia mengambil roti dan ikan, mengucap syukur dan membagikannya kepada para murid, demikian juga dalam Ekaristi kita memandang Yesus yang memecah-memecahkan diri-Nya, memberi diri-Nya dalam rupa roti dan anggur untuk keselamatan semua orang. Ekaristi adalah model berbagi hidup yang paling tepat. Yesuslah model yang paling tepat untuk berbagi. Kalau Tuhan Yesus berbagi hidup, mengapa kita begitu sulit untuk berbagi? Mengapa kita takut miskin, pelit dan serakah? Kita menjadi hebat bukan karena kita kaya raya dengan kelimpahan harta benda tetapi kita kaya raya dalam iman kepada Tuhan, sebab Tuhan adalah segalanya, melebih harta apapun. Dialah yang menciptakan segalanya.

Dalam bacaan pertama, kita melihat sosok para murid yang juga berani berbagi hidup dengan Yesus dan geraja perdana. Mereka siap untuk diperiksa okeh Mahkamah Agama Yahudi. Mereka bahkan siap menjadi martir karena kasih kepada Yesus. Mereka dianggap layak menderita penghinaan karena nama Yesus. Mereka malah semakin berani mewartakan Injil kepada banyak orang bahwa Yesus sungguh-sungguh Mesias.

Bagai mana dengan kita? Pada hari ini kita belajar untuk berbagi hidup, mencakup bakat, kemampuan dan waktu. Semuanya itu demi kemuliaan nama Tuhan bukan kemuliaan kita sendiri. Hindarilah perasaan menjadi miskin karena Tuhan akan membuat kita menjadi kaya di hadirat-Nya. Mari kita belajar terus untuk berbagi hidup.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply