Da Mihi Animas Cetera Tolle

Buah permenungan filsafat, teologi dan psikologi, juga berisi homili harian berdasarkan bacaan harian Liturgi Gereja Katolik

  • Home
  • Renungan
  • Bible
  • Teologi
  • Filsafat
  • Psikologi
  • Don Bosco
  • Spiritualitas Pria Katolik
  • Saint a Day

Archives for March 2014

Homili 31 Maret 2014

31/03/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Senin, Pekan Prapaskah IV

Yes 65:17-21;

Mzm 30:2,4,5-6,11-12a,13b;

Yoh 4:43-54

Bergembiralah dalam Tuhan

Fr. JohnKita berada di dalam Pekan Prapaskah IV maka bacaan-bacaan Kitab Suci mengarahkan kita untuk selalu bersukacita di dalam Tuhan. Mengapa kita perlu bersukacita dan bergembira di dalam Tuhan? Karena Tuhan mengasihi kita apa adanya dan Ia mau menebus dengan penebusan yang berlimpah maka perlu bersukacita di dalam Tuhan. Kita juga bersukacita dan bergembira atas rahmat pengampunan dan hidup baru yang Tuhan anugerahkan kepada kita semua. Kiranya dalam pekan prapaskah keempat ini kita semua betul-betul bersukacita dan bergembira di dalam Tuhan.

Ada seorang ibu yang barusan mengaku dosa. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak pantas di hadirat Tuhan, ibarat debu di alas kaki Tuhan. Saya bertanya kepadanya mengapa ia sampai berpikiran seperti itu. Ia menjawab karena memiliki banyak dosa. Saya mengatakan bahwa Tuhan mengasihi dan mengampuninya. Oleh karena itu dia tidak harus hidup dengan mengadili diri terlalu berlebihan. Itu hanya pada tingkat menyesal yang masih sangat manusiawi. Hal yang mendatangkan sukacita dan kegembiraan adalah ketika ia terbuka kepada Tuhan dan menyatakan pertobatan yang sungguh-sungguh dengan tidak mengulangi dosa-dosanya. Ia mengangguk dan setelah beberapa bulan dari pengakuan dosanya yang terakhir, ia mengatakan bahwa hatinya sangat gembira karena ia merasa dikasihi.

Pada hari ini kita mendengar ajakan untuk bergembira dari Tuhan melalui nabi Yesaya. Tuhan bersabda: “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati.” (Yes 65:17). Ada dua hal penting yang sangat menghibur kita semua. Pertama, Tuhan berjanji untuk menciptakan langit dan bumi yang baru. Ini berarti hidup lama kita di tinggalkan dan harus mengenakan hidup baru. Kedua, Tuhan tidak mengingat hal-hal yang sudah terjadi dahulu, tidak timbul di dalam hati. Artinya bahwa sekali Ia mengampuni, Ia akan melupakan semua dosa dan salah kita. Tuhan memperhatikan iman dan kepercayaan kita kepadaNya.

Tuhan menciptakan segala sesuatu maka kita sebagai umatnya harus bergembira. Tuhan bersabda: “Tetapi bergiranglah dan bersorak-sorak untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan, sebab sesungguhnya, Aku menciptakan Yerusalem penuh sorak-sorak dan penduduknya penuh kegirangan. Aku akan bersorak-sorak karena Yerusalem, dan bergirang karena umat-Ku; di dalamnya tidak akan kedengaran lagi bunyi tangisan dan bunyi erangpun tidak.” (Yes 65:18-19). Lihatlah bahwa yang Tuhan kehendaki adalah kegembiraan bagi semua orang bukan tangisan. Semuanya itu ada karena cinta kasihNya yang tiada batasnya bagi manusia.  Tuhan juga memberikan usia yang panjang bagi setiap orang yang dikehendakinya dan rumah yang baka untuk dihuni.

Kata-kata Tuhan ini sangat menghibur hati kita. Banyak kali kita mungkin seperti ibu yang terlampau mengadili dirinya sebagai orang berdosa, tidak layak seperti debu di alas kaki. Kita lupa bahwa Tuhan kita adalah Allah yang berbelas kasih yang tidak memperhitungkan dosa-dosa kita tetapi memperhatikan iman kita. Kita lupa bahwa Tuhan adalah kasih dan Ia mengasihi kita apa adanya. Itu sebabnya kita perlu selalu bersyukur karena Ia mengasihi dan mengampuni kita. Ia menghendaki agar kita menjadi baru bersamaNya.

Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus memberi kegembiraan istimewa kepada keluarga pegawai istana yang anaknya sakit dan hampir meninggal dunia. Ia percaya penuh pada Yesus maka keselamatan pun turun kepada anaknya. Ini adalah kegembiraan karena hidup baru yakni kebangkitan badan diberikan Yesus kepada keluarga ini. Banyak kali kita mengalami tanda-tanda yang dashyat tetapi kita lupa untuk menyatakan kegembiraan kita kepada Tuhan. Kita hanya tinggal dalam kesedihan dan lupa bahwa Tuhan itu menghendaki kegembiraan di dalam hidup kita. Apakah anda juga bergembira di dalam hidupmu?

Doa: Tuhan semoga kami selalu bergembira dan berani mewartakan khabar genbira kepada sesama kami. Amen

PJSDB

Homili Hari Minggu Prapaskah IVA

30/03/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Minggu Prapaskah IV/A

1Sam 16: 1b, 6-7.10-13a

Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6

Ef 5:8-14

Yoh 9:1-41

Bersukacitalah Senantiasa!

Fr. JohnPada hari ini kita memasuki hari Minggu Prapaskah IV. Hari Minggu ini biasa disebut hari Minggu Laetare atau hari Minggu Sukacita. Bersama Nabi Yesaya kita boleh berseru: “Bersukacitalah hai Yerusalem dan berhimpunlah, kamu yang mencintainya, bergembiralah dengan sukacita hai kamu yang dulu berdukacita, agar kamu bersorak sorai dan puaskanlah dengan kelimpahan  penghiburanmu.” (Yes 66:10-11). Mengapa harus bersukacita? Kita bersukacita karena Allah menghibur umatNya yang bertobat dan berharap kepadaNya. Pertobatan yang dikumandangkan melalui Sabda Tuhan pada hari Minggu ini bertujuan untuk membuka mata kita dan menyadari bahwa Allah sangat mengasihi kita. Pertobatan membuat orang yang buta hati bisa melihat dengan mata kasih, orang lumpuh bisa berjalan untuk melayani dan berbagi.

Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah Daud yang masih muda. Dia adalah seorang gembala sederhana dan memiliki kerinduan yang besar akan Allah yang hidup. Karena Saul tidak taat dan setia kepada Tuhan maka Tuhan memilih dan menetukan Daud sebagai raja masa depan bagi Israel.  Itu sebabnya Tuhan memerintahkan Samuel untuk pergi ke Rumah Isai di Bethlehem supaya mengurapi Daud dengan minyak urapan. Di hadapan Samuel adalah anak-anak Isai yang memiliki fisik yang bagus tetapi Tuhan menegurnya: “Jangan terpancang pada paras atau perawakan tinggi sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah, manusia melihat apa yang didepan mata,  tetapi Tuhan melihat hati”.  Samuel bertanya apakah masih ada anak yang lain. Isai menjawab, ada yang paling kecil sedang menggembalakan ternak. Samuel menyuruh untuk memanggilnya dan ketika ia tiba, Tuhan menyuruh Samuel untuk mengurapinya sebagai pilihan Tuhan.

Kisah Daud ini menarik perhatian kita. Dia hanya seorang penggembala ternak tetapi Tuhan memilihnya untuk menjadi raja yang memimpin umat pilihanNya. Tuhan melengkapinya dengan Roh Kudus untuk memberi hikmat dan kebijaksanaan. Manusia akan bekerja dengan sukacita kalau Roh Allah ikut bekerja. Di masa depan Daud menjadi raja menggantikan Saul dan Roh Allah sungguh-sungguh bekerja di dalam diriNya. Ia memiliki banyak kelemahan tetapi selalu dikuatkan oleh Tuhan karena imannya yang besar kepada Tuhan. Daud menjadi raja dan gembala bagi umat Israel.

St. Paulus dalam bacaan kedua mewartakan penebusan yang berlimpah kepada umat manusia. Kepada jemaat di Efesus Paulus mengatakan bahwa dahulu memang meraka berada dalam kegelapan tetapi sekarang mereka harus bersukacita karena terang Tuhan. Konsekuensinya adalah jemaat di Efesus harus hidup sebagai anak-anak terang. Mengapa demikian? Bagi Paulus, buah dari terang adalah kebaikan, keadilan dan kebenaran. Sebagai anak-anak terang, sedapat mungkin menjauhkan diri dari kegelapan atau dosa. Kegelapan atau dosa tidak berbuah apa-apa. Pada akhirnya Paulus menyeruhkan: “Bangunlah, hai kamu yang tidur, dan bangkitlah dari antara orang mati, maka Kristus akan bercahaya atas kamu”

