Homili 19 Februari 2014

Hari Rabu, Pekan Biasa VI

Yak 1:19-27

Mzm 15:2-3ab.3cd-4ab.5

Mrk 8:22-26

 

Menjadi Pelaksana Sabda

Fr. JohnSalah satu hal yang membuat saya tertarik untuk menjadi imam adalah pelayanan seorang imam pada saat merayakan Ekaristi. Saya melihat imam misionaris yang rela meninggalkan tanah airnya, datang dan selama puluhan tahun melayani orang-orang sekampung halamanku. Ia menyiapkan ekaristi dengan baik. Hal yang menarik adalah Sabda Tuhan dibaca dan direnungkannya kemudian ia mengajarkannya dalam homili kepada umat dengan bahasa yang sederhana. Ia menjadikan Sabda benar-benar menjadi daging dan tinggal bersama orang sekampung halamanku. Salah satu kalimat favorit yang saya dengar sejak masih kecil setelah pembacaan Injil adalah “Berbahagialah orang yang mendengar Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya. Tanamkanlah SabdaMu ya Tuhan, dalam hati kami”. Perlahan-lahan saya menyadari bahwa Sabda Tuhan yang diwartakan seorang imam bukan hanya untuk didengar dan selesai, tetapi Sabda itu juga di laksanakan di dalam hidup setiap hari. Setiap orang beriman dipanggil untuk mendengar Sabda dan melaksanakannya. Dengan kata lain, setiap umat beriman dipanggil untuk menjadi pelaku Firman Tuhan.

St. Yakobus, setelah mengatakan bahwa kita harus bertahan dalam segala pencobaan dan bahwa pencobaan itu bukan berasal dari Allah, pada hari ini ia mengangkat beberapa tema penting lainnya dalam hubungannya dengan usaha untuk mewujudnyatakan Sabda Tuhan di dalam hidup setiap hari. Yakobus memulai dengan sebuah ajakan supaya setiap orang memiliki kemampuan untuk cepat mendengar tetapi lambat berkata-kata dan lambat marah. Yakobus memiliki sebuah alasan yang konkret. Tuhan menciptakan kita dua telinga untuk cepat mendengar dan mendengar lebih banyak. Tuhan juga menciptakan kita satu mulut untuk lambat berkata-kata. Lidah diberikan Tuhan untuk berbicara tentang hal-hal yang baik bagi kita semua. Tanpa kerja sama yang baik antara telinga dan mulut maka muncul rasa marah dan dendam. Tuhan tidak menghendaki hidup yang demikian. Ia mengasihi, panjang sabar dan besar kasih setianya.

Selanjutnya Yakobus mengajak kita untuk menjauhkan kejahatan dan dosa sehingga layak menerima Sabda dengan lembut hati. Sabda itu tertanam di dalam jiwa dan berkuasa untuk menyelamatkan jiwa. Untuk itu menurut Yakobus, setiap orang kristiani tidak hanya mampu mendengar Sabda saja, ia juga harus melakukan Sabda di dalam hidupnya. Dengan hanya mendengar Sabda saja belum cukup, Sabda itu menjadi daging dan harus dilaksanakan di dalam hidup setiap hari. Bagaimana melakukan Sabda di dalam hidup yang nyata? Yakobus mengatakan bahwa kita harus menjauhkan diri dari dosa dan melakukan perbuatan kasih. Menjauhkan diri dari dosa misalnya tidak marah, menjaga lidahnya supaya tidak mencela orang lain, menjaga kemurnian dirinya. Perbuatan kasih bisa dilakukan dengan mengunjungi anak yatim piatu dan para janda.

Nasihat-nasihat Yakobus ini sangat menarik untuk kita renungkan. Setiap kali merayakan Ekaristi bersama kita memiliki kesempatan untuk mendengar Sabda dan merenungkannya dan menerima Tubuh dan Darah Kristus. Ketika mendengar Sabda, kita harus mendengarnya dengan baik sehingga dapat melaksanakannya dengan sempurna. Apabila kita tidak mendengar dengan baik, kita juga tidak akan menjadi pelaku firman yang baik. Pertanyaan bagi kita adalah, apakah kita sudah memiliki kemampuan untuk mendengar sabda dan mampu menjadi pelaku sabda? Kita juga diingatkan oleh Yakobus untuk tekun mendengar sabda dan penjelasannya. Kadang-kadang kita tidak suka mendengar homili dalam perayaan Ekaristi karena alasan yang sangat manusiawi. Sebenarnya imam dengan segala kelebihan dan kekurangannya juga memberi sesuatu yang luhur dalam homilinya. Mungkin hanya satu kata saja, ada kekuatan untuk mengubah hidup kita.

Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus melakukan sebuah mukjizat yakni menyembuhkan seorang buta. Kalau kita ingat kembali selama beberapa hari terakhir ini Tuhan yesus mengungkapkan rasa kecewaNya karena orang-orang Farisi meminta tanda khusus yang membuktikan bahwa Ia sungguh-sungguh Mesias atau tidak. Maka Yesus juga dengan tegas mengatakan kepada para muridNya untuk selalu waspada terhadap ragi orang Farisi dan Herodes. Meskipun merasa sedih karena kedegilan hati orang-orang termasuk para muridNya, Ia tetap melakukan kehendak Bapa untuk menyelamatkan manusia. Ia menyembuhkan seorang buta.

Kisah penyembuhan orang buta ini juga unik. Ia diantar orang kepada Yesus dan memohon supaya Yesus dapat menyembuhkannya. Proses penyembuhannya juga sangat inkulturatif karena Yesus menggunakan sarana dan gaya tertentu, dalam hal ini Yesus menggunakan air liur dan meletakkan tanganNya pada mata orang buta itu sebanyak dua kali. Orang buta itu sembuh total dan Yesus menyuruhnya kembali ke rumah. Kisah penyembuhan si buta ini terkenal di dalam Gereja sebagai satu bentuk persiapan sakramen pembaptisan. Di sini dibutuhkan waktu, adaptasi dan pengenalan yang mendalam ajaran-ajaran iman Kristiani. Iman kepada Tuhan adalah pertemuan penuh keakraban, penuh persahabatan antara manusia dengan Tuhan.

Doa: Tuhan, kamu memohon kepadaMu untuk mendampingi kami supaya setia mendengar dan menjadi pelaku FirmanMu yang tulus. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply