Merasa bersyukur
Mengakhiri hari ini saya mau mengucap syukur kepada Tuhan karena segala sesuatu yang sudah Dia lakukan bagimu dan bagiku. Rasa syukur ini berasal dari insight yang saya baca dan renungkan dari Kitab Ulangan di mana Tuhan meminta perhatian Umat Israel untuk berpegang teguh pada perintah-perintah dan ketetapan-ketetapan dari Tuhan. Melalui Musa Tuhan meminta umat Israel untuk menjalaninya dengan setia dan dengan sepenuh hati dan jiwa. Hanya dengan demikian umat Israel akan memiliki seorang Allah yang kudus dan mereka sendiri menjadi umat kesayangan-Nya.
Umat Israel itu umat yang tegar tengkuk, tegar hati dan mencobai Tuhan Allah di Masa dan Meriba. Mereka sendiri hidup dalam pergumulan. Mereka bergumul dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan lingkungan yakni padang gurun dan dengan Tuhan. Mereka pernah berkata kepada Musa: “Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih.” (Bil 11:5). Mungkin kita menertawakan mereka, tetapi inilah pergumulan mereka sebagai manusia lemah seperti kita dalam masa pandemi ini.
Namun demikian Tuhan tetaplah memiliki karakter sejati yakni kerahiman. Allah kita Maharahim dan Dia tidak menghitung dosa-dosa kita. Hal yang sama juga dilakukan Yesus bagi kita. Kita selalu berdoa: “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu, dan restuilah kami supaya hidup bersatu dengan rukun sesuai dengan kehendak-Mu. Sebab Engkaulah pengantara kami, kini dan sepanjang masa.” Tuhan melihat kita sebagai ciptaan yang mulia. Ia bahkan mengatakan kepada umat Israel: “Tuhan akan mengangkat engkau di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu, seperti yang dijanjikan-Nya.” (Ul 26:19). Kata-kata yang menguatkan kita: Tuhan mengangkat kita dan menjadikan kita terpuji, ternama dan terhormat.
Mari kita merenung sejenak perbuatan Tuhan bagi kita. Tuhan melihat jati diri kita sebagai manusia. Apakah kita juga melihat sesama kita dengan mata yang sama dengan Tuhan? Ternyata masih sulit. Kita suka merendahkan, mendiskreditkan, meremehkan, menganggap sesama ibarat sekrup yang memudahkan pekerjaan kita, mengukur kehadiran orang berdasarkan honorarium yang kita berikan. Betapa lemahnya kita di hadapan Tuhan dan sesama. Kita memang harus belajar untuk merasa malu kalau di masa prapaskah ini kita ternyata hidup seperti ini.
Hati kita akan tetap bersyukur karena Tuhan menghargai nilai luhur kita sebagai ciptaan. Kita juga akan lebih bermartabat ketika kita menghargai sesama manusia seperti kita menghargai diri kita sendiri. Semoga kita semakin terpuji, ternama dan terhormat di hadapan Tuhan dan sesama.
Tuhan memberkati,
PJ-SDB