Paulus tentu mengetahui situasi umat di gereja Efesus. Mereka juga banyak diliputi oleh kegelapan dosa. Untuk itu Paulus menegaskan kepada mereka untuk hidup bersama Kristus sebagai terang. Orang yang hidup dalam terang Kristus menghasilkan kebaikan-kebaikan seperti kebaikan. Hidup kristiani menjadi nyata dalam perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan terhadap sesama sebagai wujud kasih. Para pengikut Kristus juga memperjuangkan keadilan sosial bagi banyak orang. Gereja selama berabad-abad memperjuangkan ajaran sosial Gereja bagi umat manusia. Ini adalah wujud pengabdian Gereja bagi dunia supaya orang melihat terang Kristus. Gereja juga menghadirkan Kristus sebagai kebenaran yang memerdekakan manusia (Yoh 8:32). Wujud sukacita sebagai buah dari Roh di dalam Gereja adalah kebaikan, keadilan dan kebenaran! Ini membuka ruang sukacita di dalam Gereja.

Di dalam bacaan Injil Tuhan membuat sebuah mukjizat dengan menyembuhkan seorang yang buta sejak lahir. Orang buta itu mengalami kesembuhan jasmani dan rohani. Ia lalu mengenal Yesus bukan hanya sebagai seorang nabi tetapi sebagai Anak Allah. Tuhan Yesus melakukan karya besar bagi orang yang percaya dengan membuka mata dan melihat dengan mata Tuhan sendiri. Para murid Yesus mempertanyakan situasi orang buta ini apakah dia itu menjadi buta karena dosanya atau dosa orang tuanya. Yesus membuka pikiran para muridNya dengan mengatakan bahwa hal ia menjadi buta bukanlah kesalahannya atau kesalahan orang tua. Dia menjadi buta supaya pekerjaan Allah dapat dinyatakan dengan sempurna di dalam dia. Yesus datang ke dunia untuk melakukan pekerjaan Allah. Dialah terang dunia, yang menerangi kegelapan dunia.

Bagaimana cara menyembuhkan si buta ini? Dengan mempertegas kehadiranNya sebagai terang dunia maka Yesus meludah ke tanah, mengaduk ludahNya itu dengan tanah lalu mengoleskannya pada mata orang buta itu. Selanjutnya Ia menyuruh orang  buta itu untuk membasuh dirinya di kolam Siloam. Orang itu pun menjadi sembuh total dan mengherankan banyak orang. Cara menyembuhkan ala Yesus ini menunjukkan bahwa Yesus adalah tabib yang peka dengan kebutuhan manusia. Tetapi lebih dari itu, Yesus mengingatkan kita akan sakramen pembaptisan di mana untuk pertama kalinya kita dipanggil dan dipilih Tuhan untuk bergabung denganNya.

Perbuatan baik yang dilakukan Yesus sebagai terang dunia dengan menyembuhkan orang buta ini tentu saja menimbulkan sukacita tersendiri bagi si buta. Ia bersukacita dan berani bersaksi bahwa orang yang menyembuhkannya adalah Yesus Kristus. Proses penyembuhannya diceritakan dengan jelas. Namun di balik sukacita karena kesembuhannya, ia juga menimbulkan perpecahan di kalangan banyak orang. Banyak orang tidak percaya bahwa dia yang buta itu bisa sembuh dan ada juga yang membenci Yesus karena menyembuhkannya pada hari Sabat. Orang tua si buta juga diminta untuk memberi kesaksian. Hal yang dipegang teguh oleh si buta adalah ia tetap percaya kepada Yesus. Yesus mengatakan kepadanya bahwa Ia datang ke dunia untuk menghakimi supaya barangsiapa tidak melihat, dapatlah ia melihat sedangkan siapa yang melihat menjadi buta.  Orang yang melihat dengan mata manusiawi tetap hidup dalam dosa. Orang yang melihat dengan mata Tuhan, ia akan hidup selamanya dalam rahmat.

Pada hari ini kita semua bersukacita karena karya-karya besar yang Tuhan lakukan bagi manusia. Kita semua adalah orang buta yang menanti uluran tangan Tuhan untuk mengurapi, memberkati supaya kita dapat melihat dengan mata Tuhan dan mengasihi dengan kasih Tuhan. Kita semua yang memiliki terang Kristus dapat menerangi kegelapan hidup sesama. Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Dialah Penebus kita semua. Yesus  berkata: “Akulah terang dunia!” Dia datang untuk menerangi kegelapan dunia. Dunia yang penuh kebutaan, iri hati dan dosa yang merajalela. Dunia yang dihuni manusia yang seolah-olah tidak lagi memiliki hati nurani sehingga menyukai dosa dan salah. Marilah kita kembali kepada Tuhan sang Terang kehidupan. Mari kita bersukacita karena pertobatan yang kita alami sebagai tanda nyata belas kasih dari Tuhan. Apakah ada syukur dan sukacita dalam hidupmu?

Doa: Tuhan, bukalah mata kami untuk melihat sesama yang menderita dan biarlah kami juga boleh membantu mereka. Amen.

PJSDB

Homili 29 Maret 2014

29/03/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Sabtu, Pekan Prapaskah III

Hos 6:1-6;

Mzm 51:3-4,18-19,20-21ab;

Luk 18:9-14

Berbaliklah kepada Tuhan!

Fr. JohnDalam masa Prapaskah kita semua dipanggil untuk membangun semangat pertobatan. Para Romo sudah mulai sibuk melayani umat terutama mendengar pengakuan dosa. Umat disiapkan secara rohani dengan ibadat tobat, pemeriksaan bathin dan pengakuan dosa. Tujuannya adalah supaya kita berbalik kepada Tuhan. Tuhan adalah sumber hidup kita dan kepadaNya kita berbalik untuk hidup bersamaNya. Di dalam Kitab perjanjian Lama, ungkapan berbalik kepada Tuhan juga selalu disertai dengan bertobat dan mendengar suara Tuhan. Misalnya, Musa berkata: “Dan apabila engkau berbalik kepada Tuhan, Allahmu dan mendengar suaraNya sesuai dengan segala yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, baik engkau maupun anak-anakmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu” (Ul 30:2.10). Berbalik kepada Tuhan berarti orang mampu meninggalkan berhala atau baal-baalnya dan hanya mau bersatu dengan Tuhan, beribadah kepada Tuhan Allah yang benar (1Sam 7:3). Berbalik kepada Tuhan dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatan bukan dengan setengah hati (2Raj 23:25).

Ada seorang Bapa yang pernah membagi pengalaman bagaimana ia berbalik kepada Tuhan. Ia pernah mengalami hidup dalam kekelaman sampai nyaris meninggalkan Gereja katolik. Ia merasa tidak ada lagi gairah untuk pergi ke gereja, berdoa dan beramal. Pada suatu saat ia membaca sebuah artikel berjudul “Tardi Ti Amo” (terlambat aku mengasihimu). Di dalam artikel itu terdapat ulasan sederhana pergumulan santo Agustinus untuk menjadi kudus. Dia merasa bahwa artikel itu memang sederhana tetapi berhasil mengubah seluruh hidupnya. Dia merasa sudah terlambat mencintai Tuhan padahal selama ini Tuhan sangat mengasihinya. Sejak saat itu ia berbalik kepada Tuhan dan kini menjadi aktivis di parokinya.

Banyak orang memiliki pengalaman-pengalaman tertentu yang sangat mendidik. Mereka yang pernah hidup dalam kegelapan, memiliki banyak berhala, jimat dan lain sebagainya berani melepaskan dirinya dari ikatan seperti itu dan hanya mau bersatu dengan Tuhan. Hanya orang angkuh yang tidak akan rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama. Orang yang rendah hati akan tetap terbuka dan berharap kepada Tuhan.

Nabi Hosea dalam bacaan pertama hari ini berkata: “Mari, kita akan berbalik kepada Tuhan, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.” (Hos 6:1-3).

Ini sebuah ajakan yang sangat luhur untuk berbalik kepada Tuhan. Dialah yang menerkam dan menyembuhkan, memukul dan membalut, yang mati dibangkitkan. Ajakan untuk berbalik kepada Tuhan karena Tuhan adalah sumber kebaikan. Dia juga yang menghendaki segala kebaikan di dalam hidup kita setiap hari. Dia adalah fajar bagi hidup kita. Dia adalah hujan yang menyegarkan dan menyuburkan hidup kita. Maka tepat sekali untuk berbalik kepadaNya dari hidup lama yang penuh kemalangan.

Tuhan menuntut keterbukaan hati kita untuk mendengar dan mematuhi segala perintahNya. Dia tidak menghendaki berapa jumlah hewan yang dibakar di mezbahNya. Ia menginginkan kasih yang tulus dari kita sebagai ciptaanNya. Ia berkata: “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.” (Hos 6:6). Kata-kata Tuhan ini mengoreksi cara pandang kita dalam hidup dan pelayanan setiap hari. Kadang-kadang banyak orang berpikir bahwa dengan melayani itu sudah cukup, ternyata belum cukup. Kita melayani dengan penuh kasih bukan melayani setengah hati. Kita melayani tanpa pamrih atau perhitungan  apapun. Prinsip kita, semuanya karena kasih dan kasih itu untuk Tuhan dan sesama.

Di dalam bacaan Injil kita berjumpa dengan dua figur yang menggambarkan hidup manusia di hadirat Tuhan. Manusia pertama adalah manusia Farisi. Dia menonjolkan dirinya dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Ia berpikir bahwa dirinya lebih sempurna dibandingkan sesama bahkan Tuhan. Kesombongan diri terungkap dalam kata-katanya: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Luk 18:11-12). Manusia kedua adalah seorang pemungut cukai. Ia mengenal dirinya sebagai pribadi yang berdosa maka ia jujur di hadirat Tuhan. Ia berkata: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Luk 18: 13). Orang yang rendah hati hanya akan memohon belas kasih dari Tuhan.

Pada hari ini kita semua diajak untuk berbalik kepada Tuhan dengan rendah hati. Kita mengharapkan belas kasih dan pengampunan yang berlimpah. Orang sombong dan congkak tidak layak di hadirat Tuhan. Orang yang rendah hati layak di hadirat Tuhan.

Doa: Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa. Amen

PJSDB

Uomo di Dio: Seorang Ayah yang Mengampuni

28/03/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Seorang Ayah yang Mengampuni

P. John SDBPada suatu kesempatan saya didatangi sebuah keluarga dan mereka meminta kepada saya waktu luang untuk merayakan ibadat rekonsiliasi keluarga. Bapa keluarga itu menjelaskan persoalan yang sedang dihadapinya. Puteranya pernah menjadi aktivis Orang Muda Katolik. Rumah tinggalnya sering menjadi markas di mana para sahabat OMK selalu berkumpul bersama untuk melakukan aneka kegiatan rohani. Sayang sekali musibah memalukan terjadi. Puteranya menggelapkan uang perusahan dengan tujuan yang tidak jelas. Ada dugaan uang itu untuk narkoba. Pada suatu kesempatan debt collector mendatangi rumah dan menggertak keluarga dan ayahnya berhadapan dengan mereka. Seluruh keluarga kaget dan berada di bawah tekanan karena peristiwa itu. Rasa malu menguasai keluarga dan mereka juga enggan hidup bermasyarakat dan ke Gereja Paroki untuk beribadat. Mereka pergi ke paroki lain untuk misa dan kegiatan rohani lainnya. Ayah itu bersumpah untuk tidak mengenal puteranya lagi.

Waktu berubah cepat, persoalah puteranya ini sudah bisa di atasi dan semua orang juga sudah mulai lupa akan peristiwa memalukan ini. Ayah, ibu dan saudaranya sudah aktif kembali di lingkungan. Pada suatu hari ibu mendesak bapa untuk berekonsiliasi dengan anaknya. Ibunya berkata: “Ia memang bersalah tetapi tetap anak kita”. Ayahnya hanya berkata: “Saya butuh waktu untuk pulih dari rasa malu yang menguasaiku”. Pada kesempatan yang lain ibu berkata kepada bapa: “Ampunilah anak kita karena Tuhan juga mengampuni.” Kata-kata sederhana dari ibu ini membuat bapa itu berubah pendirian. Ia mau mengampuni anaknya dan menerima kembali anaknya di rumah. Oleh karena itu mereka memanggil pastor untuk ibadat rekonsiliasi keluarga.

Ibadat berjalan dengan baik dan mengharukan. Setelah homily saya mendoakan dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk saling mengampuni. Orang tua dan saudaranya duduk dan “Putera yang hilang” itu mendekati mereka dan meminta maaf. Ia berlutut di depan ibunya dan suasana mengharukan. Ibunya berkata: “Sejahat-jahatnya engkau, engkau tetaplah anakku”. Ayahnya berkata: “Ayah harus meminta maaf kepadamu, karena selama ini sibuk dan tidak memperhatikanmu. Engkau jatuh ke dalam dosa karena kesalahan ayah yang tidak memperhatikanmu. Saya pernah marah tetapi kemarahan saya sudah berakhir karena saya tetaplah ayahmu”. Saudaranya berkata: “Sebagai adik saya malu dengan perbuatanmu tetapi engkau tetaplah kakakku. Kita berasal dari satu kandungan yang sama.” Mereka saling berpelukan dan menangis. Suasana menjadi cair, mereka saling menerima satu sama lain. Setelah peristiwa ini, keluarga ini berubah menjadi solid. Mereka selalu bersama-sama. Kebersamaan, persaudaraan mengubah segalanya!

Pengalaman ini sangat menakjubkan. Rekonsiliasi keluarga itu penting dan harus karena setiap orang memiliki aneka kelebihan dan kekurangan. Perbuatan salah dan dosa bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa mengenal diri sebagai orang tua atau anak. Ketika ada pengalaman keras seperti keluarga ini, masing-masing pribadi harus terbuka dan siap untuk berubah dalam segala hal. Pengalaman keluarga ini mengajarkan kepada kita banyak hal:

Pertama, Mengampuni berarti melupakan. Ayah memiliki karakter yang keras tetapi ia berusaha untuk sadar diri dan melupakan kesalahan anaknya. Ia sendiri mengakui: “Engkau jatuh ke dalam dosa karena kesalahan ayah yang tidak memperhatikanmu”. Ini tipe ayah yang baik dan takut akan Allah. Saya teringat pada gambaran Tuhan dalam Kitab nabi Hosea ketika berhadapan dengan orang Israel yang suka menyembah berhala. Tuhan berkata: “Aku akan memulihkan mereka dari penyelewengan, Aku akan mengasihi mereka dengan sukarela, sebab murka-Ku telah surut dari pada mereka. Aku akan seperti embun bagi Israel, maka ia akan berbunga seperti bunga bakung dan akan menjulurkan akar-akarnya seperti pohon hawar.” (Hos 14:4-5). Ayah yang baik adalah dia yang berani mengatakan: “Mengasihi dengan sukarela sebab murkanya sudah surut”. Ia berani melupakan kesalahan anaknya dan mengampuni dengan bebas.

Kedua, Anak tetaplah anak. Ayah dan ibu digambarkan sebagai pribadi yang menyadari bahwa anak tetaplah anak. Mereka membuat kesalahan yang memalukan tetapi tetaplah anak yang dikasihi dan diampuni. Waktu berganti cepat dan mereka menyadari sebagai orang tua bahwa mengampuni dan mengasihi anak adalah tugas panggilan mereka. Orang tua hendaknya berlaku seperti Tuhan: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” (Yes 49:15). Tuhan tidak akan melupakan seorang anak yang berdosa. Ia akan mencari dan menyelamatkannya!

Ketiga, indahnya mengampuni. Pengalaman saling mengampuni menjadi indah bukan hanya dalam level manusiawi. Pengalaman rekonsiliasi menjadi lebih indah lagi ketika kita merasakannya bersama Tuhan. Pernahkah anda merasakan indahnya rekonsiliasi setelah mengakui dosa dan salahmu? Tuhan mengampunimu, maka anda juga bertugas untuk mengampuni semua orang yang menyakitimu, yang berdosa terhadapmu.

Figur ayah dengan karakter yang keras tetaplah menginspirasikan banyak pria katolik yang mungkin saja memiliki pengalaman sebagai anak yang berdosa karena menyakiti hati orang tua, atau orang tua yang berhadapan dengan anak yang beperilaku di luar batas kewajaran dalam pikiran orang tua. Kalau sebagai anak maka sadarilah dan berani meminta maaf kepada orang tua. Kalau sebagai ayah dan ibu, beranilah mengampuni, beranilah berekonsiliasi dengan anakmu. Jangan membiarkan anakmu tenggelam dalam lumpur dosa. Hidup kita sebagai pria katolik bernilai ketika kita bisa mengampuni dan mengasihi. Tuhan Yesus sudah melakukannya dengan sempurna dan kita pun mengikuti jejakNya. Apakah anda berani mengampuni?

PJSDB

Homili 28 Maret 2014

28/03/2014 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Jumat, Pekan Prapaskah III

Hos 14:2-10;

Mzm 81:6c-8a,8bc-9,10-11ab,14,17;

Mrk 12:28b-34

Tuhan senantiasa lain!

Fr. JohnSeorang pemuda barusan selesai mengaku dosanya di hadapan pastor. Ia keluar dari tempat pengakuan dosa sambil meloncat kegirangan. Ia ditanya temannya mengapa meloncat kegirangan. Ia menjawab: “Saya merasa dikasihi Tuhan.” Temannya berkata: “Jangan sampai itu hanya perasaanmu saja! Tuhan menghendaki agar anda bertobat. Bertobat itu bukan hanya sekedar niat untuk berubah, itu baru pada tingkat menyesal sebagai orang berdosa. Bertobat menjadi sempurna kalau anda sungguh-sungguh berjanji kepada Tuhan untuk tidak mengulangi dosa lagi di dalam hidupmu dan anda melakukan janjimu itu dengan tulus hati.” Pemuda itu merenung sejenak dan berkata: “Saya pasti bisa dengan bantuan Tuhan sendiri!” Dialog dua sahabat muda ini kelihatan sederhana tetapi memiliki dua dimensi yang penting. Pertama, menyangkut pertobatan bukan hanya sekedar menyesal karena berbuat salah dan dosa tetapi berbalik seratus persen kepada Tuhan. Bertobat berarti percaya bahwa Allah memiliki kuasa mengampuni dosa-dosa kita. Kedua, cinta kasih bukan hal yang abstrak tetapi konkret. Orang yang bertobat mengalami kasih dan pengampunan Allah dan dengan sendirinya orang itu akan mengasihi Tuhan  Allah lebih dari segalanya dan mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri. Ini adalah hukum cinta kasih dan juga menjadi perintah baru dari Tuhan Yesus bagi kita yang mengikutiNya.

Dalam masa prapaskah ini kita semua diarahkan oleh Tuhan untuk membangun semangat pertobatan yang radikal. Tuhan menghendaki demikian karena Ia sangat mengasihi manusia. Ia tidak berniat untuk melenyapkan manusia tetapi hanya satu keinginanNya yakni menyelamatkan manusia sebagai ciptaanNya yang luhur. Di dalam Kitab nabi Yesaya Tuhan bersabda: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekali pun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau” (Yes 49:15).  Yesus berkata: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Luk 5:32). Di dalam pikiran Tuhan, hanya keselamatan bukan kebinasaan. Ketika seseorang tidak terbuka pada keselamatan yang ditawarkan Tuhan maka kebinasaan di neraka adalah jaminannya. Akan ada jarak yang memisahkan orang yang diselamatkan dan yang dibinasakan. Maka Aksi Puasa Pembangunan dalam masa prapaskah ini mau membantu kita untuk mewujudkan pertobatan yang benar supaya layak di hadirat Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar nabi Hosea menyerukan pentingnya pertobatan bagi umat Israel. Pada waktu itu orang-orang Israel menyembah berhala di gunung Ebal dan gunung Garizim. Mereka membawa sesajian kepada nenek moyang yang diyakini berada di kedua gunung ini. Mereka akhirnya dibuang ke Asyiria sebagai budak. Mereka tetap menyembah berhala dengan membuat patung-patung untuk dijadikan berhala. Terhadap hal ini Hosea berkata: “Bawalah sertamu kata-kata penyesalan, dan bertobatlah kepada Tuhan! Katakanlah kepada-Nya: “Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami.” (Hos 14: 2). Pengalaman bersama bangsa Asyur membuktikan bahwa bangsa asing ini tidak memberi pengaruh apa pun kepada mereka. Israel justru harus kuat dan tegar untuk tidak lagi menyembah berhala buatan tangan mereka.

Selanjutnya, apa yang harus dilakukan Tuhan terhadap umat Israel? Tuhan berfirman: “Aku akan memulihkan mereka dari penyelewengan, Aku akan mengasihi mereka dengan sukarela, sebab murka-Ku telah surut dari pada mereka. Aku akan seperti embun bagi Israel, maka ia akan berbunga seperti bunga bakung dan akan menjulurkan akar-akarnya seperti pohon hawar.” (Hos 14: 4-5). Tuhan menunjukkan kebaikanNya kepada kaum pendosa. Ia berjanji untuk memulihkan penyelewengan yang sudah dibuat manusia. Ia mengasihi dengan sukarela, murkanya kepada manusia surut. Dia menjadi embun penyejuk. Lihatlah bahwa Tuhan adalah kasih! Ia tidak memperhitungkan dosa-dosa manusia tetapi melihat manusia sebagai pribadi yang dikasihi.

Tuhan Allah memang lain. Ia tidak memperhitungkan dosa-dosa dan salah manusia. Ia tetap mengasihi dan mengampuni manusia tiada batasnya. Tuhan sendiri berharap supaya kita semua kembali kepada naunganNya. Merenungkan kasih dan pengampunan Tuhan, sebaiknya kita merasa malu karena banyak kali kita mau mengasihi dan mau mengampuni tetapi tidak mampu mewujudkannya. Kita hanya berniat untuk menjadi baik tetapi tidak pernah sampai pada tingkat menjadi manusia yang baik. Kejahatan masih tetap menguasai diri kita. Hebatnya Tuhan kita adalah Ia tetap mengasihi dan mau supaya kita menyerupai Dia. Tuhan senantiasa lain dengan manusia!

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus mengingatkan kita tentang hukum kasih. Orang yang mampu melakukan pertobatan radikal di dalam dirinya, ia juga merasakan kasih yang tiada berkesudahan dari Tuhan. Maka sikap bathin yang harus kita bangun adalah mengasihi Tuhan dan sesama. Inilah perintah baru yang harus kita lakukan sebagai pengikut Kristus. Ia bersabda: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” (Mrk 12:29-31).

