Homili 5 April 2014

Hari Sabtu, Pekan Prapaskah IV

Yer 11:18-20

Mzm 7:2-3.9bc-10.11-12

Yoh 7:40-53

KepadaMu kuserahkan Perkaraku!

Fr. JohnPenindasan datang bertubi-tubi. Itulah perkataan dari seorang sahabat yang merasa ditindas oleh saudara-saudaranya. Di dalam keluarganya, dia adalah satu-satunya yang bekerja dengan penghasilan yang mencukupi bagi keluarganya sendiri dan kadang-kadang ia juga berbagi dengan saudara-saudaranya yang berkekurangan. Karena ia selalu berbagi maka ada semacam ketergantungan dari saudara-saudaranya untuk mau menerima terus tanpa berusaha. Mereka seolah-olah menuntut “bulanan” darinya. Belakangan ia juga mulai merasa berat karena anaknya sudah mulai sekolah  dan biaya hidup keluarganya juga perlahan naik. Ia memberi pengertian kepada saudara-saudaranya tetapi mereka malah bersatu dan membencinya. Ia merasa heran karena kebaikannya selama ini dibalas dengan kebencian.

Pengalaman seorang sahabat ini mungkin dirasakan juga oleh banyak di antara kita. Orang maunya yang enaknya saja tanpa mau merasakan pahitnya. Seharusnya orang memiliki daya juang tersendiri. Saya punya pengalaman membina para calon imam dan bruder di komunitas. Kadang saya harus mengoreksi dengan keras para calon imam dan bruder yang tidak memiliki daya juang. Misalnya hanya sakit sedikit langsung tidur, tanpa mengikuti doa dan kegiatan bersama. Untuk menjadi imam dan bruder yang tangguh mereka harus punya daya juang, bertahan dalam penderitaan. Ini memang pengalaman yang berat tetapi haruslah dilalui oleh mereka.

Pada hari ini kita mendengar pengalaman penderitaan nabi Yeremia. Yeremia dikenal sebagai nabi yang kritis terhadap situasi sosial pada zamannya. Akibatnya ia juga menjadi sasaran kebencian dari saudara-saudaranya. Tuhan memperlihatkan kesepakatan orang fasik yang mau menganiayanya. Yeremia berkata: “Tetapi aku dulu seperti anak domba jinak yang dibawa untuk disembelih, aku tidak tahu bahwa mereka mengadakan persepakatan jahat terhadap aku: “Marilah kita binasakan pohon ini dengan buah-buahnya! Marilah kita melenyapkannya dari negeri orang-orang yang hidup, sehingga namanya tidak diingat orang lagi!” (Yer 11:19). Ketika orang marah atau membenci, yang namanya saudara itu tidak ada lagi. Semuanya adalah musuh yang harus dihabiskan. Maka tidak mengherankan, Yeremia saja mau dihabiskan oleh saudara-saudaranya.

Modal yang masih dimiliki Yeremia adalah Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan akan melakukan karya besar di dalam diriNya. Ia berkata: “Tetapi, Tuhan semesta alam, yang menghakimi dengan adil, yang menguji batin dan hati, biarlah aku melihat pembalasan-Mu terhadap mereka, sebab kepada-Mulah kuserahkan perkaraku.” (Yer 11:20). Karya besar yang dimaksudkan Yeremia adalah bahwa Tuhan menghakimi dengan adil, Tuhan juga menguji bathin dan hati. Semua ini membuat Yeremia berpasrah hanya kepada Tuhan.

Selama masa prapaskah ini kita melihat dua kutub kehiduapan yang disoroti. Kutub kebaikan selalu diperlawankan dengan kutub kejahatan. Tuhan mengutus para nabi bahkan PuteraNya sendiri untuk melakukan kebaikan-kebaikanNya kepada manusia tetapi manusia tidak melihat kebaikan itu. Mata manusia hanya tertujuh kepada kejahatan dan kelemahan manusia. Yeremia melakukan kebaikan tetapi ia dianiaya. Pengalaman Yeremia pernah dialami oleh Yusuf, anak Yakub. Ia dianiaya dan dijual ke Mesir kemudian menjadi penyelamat bagi saudara-saudaranya. Yesus pun mengalami penderitaan dari orang-orangNya sendiri. Ia disiksa seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, Ia tidak memberontak. Ia pasrahkan semua kepada kehendak Bapa.

Kehadiran Yesus di dunia ini menimbulkan perbantahan. Simeon sudah menubuatkannya di depan Bunda Maria dan Yusuf: “Sesunggunya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan  banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan” (Luk 2:34). Perbantahan itu timbul ketika masa keselamatan semakin dekat. Perhatikanlah bagaimana orang menjadi bingung berhadapan dengan Yesus: Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkata itu, berkata: “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” Yang lain berkata: “Ia ini Mesias.” Tetapi yang lain lagi berkata: “Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal.” (Yoh 7:40-42). Orang-orang yang mempertentangkannya bukan orang biasa-biasa. Banyak di antara mereka adalah para ahli Taurat dan kaum Farisi. Mereka semua mengerti Kitab Suci dan mengetahui dari mana asalnya Mesias tetapi mereka buta di hadapan Yesus.

Para penjaga didesak oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi untuk menangkap Yesus namun mereka juga memberi kesaksian yang bagus: “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!” (Yoh 7:46). Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat selalu berpikiran yang negatif sehingga mereja juga berkata bahwa para penjaga itu sudah disesatkan oleh Yesus.  Nikodemus membela Yesus dengan berkata: “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?” (Yoh 7:51). Kehadiran Yesus benar-benar menimbulkan perbantahan khususnya bagi orang yang belum percaya kepadaNya.

Kita berhadapan dengan dua figur penting yakni Yeremia dan Yesus Kristus. Mereka dianiaya oleh orang-orang dekat, oleh saudara-saudara sendiri. Satu hal yang hebat dari Yeremia dan Yesus adalah sikap berpasrah kepada Tuhan Bapa di dalam Surga. Dialah yang mengatur kehidupan manusia. Hidup manusia ada di tangan Tuhan. Mari kita berpasrah kepadaNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk mematuhi setiap rencana dan kehendakMu bagi kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply