Hari Selasa Pekan IV Paskah
Kis. 11:19-26;
Mzm. 87:1-3,4-5,6-7;
Yoh. 10:22-30
Katakan sejujurnya…
Selama tiga hari terakhir ini kita semua disapa oleh Tuhan Yesus dan Ia memperkenalkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik. Ciri khas sang Gembala baik adalah menjadi pintu kepada domba-domba, mengenal domba secara pribadi, mencintai setiap domba apa adanya, mengorbankan diri bagi domba-domba dan memberi hidup kekal kepada mereka. Kita melihat Gembala yang baik ini sangat unik. Dia hadir dalam level dan pengenalan manusiawi menuju kepada yang ilahi, dari pintu hingga hidup abadi. Gembala yang baik itu mengasihi domba-domba apa adanya bukan ada apanya dan kasih-Nya ini sampai tuntas.
Pada hari ini, kita mendapat gambaran lanjutan berupa dialog-dialog antara orang-orang Yahudi dengan Yesus. Ia sudah mengatakan diri-Nya secara terus terang sebagai Pintu kepada domba-domba dan bahwa Dialah Gembala yang baik. Dia tidak hanya sekedar sebagai Gembala tetapi juga seorang pemimpin sejati yang mampu memanggil nama domba-domba dengan nama mereka sendiri, dia berjalan di depan dan domba-domba itu mengikutinya karena mereka mengenal suaranya. Perkataan Yesus ini membuat orang Yahudi bertanya-tanya tentang jati diri Yesus yang sebenarnya. Mereka menghendaki sebuah kejujuran dari pihak Yesus. Mereka berkata kepada Yesus: “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” (Yoh 10:24). Tentu saja pertanyaan orang-orang Yahudi ini berdasar pada perasaan mereka yang begitu terpesona kepada-Nya, karena perkataan-perkataan tentang karakter Gembala yang baik.
Situasi ini tentu menjadi kesempatan yang baik bagi Yesus untuk membuka wawasan mereka supaya lebih mengenal Dia lagi. Ia menjawab mereka: “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.” (Yoh 10:25-26). Jawaban Yesus ini dimulai dari hal-hal sederhana yang selalu terjadi di antara mereka. Yesus mengajar dan mewartakan Injil, melakukan tanda-tanda heran sebagai pekerjaan dari Bapa tetapi kebanyakan orang-orang Yahudi tidak percaya kepada-Nya. Mereka malah berpikiran negatif kepada Yesus. Sebenarnya dari kata dan karya sudah membuat mereka percaya dan tak perlu mereka meminta perkataan sejujurnya dari Yesus bahwa Dialah Mesias. Mereka yang bertanya dan meminta kejujuran Yesus ini belum menjadi domba-domba Yesus.
Selanjutnya Tuhan Yesus menunjukkan jati diri-Nya kepada mereka dengan jujur dan yang menjadi domba akan percaya kepada-Nya. Ia berkata: “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.” (Yoh 10:27-28). Inilah kejujuran Yesus di hadapan orang-orang Yahudi. Dialah Gembala yang baik karena mengenal domba-domba-Nya dan mengurbankan diri bagi mereka. Semua domba ini diberikan Bapa kepada-Nya menjadi milik-Nya. Ia memperhatikan mereka dengan baik. Sebab itu domba-domba mengenal suara Dia sebagai Gembala dan mereka akan memperoleh hidup abadi. Yesus mengatakan semua ini dengan jujur karena persekutuan-Nya dengan Bapa di surga. Ia berkata: “Aku dan Bapa adalah satu.” (Yoh 10:30).
Bacaan Injil hari ini menunutun kita kepada suatu pertanyaan untuk kita refleksikan lebih mendalam: Apakah kita sungguh-sungguh menjadi domba yang baik? Apakah kita mendengar suara Yesus sang Gembala sejati di dalam hidup kita? Yesus adalah Tuhan kita yang mengatakan bahwa domba-domba-Nya mengenal suara-Nya dan mengikuti-Nya dari belakang, apakah kita termasuk domba-domba itu atau kita justru hanya merasa sebagai domba saja padahal nyatanya kita bukan domba-domba dari sang Gembala baik. Orang yang hidup dalam keraguan iman dan meminta kejujuran Yesus bukanlah domba Yesus. Mengapa? Karena orang-orang seperti itu tidak percaya kepada Yesus sebagai Gembala yang baik (Yoh 10:26).
Apa yang harus kita lakukan untuk menjadi domba-domba yang baik dari sang Gembala Baik?
Bacaan pertama dari Kisah Para rasul memberikan jalan yang lurus bagi kita untuk menjadi domba-domba yang baik dari sang Gembala Baik. Ada dua hal yang menarik perhatian kita dan patut kita lakukan di dalam hidup ini:
Pertama, Semangat misioner lintas batas. Kita mesti tetap menyadari tugas perutusan kita sebagai orang-orang yang dibaptis yakni tekun mewartakan Injil dengan hidup kita yang nyata. Semangat misioner, tidak mengenal lelah untuk mewartakan Injil, menyapa orang-orang yang belum mengenal Yesus sebagai satu-satunya keselamatan kita. Modelnya adalah pada hjemaat geraja perdana di diaspora. Jemaat gereja perdana sudah melakukan semangat misoiner lintas batas ketika mereka berdiaspora setelah kematian Stefanus. Mulanya jemaat yang berdiaspora di Fenisia, Siprus dan Antiokhia hanya memiliki fokus pewartaan kepada orang Yahudi, tetapi ternyata orang-orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia juga berkata-kata kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan. Semangat misioner lintas batas ini yang harus menjadi kekuatan dan kejujuran kita sebagai pengikut Kristus.
Kedua, Sikap tanggap sang Gembala di dalam jemaat. Gembala memang harus kreatif dan siap untuk menjemput bola. Dengan demikian sang Gembala akan memenangkan hati dan jiawa banyak orang. Sebagai contoh, ketika orang-orang Yunani juga mendapat pewartaan Injil dan mengakui Yesus sebagai Tuhan maka Barnabas siap untuk menjadi utusan ke Antiokhia. Apa yang disaksikannya di Antiokhia? Dia melihat sebuah keunikan yakni baik orang Yahudi maupun orang Yunani mengakui Yesus sebagai Tuhan. Merekalah yang disapa sebagai orang Kristen untuk pertama kalinya. Barnabas menyaksikan karya Tuhan di tengah jemaat. St.Lukas menulis dalam Kisah para Rasul: “Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan.” (Kis 11:23-24). Kita butuh gembala yang tanggap dan berjiwa misioner. Gembala yang jujur dan tak kenal lelah mewartakan Injil, apapun resiko yang dihadapinya.
Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengarahkan mata dan pikiran kita kepada Yesus sang Gembala baik. Hanya kepada-Nya mata dan hati kita tertuju dan memohon dengan jujur supaya kita juga menjadi domba-domba yang baik. Jangan hanya Yesus menjadi Gembala baik bagiu kita selamanya, tetapi kita juga harus menjadi domba-domba yang baik. Kita harus berani dan jujur mengatakan: “Akulah domba yang baik. Domba yang baik mengenal sang Gembala baik dan mengikuti-Nya.” Semua ini butuh iman dan kepercayaan kepada Yesus. Apakah anda sungguh mengimani dan percaya bahwa Yesus adalah Gembala yang baik dan satu-satunya Penyelamat kita?
P. John Laba, SDB