Homili 18 Agustus 2021

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XX
Hak. 9:6-15;
Mzm. 21:2-3,4-5,6-7;
Mat. 20:1-16a

Selalu bersyukur kepada Tuhan

Pada pagi hari ini saya menerima kiriman sebuah link youtube dari seorang sahabat yakni: https://youtu.be/X5rsC9-LloY dengan tambahan kata-kata ‘Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasanya bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa’. Saya langsung mengingat D’Masive yang pertama kalinya mempopulerkan lagu dengan judul ‘Jangan menyerah’ pada tahun 2009 yang lalu. Sejalan dengan waktu yang mengalir begitu cepat, lagu sederhana ini sebenarnya sangat menguatkan kita semua pada masa pandemi ini. Banyak orang yang sedang putus asa dan patah semangat karena mengalami dampak langsung pandemi C-19, seperti kehilangan orang-orang yang dikasihi, kehilangan pekerjaan, hancurnya relasi antar pribadi di dalam keluarga. Sayapun mendengar lagu ini beberapa kali dan lebih tertarik lagi pada bagian dari lirik lagu ini: “Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah. Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.” Bagi saya, kita semua memang sedang mengalami dampak dari pandemi C-19 ini namun sebagai orang beriman, satu hal yang harus tetap ada dalam hidup pribadi kita adalah bersyukur dengan apa yang sedang kita miliki. Kita masih hidup seperti biasa maka patutlah kita syukuri hari demi hari.

Saya sebagai seorang gembala selalu merayakan Ekaristi setiap hari. Kadang-kadang saya sendiri lupa bersyukur dalam hidup ini. Namun setiap kali menyiapkan diri untuk merayakan Ekaristi harian, saya merasa yakin bahwa Tuhan juga mengingatkan dan menyadarkan saya untuk selalu bersyukur dalam segala hal. Saya terinspirasi oleh seorang Raja Daud yang memiliki banyak kelemahan namun di hadirat Tuhan, dia tetap tegar untuk bersyukur kepada Tuhan dengan berkata: “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” (Mzm 118:29). Sesulit apapun hidup ini, kalau saya masih bernapas maka saya memang harus bersyukur karena kasih Tuhan itu kekal selamanya. Dia tidak pernah berhenti mengasihi dengan cara-Nya sendiri yang saya sadari atau tidak sadari. Itulah sosok Allah adalah kasih bagi kita semua.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini memberi sebuah perumpamaan yang sudah sangat populer bagi kita semua. Tuhan itu murah hati kepada semua orang maka kita sebagai manusia hanya bisa bersyukur kepada-Nya atas segala sesuatu yang kita miliki, baik atau buruk, banyak atau sedikit. Kita siap untuk melayani seperti Tuhan sendiri melayani kita semua. Itulah pengalaman akan Kerajaan Surga dalam kehidupan kita setiap hari. Lebih jelas, Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang Kerajaan Surga kepada para murid-Nya. Konon ada seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar untuk mencari pekerja supaya bekerja di kebun anggurnya, sekaligus kesepakatan bersama dan jelas tentang upah harian yang akan diterima pada akhir hari yakni satu dinar. Tuan rumah itu pergi lagi pada jam sembilan untuk memanggil orang-orang yang duduk di pasar, hal yang sama terjadi pada jam dua belas dan pada jam tiga sore serta jam lima sore. Kesepakatannya sama yakni bekerja di kebun anggurnya dengan upah harian satu dinar.

