Kerahiman Allah sungguh nyata
Adalah Khalil Gibran (1883-1931). Penulis dan pelukis dari Lebanon-Amerika pernah berkata: “Anda dapat melupakan orang yang tertawa bersamamu, tapi jangan pernah melupakan orang yang telah menangis bersamamu.” Bagi saya, perkataan ini super sekali. Kita semua memang mudah melupakan orang yang pernah tertawa bersama kita namun Gibran mengajak kita supaya jangan pernah melupakan orang yang telah menangis bersamamu. Orang yang pernah menangis bersama kita pernah memahami rahasia kehidupan kita dan mereka juga lebih concern dengan kehidupan pribadi kita. Namun kita juga perlu realistis karena pada kenyataannya ada juga banyak orang yang berprinsip: “Lebih mudah mengingat orang-orang yang tertawa dan berbahagia bersama dari pada mengingat orang yang pernah menangis bersama karena hanya akan membuat sakit hati kita mengingat hal yang membuat kita menangis.”
Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Tuhan Yesus sedang melakukan perjalanan bersama para murid-Nya menuju ke kota Yerusalem. Tempat tujuan semakin mendekat, Hati Yesus selalu tergerak oleh belas kasih kepada umat manusia yang berdosa. Ia memandang kota Yerusalem (Ibrani: יְרוּשָׁלַיִם Yerusyaláyim) atau Al-Quds (bahasa Arab: القُدس, yakni kota damai namun belum ada rasa damai di kota itu. Di sini Yesus menunjukkan diri sebagai Pribadi yang sungguh manusia dan sungguh Allah, yang tergerak oleh belas kasih-Nya yang mendalam. Ia berkata: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.” (Luk 19:42-44).
Tuhan Yesus menangisi kota Yerusalem karena Ia sangat mencintai Yerusalem sebagai kota damai dan orang-orang yang menghuninya karena mereka belum memiliki rasa damai. Tuhan menangis sebagai tanda kerahiman-Nya yang begitu mendalam bagi manusia. Tuhan Yesus adalah Pangeran Damai (Yes 9:6). Ia pernah berkata: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” (Yoh 14:27). Dan di bukit Sabda Bahagia, Ia berkata: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat 5:9). Damai itu titipan Tuhan kepada kita dan sungguh kita adalah anak Allah kalau kita berani membawa damai kepada sesama manusia. Damai yang menjadikan kita sebagai anak-anak Allah merupakan tanda nyata kerahiman Allah bagi kita.
Apakah ada damai di dalam hatimu? Apakah anda merasakan kasih dan kerahiman Allah yang sungguh nyata dalam hidupmu? Kedua pertanyaan ini boleh membantu kita untuk memeriksa bathin dan menyatakan tobat kita di hadirat Tuhan Yang Maharahim. Paulo Coelho, penulis berkebangsaan Brazil pernah berkata: “Tak perlulah memikirkan apa kata orang. Menangislah kalau perlu. Menumpahkan air mata itu baik.” Tuhan Yesus saja menangisi dosa manusia. Mengapa kita sendiri tidak menangisi dosa dan salah kita? Mari kita berubah menjadi yang terbaik. Rasakanlah kerahiman Allah dan bawalah kerahiman Allah dalam hidupmu. Tuhan memberkati kita semua.
P. John Laba, SDB