Homili Hari Raya Santa Perawan Maria – Bunda Allah – 2022

HARI RAYA SP MARIA BUNDA ALLAH
Hari Perdamaian Sedunia
Hari Sabtu Imam
Bil. 6:22-27;
Mzm. 67:2-3,5,6,8
Gal. 4:4-7
Luk. 2:16-21

Tetap Mengagumi Bunda Maria

Selamat tahun baru yang kedua dalam masa pandemi C-19, 1 Januari 2022. Tahun baru kali ini memang berbeda dengan tahun yang lalu. Suasana saat ini lebih longgar, namun demikian protokol kesehatan tetap harus dipatuhi. Virus ‘Omicron’ sedang merebak dan menakutkan banyak orang. Dengan demikian, sifat kewaspadan perlu dimiliki oleh kita semua. Kita mengawali tahun baru 2022 ini dengan mengenang beberapa peristiwa di dunia ini. Pertama, kita mengenang sosok Bunda Maria sebagai Bunda Allah. Kedua, kita mengenang hari ini sebagai hari perdamaian dunia. Dan yang terakhir adalah hari Sabtu Pertama dalam bulan, sebagai hari istimewa untuk mendoakan para imam. Beberapa peristiwa ini mendorong kita untuk hidup sebagai satu keluarga Allah dan berjalan bersama menuju kepada-Nya.

Salah satu peristiwa yang kita kenang pada hari ini adalah perayaan Hari Raya Santa Perawan Maria sebagai Bunda Allah. Dia adalah Ratu para Imam. Tentang Bunda Maria, saya selalu mengingat perkataan Paus Fransiskus ketika memberi katekese yang berdasar pada kisah tentang Mukjizat Tuhan Yesus yang pertama di Kana (Yoh 2:1-12). Ia mengatakan: “Saat hidupmu terasa berat, pergilah kepada Bunda Maria. Jangan pernah merasa sendirian”. Lebih jelas, Paus Fransiskus mengatakan: “Ketika kita berada dalam situasi yang sulit, ketika terjadi masalah yang sulit untuk kita selesaikan, ketika perasaan cemas dan ragu menyelimuti kita, ketika kita tidak merasa bersukacita, silakan pergilah kepada Bunda Maria dan katakanlah kepadanya: “Kami tidak memiliki anggur, anggurnya sudah habis. Lihatlah bagaimana aku, lihat hatiku, lihat jiwaku. Katakanlah ibu”. Pada saat itu dia akan pergi kepada Yesus dan berkata: “Lihat ini, lihat ini: dia tidak memiliki anggur.” Dia akan kembali kepada kita dan berkata: “apapun yang dia katakana kepadamu, lakukanlah”. Saya membayangkan kita semua memandang dan mengagumi Bunda Maria. dan berkata demikian dalam dialog-dialog kita Dia Bunda Allah, Bunda kita semua.

Kita mendengar Santo Lukas melukiskan kehidupan Maria yang begitu agung. Maria dan Yusuf hadir dalam kehidupan Yesus. Para gembala datang ke Bethlehem untuk melihat segala sesuatu yang disampaikan malaikat Tuhan kepada mereka. Mereka menemukan bayi Yesus yang terbaring dalam palungan bersama Maria dan Yusuf. Hal yang menarik perhatian kita adalah kehadiran Maria sebagai ibu. Ia menunjukkan keibuannya kepada para gembala bahwa ia hadir bersama anaknya Yesus dan merasakan penderitaan Yesus sang Anak Allah. Sikap Maria yang melekat pada dirinya adalah: Dia menyimpan segala perkara di dalam hatinya dan merenungkannya. Bayi itu kemudian diberi nama Yesus, nama yang disampaikan malaikat kepada ibunya (Maria).

Dari kisah Injil ini kita mendengar hal yang istimewa di dalam diri Maria sebagai Bunda Allah. Pertama, Maria menunjukkan keibuannya dengan hadir dan merasakan penderitaan Yesus Puteranya. Kehadiran Maria bukan hanya saat Yesus lahir di Bethlehem, tetapi sepanjang hidup Yesus, Maria selalu ada. Dari Maria kita belajar supaya selalu hadir dalam kehidupan anak-anak kita, orang-orang yang dipercayakan kepada kita. Jangan pernah lepas tangan atau membiarkan anak-anak sendirian. Kehadiran selalu menjadi hal yang penting dalam hidup sebagai orang tua di hadapan anak-anak. Kedua, Sifat keibuan Maria adalah menyimpan semua perkara di dalam hati dan merenungkannya. Sosok ibu yang tidak banyak berbicara dan mengeluh tetapi memilih diam karena mencintai Yesus dan mencintai Tuhan Allah. Ketiga, Tuhan memberikan kepercayaan kepada Maria sebagai Ibu. Ia sudah mendengar nama Yesus dan akan menyapa Yesus dengan nama-Nya selamanya. Kepercayaan Tuhan kepadanya sebagai ibu tidak disia-siakan begitu saja.

Maria mendapat tempat istimewa di hadirat Tuhan. Santo Paulus menulis kepada jemaat di Galatia: “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” (Gal 4:4). Maria sebagai wanita pilihan Tuhan ini disebutkan oleh Paulus. Anak Allah lahir dari rahim seorang wanita. Allah sungguh menjadi manusia, bersolider dengan manusia dalam diri Yesus Kristus. Sebab itulah wajarlah Maria disebut Bunda Allah sebab dialah yang mengandung dan melahirkan Yesus Kristus sang Anak Allah. Kelahiran Yesus dari rahim Maria membawa konsekuensi besar bagi kita semua yakni kita menjadi anak-anak Allah dan bersama Yesus kita menyapa Allah sebagai Bapa, Abba.

Apa yang harus kita lakukan? Pada hari ini kita memulai lembaran baru di tahun yang baru 2022. Kita bersyukur karena kasih karunia Tuhan bagi kita selalu baru dan kita memasuki tahun 2022 dengan optimisme dan harapan-harapan baru. Tuhan sendiri menjanjikan berkat-berkatnya kepada kita semua sebagaimana kita mendengarnya dalam bacaan pertama: “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.” (Bil 6:24-26). Kita benar-benar membutuhkan berkat, perlindungan, kasih dan kebaikan serta damai sejahtera. Tuhan tidak akan meninggalkan kita bergumul dalam masa pandemi ini. Dia memberikan Yesus Putera-Nya dan Maria Bunda Allah sebagai penjaga dan pelindung kita. Maka satu kata yang tepat untuk kita adalah ‘terima kasih Tuhan’.

Selamat Tahun Baru, selamat memulai hidup baru dalam kasih.

P. John Laba, SDB