Homili 14 Februari 2014

PW.  St. Sirilus & Metodius

1Raj 11:29-32; 12:19;

Mzm 81:10-11ab,12-13,14-15;

Mrk 7:31-37

 

Ketika Kesetiaan itu gagal…

Fr. JohnKisah kejatuhan raja Salomo berlanjut dan makin jelas. Kita mendapat informasi dari Kitab Pertama Raja-raja bahwa Ketika Salomo sudah menjadi tua, ia tidak sepenuh hati berpaut kepada Tuhan Allah seperti Daud ayahnya. Perilakunya berubah karena pengaruh para istrinya. Salomo memiliki 700 istri dan 300 gundik! Hati Salomo menyimpang dari Tuhan padahal Tuhan sendiri sudah menampakkan diriNya kepada Salomo dua kali. Sayang sekali, Salomo tidak sadar dan tidak mau mendengar Tuhan. Ia lebih suka mendengar suara para istrinya. Tuhan pun menjatuhkan murkaNya kepada  Salomo dengan rencana menghancurkan Kerajaan yang sedang dipimpinnya. Kehancuran ini akan terwujud setelah Salomo meninggal.

Dikisahkan dalam Kitab Pertama Raja-Raja bahwa pada suatu ketika Yerobeam keluar dari Yerusalem, ia berjumpa dengan nabi Ahia orang Silo yang mengenakkan kain selubung baru. Yerobeam adalah Putra Nebat dan Zerua, orang Efraim dari Zereda. Ia dipilih Salomo untuk menjadi pengawas para pekerja dari keturunan Yusuf karena cerdasa dan gesit. Pada saat itu Ahia dan Yeroboam hanya berdua di padang. Ahia mengoyak kain selubung baru itu menjadi duabelas koyakan.  Ahia menyuruh  Yeroboam untuk mengambil sepuluh koyakan kain itu. Tuhan sudah punya rencana untuk memberikan kepada Yeroboam 10 suku. Satu suku akan tetap diberikan kepada Salomo karena Daud ayahnya, dalam hal Yerusalem akan tetap berdiri kokoh.

Kisah ini menggambarkan kepada kita bagaimana kesetiaan itu diuji terus menerus. Salomo memulai pemerintahan dengan mengangumkan. Sayang sekali ia jatuh karena ia lebih setia kepada para istrinya dari pada kepada Tuhan. Ia layak menerima ganjaran dari Tuhan dengan hancurnya kerajaan Israel. Kisah ini menarik perhatian kita karena dampak dari ketidaksetiaan itu sangat dirasakan oleh banyak orang. Ketika kesetiaan itu gagal maka yang ada adalah penderitaan lahir dan bathin.  Pengalaman Salomo ini bisa terulang  di dalam keluarga dan masyarakat kita. Ketika orang gagal dalam kesetiaan maka relasi antar pribadi juga ikut hancur. Banyak anak kehilangan figur ayah dan ibu karena orang tuanya gagal dalam kesetiaan. Orang tua menjadi Salomo modern. Para pemerintah dan birokrat pun dapat menjadi Salomo modern yang gagal dalam memerintah.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil menujukkan kesetiaanNya dengan menyembuhkan seorang tuli dan gagap. Yesus menyembuhkannya dengan cara yang unik, seperti seorang tabib yang lazim saat itu. Ia memisahkan orang itu dari perhatian banyak orang, memasukkan jari tangan ke dalam telinga orang itu lalu meludah dan meraba lidah orang itu. Setelah itu Yesus mengatakan Efata, artinya terbukalah. Sejak saat itu orang yang tuli dan gagap itu mengalami kesembuhan total. Banyak orang menjadi takjub dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikanNya mendengar dan yang bisu dijadikanNya berkata-kata” (Mrk 7:37). Nah kita difokuskan pada rencana Tuhan yakni Ia menjadikan segala sesuatu baik adanya. Tuhan tidak pernah merencanakan kejahatan bagi manusia. Intensi manusia yang keluar dari dalam dirinnyalah yang penuh dengan kejahatan.

Yesus menunjukkan kesetiaanNya kepada Bapa dengan menyembuhkan dan menyelamatkan manusia. Perikop injil hari ini juga mengingatkan kita pada sakramen Pembaptisan yang kita terima. Dalam sakramen pembaptisan, para pelayan juga melakukan pekerjaan Yesus dengan memberi berkat ke telinga para bayi sambil mengatakan Efata. Dua eleman penting ditekankan di sini: Telinga yang tertutup tidak akan mengubah hidup orang. Telinga harus dibuka supaya manusia bisa saling mendengar satu sama lain. Tuhan menjadikan masing-masing kita dua telinga untuk lebih banyak mendengar. Kalau kita tidak mampu mendengar  maka kita menjadi tuli di tengah keramaian. Orang yang tidak mampu mendengar maka dengan sendirinya tidak bisa mentaati dan mengasihi. Lidah di dalam mulut diberikan Tuhan hanya satu supaya kita bericara sedikit. Kita perlu mengontrol lidah.  Lidah itu untuk mngaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa (Flp2:11; Yak 3:9). St. Yakobus mengatakan bahwa lidah itu api dan merupakan suatu dunia kejahatan (Yak 3:6) Itu sebabnya Tuhan Yesus meraba lidah dan menyembuhkan orang bisu. Mari kita membiarkan lidah kita dijamah Tuhan Yesus supaya kita juga tetap setia. Orang yang gagal sebagai orang setia karena tidak menjaga lidah dan telinganya.

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Peringatan St. Syrilus (Uskup) dan Metodius  (Rahib). Kedua kakak beradik ini lahir di Saloniki, Yunani. Mereka menjalani pendidikan di Konstatinopel dengan hasil yang bagus. Syirilus menjadi seorang Filsuf yang hebat dan ditugaskan oleh Theodora, Permaisuri kaisar Konstantinopel untuk mewartakan injil kepada bangsa-bangsa yang mendiami tepi sungai Donau. Metodius adiknya mengasingkan dirinya untuk menjadi rahib. Setelah berhasil mewartakan Injil di tepi sungai Donau, Cyrilus pergi ke Biara adiknya Metodius. Pada saat itu raja Radislaus dari Moravia mengundang para misionaris untuk menginjil ke negerinya maka Syrilus dan Metodius bersedia menjadi misionaris. Di sana mereka menghidupka liturgy dengan menggunakan bahasa Slavia. Roma mendengar da nada juga yang iri hati dengan kedua bersaudara ini. Hal yang penting adalah mereka berhasil menanamkan inkulturasi iman di Eropa Timur. Kedua orang kudus ini adalah pribadi yang sukses sebagai orang setia.

Doa: Tuhan, bantulah kami supaya tidak gagal dalam kesetiaan hidup ini. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply