Homili St. Stefanus, Martir Pertama – 2013

St. Stefanus, Martir Pertama
Kis 6:8-10.7:54-59
Mzm 31:3cd-4.6.8ab.16bc.17
Mat 10:17-22

Aku melihat langit terbuka

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan pesta St. Stefanus, Martir pertama. Pesta St. Stefanus dirayakan secara liturgis sehari setelah kita semua merayakan kelahiran Yesus. Mungkin banyak di antara kita merasa heran, mengapa kita barusan bersukacita karena kelahiran Yesus Kristus sekarang malahan kesedihan karena kematian para kudus seperti Stefanus. Gereja purba merayakan pesta paskah sebagai pesta agung atau pesta dari segala pesta. Melalui kebangkitanNya, Kristus membuka pintu kematian. Dunia yang gelap seperti kuburan menjadi terang karena hadirnya matahari baru. St. Fransiskus dari Asisi memberi inspirasi kepada kita untuk mengerti betapa misteri inkarnasi itu menyatu dengan kematian. Fransiskus melihat kemanusiaan Yesus yang baru dan mendalam. Putera Allah, lahir dari santa Perawan Maria dibungkus dengan kain lampin dan dibaringkan di dalam palungan. Putera Allah mengambil rupa seorang anak manusia yang lemah. Di dalam Yesus sang bayi yang lemah itu kebaikan dan cinta kasih Allah sebagai Penyelamat menjadi nyata. Maka di bagi Fransiskus, ada titik pertemuan antara misteri inkarnasi dan kebangkitan Kristus.

Dengan memandang Bayi Yesus di dalam palungan kita dapat mengerti bahwa palungan Yesus itu laksana altar di mana Yesus mengorbankan diriNya untuk keselamatan kita. Ini juga yang selalu dikenang di dalam perayaan Ekaristi. Hal yang sama akan terjadi ketika kita memandang Yesus yang tersalib. Salib Kristus adalah altar yang indah di mana Kristus mengorbankan diriNya sampai tuntas untuk keselamatan kita. Maka baik palungan maupun salib adalah altar yang membuat kita memahami betapa luhurnya kasih Allah bagi kita umatNya.

Pada hari ini kita merayakan pesta St. Stefanus. Dia adalah teman sekelas Paulus ketika mereka belajar Kitab Suci di sekolahan Gamaliel. Ketika Gereja perdana mulai berkembang lebih pesat maka dibutuhkan para pelayan baru untuk meringankan tugas dari para rasul sebagai pewarta Sabda. Lukas memberi kesaksian bahwa Gereja perdana berkembang pesat, jumlah murid bertambah sehingga timbullah rasa bersungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang ibrani karena pembagian kepada para janda diabaikan. Dengan demikian para rasul mengumpulkan para murid untuk memilih tujuh orang daikon untuk pelayanan khusus ini. Ketujuh diakon itu adalah Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas, dan Nikolaus.

Stefanus adalah satu-satunya daikon yang diberi tambahan oleh St. Lukas sebagai seorang yang penuh iman dan Roh Kudus. Ia penuh dengan karunia dan kuasa, mengadakan mukjizat dan tanda-tanda di antara orang banyak. Ini menimbulkan kecemburuan orang-orang Libertini yang tidak mampu bersoal jawab dengannya karena hikmat Tuhan besar di dalam diri Stefanus. Stefanus kemudian dibunuh dengan cara dilempari batu. Sebelumnya Stefanus sudah memandang ke langit, kelihatan langit terbuka dan ia melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di samping kanan Bapa. Ia juga menyerahkan dirinya kepada Tuhan: “Tuhan Yesus terimalah rohku”. Ia juga masih sempat mengampuni para algojo: “Tuhan janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!”

Kisah Stefanus ini menarik perhatian kita. Ia sudah menjadi daikon yang melayani Tuhan melalui kaum miskin, ternyata masih belum cukup. Ia menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan dengan menumpahkan darahNya untuk Tuhan. Menjadi martir yang menumpahkan darah atau mencuci jubah dengan darah Anak Domba adalah panggilan istimewa dari Tuhan bagi orang-orang istimewa. Pada zaman ini menjadi martir lebih berhubungan dengan bagaimana menghayati iman dan memberi kesaksian akan kasih dan kebaikan Allah bagi sesama. Orang-orang melihat di dalam diri kita Kristu yang datang untuk melayani manusia yang lemah sampai wafat di kayu salib.

Mari kita memandang langit terbuka. Kita melihat cahaya yang terpancar dari sang Anak Manusia yang lahir dalam kemiskinan, yang wafat dalam kemiskinan sehingga menjadikan kita orang-orang yang kaya akan rahmat Tuhan. Natal tidak hanya berarti kelahiran seorang bayi, tetapi natal berarti kita lahir baru, dari kematian kepada kehidupan kekal bersama Tuhan. Ini butuh pengorbanan diri, butuh kemartiran.

Doa: St, Stefanus bantulah kami untuk menjadi martir Kristus bagi sesama. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply