Homili Hari Minggu Palma/A – 2014

Hari Minggu Palma/A

Yes 50:4-7

Mzm 22:8-9,17-18a, 19-20, 23-24

Flp 2:6-11

Mat 26:14-27:66

Hamba yang rendah hati siap untuk mati

Fr. JohnSelama beberapa tahun saya berkarya di Pulau Sumba, NTT. Saya pernah mendengar kisah-kisah zaman dahulu di Sumba bagian Timur tentang kerajaan-kerajaan di sana. Agaknya sistem kerajaan itu masih berlaku sampai saat ini meskipun tidak seperti zaman dahulu lagi. Dikisahkan bahwa pada waktu itu kalau ada seorang raja yang meninggal dunia, hamba yang melayaninya selama hidup rela berkorban untuk dibunuh supaya menjadi alas bagi peti mayat sang raja. Hal ini merupakan ungkapan hormat dan kasih serta pengabdian yang tulus hamba kepada sang raja. Entah benar atau tidak benar, point yang penting di sini adalah rasa cinta kasih dan pengabdian hamba itu total bagi tuannya yakni raja. Coba kita pikirkan kisah-kisah dari Kitab Suci. Di dalam Kitab Suci, Tuhan Allah juga rela menjadi seorang hamba dalam diri Yesus Kristus PuteraNya. Ini memang aneh tapi nyata. Tuhan yang menciptakan segala sesuatu dan memiliki semuanya rela menjadi hamba bagi manusia, bahkan rela mati untuk keselamatan manusia yang berdosa melawanNya.

St Paulus dalam bacaan kedua dengan tepat melukiskan kasih Allah ini dalam diri Yesus Kristus sebagai berikut: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:5-11).

Gambaran Paulus tentang Yesus Kristus sebagai hamba sangat senpurna.Tuhan Yesus sangat mencintai manusia maka dia tidak menganggap kesetaraanNya dengan Allah Bapa itu sebagai milik yang dipertahankan. Ia justru berkenosis, mengosongkan diriNya, menjadi hamba yang menderita dengan wafat di kayu Salib. Disinilah letak kehebatan Allah yang menjadi manusia dalam diri Yesus. Artinya untuk dapat menyelamatkan manusia, Tuhan memilih yang paling ekstrim. Dia tidak hanya menjadi manusia tetapi menjadi manusia untuk melayani bukan untuk dilayani, untuk mengabdikan diriNya secara total demi keselamatan manusia itu sendiri.

Tuhan melalui nabi Yesaya coba menggambarkan bagaimana seorang abdi melayani atau mengabdi (Yes 50: 4-7). Hamba yang menderita dalam Kitab Yesaya memiliki ciri khas yakni Pertama, Tuhan menjadikannya sebagai seorang murid. Murid itu memiliki lidah supaya memberi semangat kepada sesama yang letih lesuh, pendengarannya juga dipertajam untuk selalu siap mendengar Tuhan. Kedua, hamba itu setia karena selalu mendengar Sabda Tuhan. Ketiga, Hamba itu siap untuk menderita yakni dihina dan dipukuli. Keempat, Hamba itu tetap teguh karena Tuhan adalah satu-satunya penolong baginya. Gambaran hamba yang menderita ini menjadi sempurna dan nyata juga di dalam diri Yesus Kristus. Yesus rela menderita, dipukul, dihina, dicaci, memikul salib bukan untuk diriNya melainkan untuk manusia.

Drama pengabdian Yesus bagi manusia kita dengar dalam kisah sengsara Tuhan Yesus menurut Matius. Kisahkan bahwa Yudas Iskariot yang memegang khas komunitas menjadi pengkhianat. Ia menjual Yesus dengan harga 30 uang perak dan sejak saat itu ia mencari kesempatan untuk menyerahkan Yesus kepada para imam kepala. Sebelum semuanya terjadi, Yesus bersama para muridNya melakukan perjamuan terakhir. Yesus berekaristi atau melakukan perjamuan bersama dan tetap dikenang di dalam Gereja hingga saat ini. Pada saat Ekaristi bersama inilah Tuhan mengatakan dengan terus terang bahwa salah seorang muridNya akan mengkhianati. Pernyataan Yesus ini mengguncang komunitas yang dibentuknya tiga tahun terakhir. Yesus tahu bahwa penderitaan akan menimpaNya dan Ia sudah siap untuk mendengar dan mentaati kehendak Bapa.

Setelah mereka berekaristi bersama, Yesus membawa murid-muridNya untuk berjaga-jaga dan berdoa  di taman Getzemani. Pada malam inilah Yesus menunjukan pengabdianNya bagi manusia sampai mati. Yudas bersama orang-orang Yahudi datang dan menangkap Yesus. Banyak tuduhan diberikan kepadaNya seperti meniadakan hari Sabat, menghancurkan Bait Allah dan mengatakan diri sebagai Anak Allah. Bagi mereka, ini adalah hujatan bagi Allah sendiri. Di hadapan Kayafas sebagai imam agung, Yesus bersaksi: “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.” (Mat 26:64). Sambil Yesus diadili, Petrus sebagai kepala dari para murid menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, sedangkan para murid yang lain menyembunyikan diri atau melihat Yesus menderita seorang diri dari jauh. Yesus sang hamba yang menderita hanya seorang diri dalam penderitaanNya.

Yudas Iskariot baru sadar diri ketika mendengar bahwa Yesus dihukum mati. Ia pergi ke dalam bait Allah, melempar semua uang perak yang diterimanya kemudian menggantung diri. Penyesalan itu selalu muncul kemudian.  Ketika orang jatuh dalam dosa juga sama. Kenikmatan dosa dirasakan duluan, penyesalan dan akibat dosa dirasakan kemudian. Yesus yang tidak bersalah dijadikan bersalah bahkan manusia yang berdosa seperti Barabas dibebaskan dari hukuman penjara. Orang bersalah dibenarkan, orang tak bersalah dipersalahkan. Ini logika manusia zaman ini, lebih lagi kalau sampai tertawa di atas penderitaan orang lain.

Yesus memikul salib ke Golgota. Salib itu hanya untuk orang jahat, tetapi Putera Allah yang tidak bersalah rela memikul salib supaya manusia yang berdosa mengalami penebusan yang berlimpah. Salib adalah semua penderitaan Yesus, keringat berlumuran darah sebagai tanda pengabdianNya bagi manusia. Inilah yang disebut st. Paulus, Yesus berkenosis! Di atas kayu salib di bukit Golgota, Tuhan Yesus menyelamatkan semua orang. Orang jahat bisa bertobat di samping Yesus dan Firdaus adalah tempat baginya. Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya bahkan mengakui Yesus: “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah” (Mat 27:54). Setelah mengetahui bahwa Yesus sudah wafat maka mayatNya diturunkan. Ia  masuk ke dalam perut bumi selama tiga hari dan tiga malam.

Yesus sungguh-sungguh menjadi hamba yang menderita, rendah hati dan mengasihi manusia sampai tuntas. Apakah semangat Yesus ini bisa menjadi semangat Gereja dalam membela hak orang-orang kecil? Dengan kata lain apakah Gereja tetap bisa berpihak kepada masyarakan kecil dan mengabdi kepada kemanusiaan? Kita semua dipanggil untuk melayani seperti Tuhan Yesus melayani manusia.

Doa: Tuhan Yesus, Engkau rela mengosongkan diriMu bagi kami manusia yang berdosa. Bantulah kami untuk mengabdi kepadaMu dan sesama yang sangat membutuhkan. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply