Homili 28 Februari 2024

Hari Rabu Pekan II Prapaskah
Yer. 18:18-20
Mzm. 31:5-6,14,15-16
Mat. 20:17-28

Mari Melayani

Saya pernah melewati sebuah pastoran dan menemukan sebuah spanduk besar bertuliskan dua kata ini: “Mari Melayani”. Saya bertanya kepada beberapa orang di sekitar pastoran yang kelihatan cukup sibuk tentang spanduk tersebut. Mereka menjawabku: “Kami sedang menantikan kedatangan pastor kepala paroki yang baru”. Saya mengangguk dan melanjutkan perjalanan sambil merenung tulisan di spanduk dan jawaban umat di sekitar pastoran itu. Mari melayani adalah sebuah ajakan yang sangat bagus kepada gembala umat bahwa ia dipanggil dan dipilih Tuhan untuk melayani dengan sukacita. Menjadi pastor kepala paroki bukan sebuah jabatan untuk menunjukkan kehebatan di mata manusiawi kita melainkan sebuah pelayanan dan pengabdian kepada kemanusiaan dan kebaikan umat beriman di wilayah parokinya. Spanduk ini mengatakan tentang harapan umat kepada gembala untuk datang melayani bukan untuk dilayani dan mencari kursi, popularitas dan viral. Bukan juga untuk menjadi gembala ala celebrity atau selebgram dengan jutaan follower. Hanya satu saja yang diharapkan umat yaitu gembala berbau domba yang siap untuk melayani.

Masa prapaskah menjadi masa istimewa untuk meningkatkan semangat pelayanan kita dan coba untuk mematikan sikap ingat diri kita. Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk ikut melayani dengan penuh cinta dan pengorbanan diri. Ia hendak pergi ke Yerusalem. Sebab itu Ia mengajak para murid-Nya dalam di dalam komunitas-Nya, ia menjelaskan maksud kepergian bersama mereka ke Yerusalem. Dia adalah Anak Manusia yang akan menderita. Dia akn diserahkan kepada imam-imam kepala, para Ahli Taurat dan hukuman mati akan dijatuhkan kepada-Nya. Kekerasan fisik dan verbal akan dialami-Nya dan ini dilakukan oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Dalam penderitaan-Nya itu, masih ada satu harapan bahwa Ia wafat dan bangkit dari orang mati. Christus Vivit. Dia hidup untuk kita semua. Pelayanan Yesus adalah sebuah pelayanan sampai tuntas. Dia tidak hanya menderita hingga wafat saja tetapi bahwa Ia bangkit dari kematian-Nya pada hari ketiga.

Keteladanan Yesus ini haruslah menjadi pengalaman keseharian kita. Dia melayani dengan penuh pengorbanan, bahkan menyerahkan nyawa-Nya sendiri. Selanjutnya ditunjukan sosok anak-anak Zebedeus. Anak-anak Zebedeus adalah murid inti Yesus sekaligus menjadi gambaran diri kita di hadirat Tuhan. Anak-anak Zebedeus yakni Yakobus dan Yohanes memiliki ambisi tertentu dan keinginan untuk memiliki jabatan dalam komunitas. Maka anak-anak Zebedeus adalah gambaran diri kita yang kadang-kadang lupa bahwa hidup kita bermakna bukan karena berapa jabatan yang kita miliki melainkan seberapa besar karya pelayanan dan pengabdian kita bagi kemanusiaan di hadirat Tuhan. Jabatan itu hanya titipan dan sifatnya sementara saja. Cepat atau lambat jabatan itu akan beralih kepada orang lain yang mungkin akan lebih baik dari kita. Maka ambisi untuk berkuasa haruslah diganti dengan kesiapan untuk melayani sampai tuntas.

Bentuk pelayanan yang diharapkan Tuhan adalah bahwa kita semakin serupa dengan-Nya. Ia mengurbankan diri-Nya sampai tuntas dalam pelayanan-Nya maka kita pun haruslah demikian bukan berhenti dan menghitung-hitung apa yang sudah kita lakukan. Tuhan Yesus tidak hanya berbicara: “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Mat 20: 26-27), Yesus juga menunjukkan keteladanan: “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat 20: 28). Antara kata dan tindakan sangatlah sinkron. Hanya Yesus yang dapat melakukannya dengan baik.

Pengalaman Yesus ini pernah dialami oleh nabi Yeremia. Yeremia adalah nabi yang lahir dari sebuah keluarga imam dan bernubuat di Yehuda dari tahun 626 sampai 586 SM. Dia juga mengalami banyak penderitaan dalam pelayanan kenabiannya. Ia menderita sekali akibat mempertahankan kesetiaannya kepada Allah dan firman-Nya. Perikop kita hari ini bercerita tentang permufakatan untuk menganiayanya. Namun satu hal yang menarik adalah Yeremia tetap berpasrah kepada Tuhan. Tuhan menjadi andalan kenabiannya. Ia tetap berharap supaya Tuhan menyurutkan amarah-Nya. Ia berkata: “Perhatikanlah aku, ya Tuhan, dan dengarkanlah suara pengaduanku! Akan dibalaskah kebaikan dengan kejahatan? Namun mereka telah menggali pelubang untuk aku! Ingatlah bahwa aku telah berdiri di hadapan-Mu, dan telah berbicara membela mereka, supaya amarah-Mu disurutkan dari mereka.” (Yer 18:19-20).

Mari melayani. Ini sebuah ajakan yang indah bagi kita pada hari ini. Tuhan menghendaki supaya kita terus melayani, di saat senang dan bahagia, di saat susah dan tidak bahagia. Melayani tetaplah menjadi karakter anak-anak Tuhan. Mari Melayani!

P. John Laba, SDB