Homili 15 Mei 2020

Hari Jumat, Pekan Paskah ke-V
Kis. 15:22-31
Mzm. 57:8-9,10-12
Yoh. 15:12-17

Siap Komandan!

Saya mengingat seorang karyawan yang setiap kali diminta untuk mengerjakan sesuatu, ia selalu berdiri, dengan posisi tubuh tegak berkata: “Siap Komandan!” Saya mengira ia bersikap demikian hanya kepada orang tertentu saja, tetapi ternyata kepada siapa saja yang memberinya tugas tertentu, ia selalu memberi jawaban yang sama. Saya lalu bertanya kepadanya alasan mengapa ia selalu menjawab demikian. Ini adalah jawabannya yang membuatku membuka mata lebar-lebar: “Setiap perintah adalah suara Tuhan bagiku, dan saya siap melayani!” Saya membuka mata lebar-lebar sebab orang sederhana ini sudah mengedukasi saya supaya setia dalam hidup saya untuk merasa yakin bahwa setiap perintah yang saya dengar adalah suara Tuhan. Saya harus mendengarnya dengan baik, melakukannya dengan taat dan ini adalah ungkapan cinta kasih kepada orang yang memberikan perintah atau komando kepada saya. Saya merasa yakin bahwa banyak di antara kita pasti memiliki pengalaman yang mirip dengan kisah ini.

Kita mendengar kisah Yesus tentang amanat perpisahan yang dilakukan di hadapan para murid-Nya pada malam perjamuan terakhir. Kali ini Yesus mengatakan tentang relasi persaudaraan dalam kasih. Komunitas Yesus ini dibentuk dalam kasih agape bukan hanya sekedar kasih saja. Artinya, Tuhan lebih dahulu mengasihi kita maka kita pun harus saling mengasihi sebagai saudara. Saling mengasihi merupakan sebuah perintah atau komando yang harus kita lakukan. Lebih jelas Yesus berkata: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yoh 15:12). Orang tidak hanya berkata saling mengasihi sebagai saudara tetapi Tuhanlah yang lebih dahulu mengasihinya.

Kasih macam apa yang Tuhan berikan kepada manusia? Sebuah kasih yang nyata, penuh dengan pengorbanan. Yesus berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Maka kasih sejati itu penuh dengan pengorbanan, penderitaan untuk kebaikan dan keselamatan sesama mansuia. Tuhan Yesus sendiri menunjukkan teladan bagi kita semua. Kasih-Nya yang besar penuh dengan pengurbanan. Sebab itu Yesus sebagai Tuhan bahkan menyapa kita bukan sebagai hamba tetapi sebagai sahabat. Ini benar-benar merupakan suatu hal yang luhur. Tuhan rela menjadi sahabat bagi manusia. Dia tidak menganggap manusia sebagai hamba-Nya. Mengapa kita masih menganggap sesama manusia sebagai hamba bukan sahabat? Mengapa kita memperlakukan orang lain berdasarkan uang bukan berdasarkan jati dirinya sebagai manusia? Kita adalah sahabat sebab Ia telah memberitahukan kita segala sesuatu yang sudah didengar dari Bapa. Kita adalah sahabat Tuhan karena kita mengetahui segala sesuatu yang Tuhan ajarkan kepada kita melalui Roh Kudus.

Pada akhirnya Tuhan Yesus menegaskan kepada para murid-Nya tentang jati diri mereka sebagai orang pilihan untuk melakukan perintah baru atau perintah kasih. Inilah perkataan Yesus: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” (Yoh 15:16). Tuhan sendiri yang memilih dan menetapkan kita maka jangan pernah mengelak untuk melakukan perintah kasih ini. Kasih Tuhan haruslah berbuah di dalam hidup kita semua. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan bukan semata-mata pekerjaan manusiawi kita tetapi kita melakukan pekerjaan Tuhan. Dia telah memilih dan menetapkan kita untuk bekerja maka lakukanlah pekerjaan-pekerjaan itu dengan penuh rasa tanggung jawab.

Apa yang hendak Tuhan katakan bagi kita melalui Injil hari ini? Kita bertumbuh dalam kasih, yang dimulai di dalam keluarga masing-masing. Kasih yang kita alami itu penuh dengan pengurbanan. Misalnya, orang tua berkurban untuk mewujudkan kasihnya bagi anak-anaknya. Para guru mengurbankan diri bagi para siswa dan siswinya. Semua orang dari berbagai profesi mengurbankan dirinya bukan semata-mata untuk mencari uang tetapi untuk mewujudkan kasihnya kepada Tuhan dan sesamanya. Untuk itu butuh semangat dan relasi persahabatan yang mendalam di antara pribadi manusia.

Apa yang harus kita lakukan di dalam hidup ini supaya setia mengasihi Tuhan dan sesama?

Inspirasinya ada dalam bacaan pertama yang kita dengar dari Kisah Para Rasul. Gereja yang barusan bertumbuh baik di Yerusalem maupun di diaspora berusaha untuk menata dirinya. Tentu saja bukanlah hal yang mudah tetapi mengalami banyak tantangan. Hanya saja kekuatannya itu berasal dari Tuhan yang sudah memilih dan menetapkan orang-orang yang menjadi fundasi bagi Gereja-Nya. Kalau bukan kekuatan dari Tuhan maka Gereja sudah tidak ada namanya lagi. Sebab itu ketika ada orang-orang yang merasa diri status quo keselamatan dan mengajarkan bahwa keselamatan ada kalau orang itu di sunat maka semuanya akan menjadi terang benderang karena campur tangan Tuhan. Konsili pertama di Yerusalem adalah bukti jelas peran dan campur tangan Tuhan di dalam Gereja untuk memberi terang tentang keselamatan.

Kita mendengar hasil-hasil keputusan Konsili pertama di Yerusalem yang disampaikan kepada kepada jemaat di Antiokhia. Konsili mengutus Yudas atau Barsabas dan Silas untuk menemani Paulus dan Barnabas supaya menyampaikan hasil Konsili yang diakui sebagai keputusan Roh Kudus dan keputusan para Bapa Konsili bahwa menjadi orang Kristen itu tidak perlu sunat. Selanjutnya mereka harus mentaati beberapa kesepakatan berikut ini: “Kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik.” (Kis 15:29). Surat berupa keputusan hasil Konsili disampaikan oleh Barsabas dan Silas dan membuat semua orang di Antiokhia, Siria, Kilikia dan bangsa-bangsa lain bersukacita kepada Tuhan. Komando dari Roh Kudus dan para Bapa Konsili berhasil dieksekusi oleh para utusan Tuhan di Antikhia.

Siap komandan! Perkataan yang sama bisa menjadi sikap kita di hadapan Tuhan dan sesama. Ini adalah wujud ketulusan persahabatan kita. Ini adalah tanda bahwa kita mendengar, mentaati dan mengasihi. Mengapa kita bersikap demikian? Karena Tuhan yang memilih dan menetapkan kita untuk tujuan-Nya bukan untuk tujuan kita. Siap komandan!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply