Uomo di Dio

Menangkis mentalitas kepiting

 

P. John SDBPada suatu kesempatan saya bertemu dengan seorang teman Sekolah Dasar tempo doeloe. Kami saling menceritakan pengalaman masa lalu. Dari sekian banyak pengalaman, ada satu pengalaman yang tetap kami ingat bersama yakni setelah Misa Hari Minggu, kami pergi ke pantai untuk menangkap ikan dan kepiting. Teman saya membawa ember berwarna hitam, bagian dalamnya agak licin.  Beberapa di antara kami menangkap kepiting berwarna hitam dan memasukan ke dalam ember yang diisi dengan air laut, sedangkan teman yang lain menangkap ikan. Pada saat itu kami cukup rajin sehingga berhasil menangkap banyak kepiting. Setelah semua kepiting masuk ke dalam ember, kami coba mengamati apakah ada yang bisa lari keluar dari dalam ember. Sungguh sebuah pengalaman menarik. Sambil tertawa kami melihat ada kepiting yang berusaha untuk keluar, tetapi begitu mencapai permukaan ember langsung ditarik oleh kepiting yang lainnya sehingga kami merasa bahwa ember itu cukup aman untuk mengisi kepiting hidup. Hingga kembali ke rumah, tak seekor kepiting pun yang keluar dari ember.

Menarik untuk memperhatikan perilaku kepiting ini karena perilaku kepiting juga merasuki perilaku hidup manusia. Pikirkanlah bahwa ketika seorang saudara sedang meniti karier dan perlahan kariernya naik, ia pasti tidak akan luput dari serangan orang-orang lain, bahkan saudara-saudarinya sendiri di dalam rumahnya.Di dalam bidang social dan politik juga sama. Ketika seorang mau menjadi calon legislative misalnya, ada rasa cemburu, tidak mau disaingi orang lain, menyebarkan aneka gossip yang tidak enak untuk saudara dan hal-hal lain yang menjatuhkan karier sesama. Perilaku kepiting ini menjadi nyata dalam hidup orang-orang yang tidak mau posisinya digantikan orang lain. Mereka itu maunya tetap berada di atas tetapi tidak menunjukkan kemampuan leadership yang baik untuk membawa banyak orang keluar dari masalah kehidupannya. Dia bisa juga menggunakan orang-orang kecil supaya menarik orang lain untuk turun, bahkan dengan ancaman-ancaman tertentu sehingga ia tetap berada di puncaknya. Bisa juga ia sendiri mencari jalan dengan licik untuk menggoyang dan menurunkan orang itu dari posisi atau kedudukannya.

Kita tidak dapat menghindari diri dari pengaruh kejahatan manusia ini. Kejahatan manusia karena perilakunya seperti kepiting. Orang yang berperilaku kepiting tidak membiarkan orang lain berkembang. Mereka hanya akan berusaha untuk menurunkan atau menggoyang posisi atau kedudukan saudara-saudari yang sedang berada di puncak karier untuk turun dan mereka berniat untuk menggantikannya. Hal ini tentu saja menjadi tindakan yang membunuh karakter dan masa depan sesama manusia. Mentalitas kepiting ini memang harus dihindari jauh-jauh kalau mau mewujudkan keluarga, Gereja, bangsa dan negara sebagai satu komunitas. Namun sekiranya mentalitas kepiting masih ada maka kita akan masuk ke dalam dunia bernuansa poco-poco. Kita berpikir sedang berkembang karena bergerak tetapi ternyata kita berada di tempat yang sama. Kita hanya maju dan mundur di tempat yang sama.

Mentalitas kepiting adalah racun dalam spiritualitas pria katolik. Mengapa disebut racun? Karena ini adalah mentalitas yang mematikan masa depan sesama. Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber inspirasi spiritualitas pria katolik tidak pernah mengajarkan kita untuk berperilaku demikian. Dia justru mengajarkan kita: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 19:19; 22:39). Mengasihi sesama sama dengan mengasihi diri sendiri. Ini bukan hal yang gampang tetapi Yesus sendiri menunjukkan itu di dalam hidupNya. St. Paulus mengajarkan kita dalam seruan: “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal 6:2).

Saya mengakhiri renungan ini dengan mengutip perkataan seorang aktivis social bernama Elizabeth Cady Stanton (1815-1902). Ia berkata: “The happiest people I have known have been those who gave themselves no concern about their souls, but did the uttermost to mitigate the miseries of others”. Mari kita tinggalkan mentalitas kepiting. Kita menangkis mentalitas kepiting dengan membangun sebuah dunia baru sebagaimana dipikirkan Yesus sendiri yakni dunia yang penuh kasih dan keadilan.

Doa: Tuhan, bantulah kami supaya berlaku adil dan bijaksana terhadap sesama kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply