Food For Thought: Uang Lima Puluh Ribu Rupiah

Uang lima puluh ribu rupiah

Pada pagi hari ini saya merayakan Ekaristi Kudus harian di Gereja Santa Odilia, Citra Raya. Perayaan Ekaristi berjalan baik hingga selesai. Saya memiliki kebiasaan berdiri dekat pintu dan menyalami setiap umat yang keluar dari dalam kapel setelah misa. Masing-masing umat dengan caranya sendiri mengucapkan selamat pagi, terima kasih atas pelayanan Ekaristi hari ini, terima kasih untuk Firman yang dibagikan dan lain sebagainya. Umat terakhir yang menyalami saya adalah seorang oma berusia tujuh puluan tahun. Dia sudah menyalami saya, kemudian kembali lagi dan memberi kepada saya selembar uang lima puluh ribu rupiah. Dia berbisik dekat ke telinga saya: “Romo, saya tidak punya apa-apa. Hanya ini nanti Romo membeli ice cream ya.” Dia membalikan badan dan menuju ke tempat parkir.

Saya kembali ke komunitas dengan hati yang penuh sukacita. Seorang oma melakukan perbuatan baik seperti memperhatikan anak atau cucunya. Dia memberi dengan sukacita. Saya menyimpan uang lima puluh ribu itu sebagai sebuah ingatan akan sosok seorang oma yang saya tidak kenal tetapi melakukan perbuatan baik yang sangat berharga. Pikiran saya lalu tertuju juga pada sosok janda miskin di dalam Injil. Tuhan Yesus bercerita di dalam Injil Markus: “Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Mrk 12:42-44).

Lima puluh ribu rupiah untuk ice cream. Oma yang saya juga tidak mengetahui namanya, memberi dengan sukacita, laksana seorang ibu kepada anak atau oma kepada cucunya. Dia memberi dengan sukacita apa yang dia miliki pagi ini. Tentu saja bukan nilainya, bukan juga ice cream yang mau dibeli. Tetapi di balik semua ini adalah perhatian dan kasih sebagaimana Tuhan sendiri menghendaki supaya kita melakukannya. Tuhan Yesus berkata: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh 13:34). Kasih itu berawal dari kita melakukan kehendak Tuhan sehingga konsekuensinya adalah kita menjadi saudara (Mrk 3:35).

Kadang-kadang kita mengalami kesulitan untuk memberi. Kita berpikir harus memberi dalam jumlah tertentu, dengan demikian orang akan mengapresiasi kita. Kalau hanya sedikit yang kita miliki, membuat kita sulit berbagi karena kita juga masih membutuhkannya Pikiran seperti ini tidak akan membantu kita untuk menjadi pribadi yang murah hati. Justru sedikit yang kita miliki, ketika kita berbagi dengan sukacita maka Tuhan akan tetap menambahkan dan kita tidak akan berkekurangan. Air di dalam gelas tidak berguna jalau tidak diminum, ketika kita meminumnya maka akan ditambakan lagi air untuk memenuhi gelas itu. Hidup dan pelayanan kita juga seperti air di dalam gelas. Maka bermurah hatilah sehingga orang memuliakan Bapa di Surga. Tuhan Yesus berkata: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” (Luk 6:36).

Si Oma dan uang lima puluh ribu telah menginspirasi saya hari ini untuk menjadi gembala berbau domba. Seorang gembala yang berdedikasi untuk anak-anak Tuhan di mana saja mereka berada. Saya mendoakan diri saya: “Tuhan berikan aku hati sebagai gembala yang baik, tidak pernah pudar dan lelah untuk berbuat baik kepada semua orang”. Saya mendoakan oma yang inspiratif hari ini, semoga dia sehat dan bahagia, murah hati kepada semua orang.

P. John Laba, SDB