Pada hari ini kita mendengar suara Tuhan yang mengingatkan kita tentang kasih dan pertobatan. Mari kita menjawab kasih dan pertobatan ini dengan mengarahkan hati kepada Tuhan sumber kasih dan mengasihiNya, kita juga mengasihi sesama seperti mengasihi diri kita sendiri. Dalam nama Tuhan Yesus kita pasti bisa.

Doa: Tuhan, syukur dan pujian kami haturkan kepadaMu. Semoga hari ini kami dapat bertumbuh dalam kasihMu dan mampu mengasihi Engkau dan sesama kami. Amen

PJSDB

Next Page »

Tentang Saya

Saya seorang hamba Tuhan yang melayaniNya siang dan malam, anggota Serikat Salesian Don Bosco yang bergabung sejak tahun 1989. Kini saya dipanggil Pater John dan melayani di Jakarta

Artikel Terbaru

  • Food For Thought: Kultur kehidupan bukan kematian 10/12/2019
  • Food For Thought: Menghibur dan Membahagiakan 10/12/2019
  • Food For Thought: Dari Kekosongan menuju Kepenuhan 09/12/2019
  • Homili Hari Minggu Adventus ke-II/A – 2019 08/12/2019
  • Food For Thought: Dari Maria Kita Belajar 07/12/2019

Situs Lainnya

  • Salesian Don Bosco
  • Vatican
  • Renungan Audio – Daily Fresh Juice
  • Renungan Pria Katolik

Arsip

  • December 2019 (10)
  • November 2019 (33)
  • October 2019 (28)
  • September 2019 (14)
  • August 2019 (23)
  • July 2019 (25)
  • June 2019 (22)
  • May 2019 (40)
  • April 2019 (24)
  • March 2019 (21)
  • February 2019 (24)
  • January 2019 (34)
  • December 2018 (32)
  • November 2018 (40)
  • October 2018 (26)
  • September 2018 (22)
  • August 2018 (41)
  • July 2018 (28)
  • June 2018 (17)
  • May 2018 (13)
  • April 2018 (17)
  • March 2018 (14)
  • February 2018 (8)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (23)
  • November 2017 (31)
  • October 2017 (29)
  • September 2017 (38)
  • August 2017 (28)
  • July 2017 (18)
  • June 2017 (24)
  • May 2017 (33)
  • April 2017 (18)
  • March 2017 (40)
  • February 2017 (23)
  • January 2017 (22)
  • December 2016 (23)
  • November 2016 (31)
  • October 2016 (24)
  • September 2016 (36)
  • August 2016 (36)
  • July 2016 (32)
  • June 2016 (27)
  • May 2016 (42)
  • April 2016 (25)
  • March 2016 (41)
  • February 2016 (45)
  • January 2016 (31)
  • December 2015 (26)
  • November 2015 (24)
  • October 2015 (60)
  • September 2015 (44)
  • August 2015 (49)
  • July 2015 (56)
  • June 2015 (56)
  • May 2015 (57)
  • April 2015 (46)
  • March 2015 (52)
  • February 2015 (51)
  • January 2015 (58)
  • December 2014 (46)
  • November 2014 (43)
  • October 2014 (49)
  • September 2014 (46)
  • August 2014 (42)
  • July 2014 (39)
  • June 2014 (39)
  • May 2014 (38)
  • April 2014 (44)
  • March 2014 (41)
  • February 2014 (46)
  • January 2014 (55)
  • December 2013 (43)
  • November 2013 (42)
  • October 2013 (46)
  • September 2013 (31)
  • August 2013 (33)
  • July 2013 (32)
  • June 2013 (36)
  • May 2013 (33)
  • April 2013 (34)
  • March 2013 (40)
  • February 2013 (33)
  • January 2013 (33)
  • December 2012 (36)
  • November 2012 (33)
  • October 2012 (50)
  • September 2012 (40)
  • August 2012 (41)
  • July 2012 (35)
  • June 2012 (30)
  • May 2012 (33)
  • April 2012 (36)
  • March 2012 (47)
  • February 2012 (42)
  • January 2012 (38)
  • December 2011 (35)
  • November 2011 (31)
  • October 2011 (2)

Bulan

  • December 2019
  • November 2019
  • October 2019
  • September 2019
  • August 2019
  • July 2019
  • June 2019
  • May 2019
  • April 2019
  • March 2019
  • February 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • June 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • August 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013
  • April 2013
  • March 2013
  • February 2013
  • January 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011
  • October 2011

Copyright © 2019 · Beautiful Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in