Homili 23 April 2020

Hari Kamis,Pekan II Paskah
Kis. 5:27-33
Mzm. 34:2,9,17-18,19-20
Yoh. 3:31-36

Saat yang tepat untuk bersaksi

Ada seorang sahabat menulis kepada saya pagi ini tentang situasi terakhir covid-19 di Indonesia. Pandemi ini sudah menguasai seluruh Indonesia di mana pada tanggal 22 April 2020 sudah tercatat 7.418 kasus, di mana terdapat 5.870 yang dirawat, 635 meninggal dan 913 sembuh. Menurutnya, jumlahnya ini akan tetap meningkat kalau kebijakan pemerintah seperti social distancing, membersihkan diri misalnya dengan hand sanitizer, larangan untuk berkumpul dalam jumlah banyak dan kebijakan lainnya tidak ditaati oleh masyarakat. Saya mengangguk-angguk saat membaca pesan sahabat ini, sambil membayangkan wajah orang-orang yang saya temui setiap hari. Memang masih sulit sekali untuk mendengar kesaksian dan percaya kepada orang-orang yang sudah sembuh dari covid-19 dan taat kepada peraturan yang berguna untuk kebaikan bersama. Saya membayangkan bahwa dengan pandemi covid-19 yang nyata di depan mata, ditambah dengan kesaksian mereka yang sembuh dan yang meninggal dunia saja orang masih belum percaya dan taat, apalagi percaya dan taat kepada Tuhan. Ini namanya orang bertegar hati di hadapan Tuhan dan sesama.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menghadirkan sosok-sosok tertentu yang membantu kita untuk bersaksi, percaya dan taat. Sosok-sosok yang menginspirasi untuk bersaksi adalah Yohanes Pembaptis dan para rasul Yesus. Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa setelah pertemuan tertutup antara Nikodemus dan Yesus berakhir, Yesus bersama para murid-Nya berangkat ke Yudea. Ia menggunakan quality time-Nya bersama para murid sambil membaptis orang-orang yang datang kepada-Nya. Yohanes Pembaptis juga tetap melanjutkan karyanya dengan mempersiapkan orang-orang supaya bertobat dan siap menerima Mesias. Ia membaptis banyak orang di Ainon, dekat Salim. Pada saat itu sempat terjadi perselisihan tentang penyucian antara para murid Yohanes Pembaptis dan orang-orang Yahudi. Selanjutnya para murid Yohanes juga menyaksikan Yesus membaptis banyak orang sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengapa Yesus melakukan hal yang sama dengan guru mereka Yohanes? Bahkan dikatakan, lebih banyak orang datang kepada-Nya.

Yohanes Pembaptis menunjukkan kebijaksanaannya. Ia memberi kesaksiannya tentang siapakah Yesus sebenarnya. Sikap awal yang ditunjukkan Yohanes adalah ia tidak merasa ada saingan baru. Ia bahkan sudah membiarkan murid-murid-Nya meninggalkan dirinya dan bergabung dengan Yesus. Sebab itu ia memberi jawaban yang bagus kepada murid-muridnya tentang Yesus: “Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari surga” (Yoh 3: 27). Yohanes melihat sosok Yesus sebagai orang yang berasal dari surga. Maka ia juga mengenal dirinya sebagai yang datang mendahului-Nya, bahkan Ia harus semakin besar sedangkan Yohanes sendiri mengakui harus semakin kecil (Yoh 3: 30).

Lalu kesaksian apa yang mau disampaikan Yohanes Pembaptis tentang Yesus? Pertama, Yesus berasal dari atas (sorga) maka Ia ada di atas semuanya. Yesus tidak berasal dari bumi ini. Kedua, karena Yesus berasal dari surga yang di atas maka Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat dan didengar-Nya. Sayang sekali orang tidak menggunakan mata dan telinganya sehinga tidak melihat dan mendengar kesaksian-Nya. Ketiga, Yesus adalah utusan Allah sehingga Dia menyampaikan Sabda Allah. Kekuatan untuk menyampaikan Sabda berasal dari Roh Kudus. Keempat, Bapa mengasihi Anak dan menyerahkan segala kuasa kepada-Nya. Kita mengingat kembali episode Bunda Maria mengunjungi Elizabeth dan Yohanes Pembaptis adalah sosok yang melonjak kegirangan di dalam Rahim Elizabeth ibunya. Kini sukacitanya itu terungkap dalam kata-kata berupa kesaksian tentang sosok Yesus yang sebenarnya.

Kesaksian Yohanes ini nantinya diperkuat oleh para rasul Yesus. Simon Petrus dan teman-temannya ditangkap dan dipenjarakan. Mereka dihadapkan Mahkamah Agama Yahudi dan ini adalah kesempatan bagi mereka untuk bersaksi tentang Yesus di hadapan sang imam besar. Para rasul sempat diminta untuk tidak boleh mengajar dalam nama Yesus dari Nazaret. Apalagi sudah banyak orang yang percaya kepada Yesus dan beban penumpahan darah-Nya dilimpahkan kepada para pemimpin dan tua-tua Israel. Petrus saat itu tidak takut untuk bersaksi di hadapan mereka. Ia berkata: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.” (Kis 5: 29-32).

Kesaksian Simon Petrus di hadapan Mahkamah Agama ini memperkuat iman kita. Kita harus taat kepada Allah bukan kepada manusia. Banyak kali kita taat kepada manusia demi uang, harta dan kedudukan. Banyak orang murtad dan meninggalkan Yesus seorang diri. Para rasul tidak gentar untuk bersaksi tentang Yesus, dan kita saat ini sebagai Gereja harusnya seperti itu. Di tengah wabah covid-19 yang berdampak pada kemiskinan dan kemelaratan, kita berani untuk bersaksi bahwa Tuhan tetaplah penolong kita. Antara Yohanes Pembaptis dan para Rasul, mereka memberi kesaksian yang sama supaya kita semakin percaya dan taat kepada Kristus.

Apa yang harus kita lakukan saat ini? Para sosok dalam bacaan Kitab Suci hari ini, melalui kesaksian hidupnya mengingatkan kita akan dua hal penting yakni percaya dan taat. Kita percaya kepada Tuhan sebagai anugerah yang cuma-cuma dari Tuhan. Kalau kita berbicara tentang percaya maka kaitannya langsung pada iman. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan begini: “Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus, tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan kepercayaan yang diberikan kepada seorang manusia. Menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah, dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adalah tepat dan benar. Sebaliknya adalah sia-sia dan salah memberikan kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk”. (Bdk. Yer 17:5-6; Mzm 40:5; 146:3-4) (KGK, 150).

Kita juga diingatkan untuk taat kepada Tuhan. Ketaatan itu ada kalau kita dapat mendengar dengan baik. Dan kalau kita mendengar dan taat maka kita juga akan mampu mengasihi. St. Paulus mengatakan: “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Rom 10:17). Iman yang muncul dari pendengaran memampukan kita untuk lebih taat lagi kepada Tuhan dan lebih mengasihi Tuhan dalam hidup kita. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk bersaksi tentang iman dan ketaatan kita. Jangan menunda kesaksianmu.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply