Food For Thought: Betapa sulitnya mengampuni

Betapa sulitnya mengampuni

Adalah Dalai Lama XIV. Pemimpin spiritual dari Tibet pernah berkata: “Semua tradisi agama utama pada dasarnya membawa pesan yang sama, yaitu cinta, kasih sayang, dan pengampunan. Hal yang penting adalah hal-hal tersebut harus menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.” Saya merasa yakin bahwa kita semua sepakat dengan perkataan Dalai Lama ini. Tuhan Yesus sendiri mengajar kita tentang cinta karena Dia adalah cinta, kasih sayang karena merupakan hal yang penting dalam hidup bersama dan pengampunan. Dia tidak hanya mengajar tetapi menunjukkan teladan cinta, kasih sayang dan pengampunan.

Namun demikian selama melayani sebagai seorang imam, saya merasa betapa sulitnya orang katolik tertentu mengampuni sesamanya. Saya mengingat seorang yang pernah bercerita kepada saya: Dia rajin berdoa Bapa kami. Setiap hari dia mendoakan lebih dari sepuluh kali, karena baginya Doa inilah yang menjadi awal panggilannya untuk menjadi katolik. Dia baru menyadari setelah bertahun-tahun bahwa dalam doa Bapa kami ada kalimat ini: “Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami.” Dia merasa sangat bersalah karena sudah banyak orang yang dipanggil Tuhan padahal belum ada rekonsiliasi di antara mereka. Dan ini menjadi momen baginya untuk berubah total. Dia belajar untuk mengampuni dengan melupakan semua hal yang sudah terjadi. Dia juga berusaha untuk melihat yang terbaik di dalam diri sesama tanpa berusaha mengingat-ingat yang tidak baik.

Seorang yang lain lagi bercerita bahwa dia memang mendoakan doa Bapa kami tetapi tetap kesulitan untuk mengampuni. Dia bahkan mengatakan bahwa Tuhan Yesus bisa mengampuni karena Dia itu Tuhan, saya tidak bisa mengampuni karena saya manusia. Saya sebagai gembala merasa sedih ketika mendengar celotehan, curhat umat yang sudah bertahun-tahun menjadi katolik tetapi imannya masih begitu saja. Orang masih suka mengingat-ingat kesalahan orang maka dia tetap kesulitan untuk mengampuni. Maka betapa sulitnya manusia yang berjiwa pengampun. Betapa sulitnya mengampuni sesama. Tetapi apa untungnya kita tidak mengampuni sesama? Kapan lagi kita bisa mengampuni? Sebelum saudara maut menjemputmu, ampunilah supaya engkau juga diampuni oleh sang Pengampun yaitu Tuhan.

Sesungguhnya mengampuni itu berarti melupakan pikiran, perkataan dan perbuatan yang sudah terjadi. Kalau orang memiliki kemampuan untuk melupakan maka dengan sendirinya ia dapat mengampuni. Tuhan juga seperti itu. Dia tidak menghitung dosa-dosa kita tetapi melihat iman dan kepercayaan kita kepada-Nya. Raja Daud sendiri pernah berdoa: Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan yang tidak berjiwa penipu!” (Mzm 32:1-2). Tuhan saja melupakan dosa kita karena Dia sungguh mengampuni kita. Itu sebabnya Petrus ketika bertanya kepada-Nya: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Mat 18:21) dan Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18:22). Pengampunan dari Tuhan itu selalu dan tidak ada batasnya. Hal yang sama juga harus kita lakukan dalam hidup kita. Tuhan berani melupakan kesalahan manusia, kita juga berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi. Hanya dengan demikian kita sungguh menjadi Kristus di dunia ini.

Tuhan mengampunimu maka ampunilah juga sesamamu.

P. John Laba, SDB