Pada malam hari ia memanggil mandornya untuk memberikan upah kepada para pekerja, mulai dari mereka yang dipangggil tuan rumah pada jam lima, tiga, dua belas, Sembilan dan enam pagi dengan upah yang sama sesuai kesepakatan yakni satu dinar. Bagi mereka yang datang bekerja pada jam lima sore dan jam tiga sore mungkin merasa wajar saja kalau mereka menerima satu dinar. Namun berbeda dengan mereka yang datang pada waktu-waktu yang sebelumnya. Mereka lupa akan kesepakatan awal bahwa mereka menerima satu dinar per hari sehingga mereka bersungut-sungut dengan membandingkan lamanya waktu kerja mereka dengan orang yang lainnya serta upah yang semuanya sama. Mereka menghitung pengurbanan mereka di bawah terik matahari dan pekerjaan yang berat. Mereka merasa bahwa tuan rumah telah bertindak tidak adil kepada mereka.

Tuan rumah itu dengan tenang mengatakan kepada salah seorang yang sedang bersungut-sungut di hadapannya: “Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” (Mat 20:13-15). Saya membayangkan suasana yang tegang itu menjadi tenang ketika tuan rumah mengingatkan mereka tentang kesepakatan upah satu dinar sehari tanpa memandang lamanya waktu kerja dan apa saja yang dialami sepanjang mereka kerja. Tuan rumah memiliki cara pandang sendiri tentang keadilan bagi para pekerja berdasar pada kesepakatan upah dan kemurahan hatinya.

Kerajaan Surga dalam perumpamaan ini sangat unik dan edukatif. Keunikannya terletak pada konsep tuan rumah dan para pekerja yang dipekerjakannya. Tuan rumah tidak lain adalah gambaran Tuhan sendiri sang pemilik Kerajaan Surga. Dia menunjukkan kasih dan kemurahan-Nya kepada manusia ibarat tuan rumah dengan para pekerja yang menganggur dan duduk di pasar sambil menunggu panggilan para juragan untuk bekerja dengan upah harian. Kasih dan kemurahan Tuhan ditunjukkan dengan inisiatif-Nya yang pertama untuk keluar, berjumpa dan memanggil manusia sesuai konteks hidupnya dan sepakat untuk bekerja sama dengan upah tertentu, dalam hal ini masuk dan mendiami Kerajaan Surga. Manusia adalah gambaran orang-orang saat Yesus masih hidup di mana mereka juga mengalami kesulitan dalam mendapat pekerjaan sehingga duduk mereka duduk di pasar sambil menunggu para juragan memanggil untuk bekerja dengan upah harian. Manusia tidak berdaya di hadapan Tuhan meskipun sudah diberikan berbagai potensi, bakat dan kemampuan dari Tuhan. Mereka harus bekerja sesuai kesepakatan yang ada untuk dapat makan dan minum. Tidak mendapat pekerjaan berarti mereka tidak mendapat makanan dan minuman sebagai rejeki harian.

Tuhan memiliki karakter murah hati dan memberikan pekerjaan bagi pekerja di dalam kerajaan-Nya. Dialah yang membuka pintu Kerajaan-Nya bagi setiap orang yang bekerja dari awal hingga akhir hari dengan upah harian yang sama. Tuhan murah hati untuk semua orang. Di pihak manusia, ada dua sifat yang ditonjolkan yakni ada yang bekerja untuk mendapatkan upah, yang lainnya bekerja karena mereka mencintai pekerjaan yang menjadi karakter manusia itu sendiri. Mereka bekerja untuk kebaikan dirinya dan kebaikan sesama tanpa menghitung berapa upah yang mereka sepakati. Inilah pengabdian total kepada Tuhan dan sesama. Inilah yang dinamakan melayani Tuhan dan sesama dengan sukacita. Maka dari Tuhan manusia juga belajar menjadi murah hati bagi dirinya dan sesama. Ini yang lebih penting, bukan sekedar bekerja untuk mendapatkan upah.

Kita bersyukur kepada Tuhan karena kemurahan hati-Nya bagi kita maka hendaklah kita juga bermurah hati kepada sesama. Kita bekerja untuk hidup dan menghidupi diri dan sesama kita dalam pelayanan yang nyata. Tetaplah melayani dan melayani Kerajaan Surga di dunia ini. Tetaplah bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita.

P. John Laba, SDB