Homili 20 November 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa XXXIII

2Mak 7:1.20-31

Mzm 17:1.5-6.8b.15

Luk 19:11-28

 

Merenungkan Pengorbanan Seorang Ibu

P. John SDBPada suatu rekoleksi keluarga, saya memberi kesempatan kepada para peserta untuk membagikan pengalaman hidup mereka. Ada seorang ibu yang membagikan pengalamannya sebagai berikut: “Pada suatu hari rumah yang mereka huni terbakar. Suaminya sedang bekerja di kebun. Di dalam kamarnya berbaring anak putri sulungnya yang baru berusia 6 bulan. Ia berusaha menyelamatkan anaknya dengan berani masuk ke dalam kamar, mengambil anaknya dan lompat melewati api yang ganas. Kedua-duanya mengalami luka bakar. Sambil menangis ia harus berjalan kaki ke puskesmas untuk keperluan pengobatan. Meskipun mengalami luka bakar namun ia tetap berusaha merawat anaknya. Setelah melewati periode kritis akhirnya anak dan ibu pulih dan sembuh dari trauma dan luka bakar. Hal yang selalu ibu itu ingat adalah bahwa dalam keadaan luka parah dan sakit, ia merasa lebih kasihan dengan anaknya yang baru berusia enam bulan itu. Pada saat ini, sambil memandang bekas luka, ia menangis terharu karena berhasil menyelamatkan anaknya.” Hati seorang ibu yang tulus dan suci, penuh cinta untuk anaknya.

Kisah seorang ibu yang berjiwa besar juga kita dengar hari ini dalam bacaan pertama. Seorang ibu yang sungguh mengagumkan secara luar biasa di dalam Kitab kedua Makabe karena ia menyaksikan bagaimana anak-anaknya yang berjumlah tujuh orang dibunuh oleh raja Antiokhus Epifanes dalam waktu satu hari saja. Bayangkanlah, seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anaknya sekarang menyaksikan kematian anak-anaknya secara tragis. Dia sangat berduka dan menderita tetapi ia menaruh semua harapan dan kepercayaan kepada Tuhan. Ia menghibur anak-anaknya dengan bahasanya sendiri, penuh dengan semangat yang luhur.

Dengan berani ia berkata kepada anak-anaknya: “Aku tidak tahu bagaimana kamu muncul dalam kandunganku. Bukan akulah yang memberi kamu nafas dan hidup atau menyusun bagian-bagian pada badanmu masing-masing! Melainkan pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia dan merencanakan kejadian segala sesuatunya. Dengan belaskashNya Tuhan akan memberikan kembali roh dan hidup kepada kamu, justru oleh karena kamu kini memandang dirimu bukan apa-apa demi hukum-hukumNya” (2Mak 7: 22-23).

Ibu itu merasa lebih perih lagi ketika membujuk anak-anaknya untuk tetap setia dalam iman kepada Yahwe meskipun raja mempengaruhi sang ibu untuk mempengaruhi anaknya supaya murtad. Namun anaknya sudah bertekad untuk setia dalam imannya kepada Yahwe. Ibu itu akhirnya berkata, “Jangan takut kepada algojo itu. Sebaliknya hendaklah menyatakan diri sepantas  kakak-kakakmu dan terimalah maut itu supaya aku mendapat kembali engkau serta kakak-kakakmu di masa belas kasihan kelak” (2Mak 7:29). Anak bungsu itu menjadi korban terakhir keganasan raja kafir Antiokhus. Hal yang sangat menguatkan kita dari kisah ini adalah baik ibu dan anak sama-sama setia kepada Tuhan. Mereka percaya bahwa bahwa sesudah kematian ada kehidupan kekal. Oleh karena itu mereka bersyukur karena dapat mengalami aneka penderitaan bahkan kematian yang tragis.

Kisah ibu ini mengingatkan kita akan Bunda Maria sendiri. Ia melahirkan dan membesarkan Yesus Puteranya. Namun pada akhirnya ia harus menyaksikan Puteranya menderita, sengsara dan wafat di kayu salib. Bunda Maria adalah saksi mata Puteranya yang wafat di kayu salib. Hati Bunda menjadi perih ketika jenasah Puteranya yang tidak bersalah itu wafat, diturunkan dari salib dan Bunda Maria juga memangku jenasah Puteranya. Pengorbanan seorang ibu bukan hanya saat anaknya ada di dalam kandungan, melahirkan dan membesarkan tetapi juga menjadi saksi kematian. Hanya orang yang memiliki iman yang besar dapat merasakan seperti ini.

Satu nilai positif yang kita ambil dari kisah ketujuh bersaudara dan ibunya adalah mereka memiliki iman. Iman diwujudkan dalam sikap saling meneguhkan satu sama lain, jauh dari kepanikan. Meskipun ada kesulitan tetapi mereka tetap bersatu untuk menghadapi kesulitan dengan optimism yang besar. Kesulitan hidup kalau hanya dihadapi secara pribadi akan terasa berat, tetapi kalau dihadapi secara bersama-sama akan terasa ringan. Mereka semua memiliki harapan yang kokoh bahwa Yahwe akan memberi hidup abadi bagi mereka. Hidup abadi diberikan pada hari kerahiman. Kisah ini memberi daya tersendiri bagi setiap keluarga dengan aneka persoalannya masing-masing. Jangan pernah putus asa dengan kehidupan ini.  Tuhan selalu baik untuk semua orang yang dikasihiNya.

Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus memberi perumpamaan untuk menyadarkan kita semua sebagai Gereja. Ia sedang melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk mempertanggungjawabkan misi dari Bapa yakni menyelamatkan umat manusia lewat wafat dan bangkitNya. Pengalaman Yesus juga diberikan kepada Gereja. Masing umat Allah diberikan aneka anugerah untuk dikembangkan demi kebahagiaan dan keselamatan. Tugas manusia adalah mengembangkannya dengan berani, jujur dan setia. Tuhan pasti menyertai setiap orang dalam mewujudkan kebahagiaannya. Masalahnya adalah banyak kali manusia mencari gampang dan membenarkan diri manakala ada kesulitan yang menghadang. Sikap inilah yang selalu menghalangi kita untuk bersatu dengan Tuhan. Mari kita menyiapkan diri kita untuk menghadap Tuhan, karena masing-masing kita akan mempertanggungjawabkan hidup kita di hadirat Tuhan.

Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau memberikan orang tua kami, yang telah melahirkan dan membesarkan kami. Semoga Engkau memberikan anugerah kesehatan dan kebahagiaan dalam hidup mereka setiap hari. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply