Uomo di Dio

Kebijaksanaan Semut

 

P. John SDBPada suatu kesempatan rekoleksi bulanan, pastor pembimbing memberi kesempatan kepada kami untuk keluar sejenak ke halaman komunitas dan kami diminta untuk menemukan sesuatu yang sangat menarik perhatian setiap pribadi. Ketika kami berkumpul bersama di dalam ruangan, masing-masing orang mempertanggungjawabkan hasil temuan yang dinilainya berharga itu. Salah seorang teman membawa di dalam kantong plastik beberapa ekor semut. Semua teman tertawa karena membandingkan apa yang mereka temukan jauh lebih berharga dari pada beberapa ekor semut di dalam kantong plastik itu. Namun situasi di dalam ruangan berubah ketika teman itu mulai menjelaskan alasan mengapa ia memilih semut dan bukan sesuatu yang lain.

Ia berkata: “Ketika tiba di halaman, saya menemukan sekumpulan semut yang membentuk barisan rapat dan rapi sedang memikul bersama-sama bangkai belalang. Saya memperhatikan bahwa semut-semut muda dan tua bekerja bersama-sama sebagai satu team sehingga beban yang lebih besar dan berat dari tubuh mereka dapat diangkat dengan mudah. Saya membayangkan, seandainya kita semua selalu bekerja sebagai satu team seperti semut-semut ini maka betapa komunitas, keluarga-keluarga bahkan dunia kita ini akan berubah warnanya menjadi lebih ceriah”

Ini adalah sebuah kesaksian yang sederhana tetapi memiliki makna yang sangat mendalam. Semut-semut kecil memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Menurut penelitian, sebenarnya semut-semut secara individual itu bukanlah hewan yang pandai. Namun demikian fakta membuktikan bahwa semut ketika bersama-sama sebagai satu komunitas mampu menunjukkan kejeniusan mereka. Ada empat hal yang selalu mereka tunjukan bagi kita. Pertama, mereka dapat membangun sarangnya yang luar biasa sehingga dapat melindungi diri selama musim panas dan dingin. Kedua, mereka memiliki kemampuan untuk menemukan jalan pintas dalam mencari nafkah. Artinya untuk menuju kepada sumber makanan, mereka akan mencari jalur yang paling singkat sehingga menghemat waktu dan tenaga. Ketiga, mereka memiliki sistem kerja yang tertata rapi. Artinya pembagian kerjanya jelas sehingga beban sebesar apa pun dapat diangkat dengan mudah. Keempat, semut-semut saling mendengar satu sama lain, tidak ada yang mau menang sendiri. Semut memberikan kebijaksanaan kepada kita.

Kitab Amsal mengatakan kepada kita: “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak” (Amsal 6:6). Kitab Amsal juga mengakui semut sebagai salah satu hewan yang cekatan, di samping pelanduk, belalang dan cecak. Dikatakan, “Semut adalah bangsa hewan yang tidak kuat tetapi menyediakan makananya di musim panas” (Amsal 30: 25). Nah, menurut Kitab Amsal, seorang pemalas adalah dia yang terus menunda untuk memulai apa yang harus ia kerjakan (Ams 6:9-10; 22:13). Seorang pemalas itu tidak menyelesaikan apa yang telah dimulainya (Ams 12:7). Seorang pemalas adalah dia yang mengikuti jalan yang paling kurang mendatangkan  kesulitan (Ams 20:4). Kemalasan rohani itu sangat menantang kita semua dari pada kemalasan jasmani. Maka Tuhan menasihati kita untuk berusaha sungguh-sungguh  meneguhkan panggilan dan pilihan kita (2Pet 1:10; 2Pet 1:5; 2Kor 8:7).

Semut adalah hewan kecil tetapi memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita, bahkan kutipan Kitab Suci di atas mengatakan tentang keluhuran hidup semut dan perilakunya yang dapat kita ikuti untuk menjadi pribadi yang bijaksana. Kita patut belajar dari semut untuk menggunakan potensi yang Tuhan berikan kepada kita untuk berbuat baik bagi diri kita sendiri dan sesama. Seperti semut yang memiliki visi yang tajam sehingga membangun sarangnya yang kuat, menyiapkan makanannya, kita pun terus menerus bertumbuh dalam berbuat baik. Kita diajak untuk menjadi orang yang rajin, tekun ulet dalam setiap pekerjaan. Tentu saja kita harus menyingkirkan virus kemalasan di dalam diri kita. Orang yang malas tidak akan berkembang dan tidak disenangi Tuhan. Tuhan Yesus mengatakan bahwa semua yang ada pada orang malas akan diambil dan diberikan kepada orang rajin yang sudah memiliki segala sesuatu (Luk 19:24.26). Kita juga diajak untuk bekerja sebagai satu team yang kuat. Pada jaman ini tidak ada lagi yang namanya single fighter. Sebagai satu team kita akan merasa bahwa seberat apa pun pekerjaan itu, kita akan berhasil mengerjakannya.

Mari kita memandang Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber spritualitas kita. Tuhan Yesus tidak pernah mau menjadi single fighter. KehadiranNya di dalam dunia dalam peristiwa inkarnasi menunjukkan rasa solidaritas dan semangat untuk berbagiNya dengan manusia yang akan ditebusNya.Ia juga membutuhkan manusia untuk menjadi mitra kerjaNya dengan memanggil dan memilih para rasul yang akan diutusNya untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Ia berkata: “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Ketahuilah, Aku menyertai kamu hingga akhir zaman” (Mat 28:18-20). Tuhan saja membutuhkan kita untuk menjadi mitra kerjaNya, maka kita pun seharusnya keluar dari gengsi single fighter menjadi satu team untuk bekerja bersama-sama. Ingatlah, para pemenang itu tidak melakukan hal-hal yang berbeda, mereka melakukan sesuatu bersama-sama dengan cara yang berbeda.

Mari kita belajar dari semut. Habitus baru yang mau kita bangun di dalam diri kita adalah kerja sama dan mental kerja yang tangguh. Tuhan menyertai kita hingga akhir zaman.

Doa: Tuhan, bantulah kami pada hari ini untuk bisa memiliki kemampuan untuk bekerja bersama dengan sesama sebagai satu team sehingga pekerjaan yang berat menjadi ringan untuk kemuliaan namaMu.Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply