Homili Hari Jumat Agung (Penyembahan Salib)

Homili Hari Jumat Agung
Yes 52:13 – 53:12
Mzm 31:2,6,12-13,15-16,17,25
Ibr 4:14-16; 5:7-9
Yoh 18:1-19:42

Ia sudah wafat bagi kita!

P. John SDBPada suatu kesempatan saya memberi ketekese kepada umat tentang Ekaristi. Setelah selesai menjelaskannya, saya bertanya kepada umat apa yang mereka ingat dari pengajaran tentang Ekaristi. Seorang bapa mengatakan bahwa ia mengingat dua bagian penting yakni liturgy Sabda dan Ekaristi. Dia merasa bahwa Tuhan selalu menyapanya melalui Sabda dan mengasihinya dalam Ekaristi. Seorang yang lain mengatakan terkesan dengan Ekaristi itu sendiri karena Tuhan begitu baik. Ia mengorbankan diriNya bagi manusia. Seorang yang lain lagi mengatakan bahwa iaterkesan setiap kali mengucapkan Misteri Iman kita: “Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitanNya kita muliakan, kedatanganNya kita rindukan, Amen.” Ada banyak kesan yang bagus-bagus dari umat yang hadir. Pada akhirnya saya juga mengatakan kepada mereka supaya tetap hidup sebagai manusia ekaristis.

Mendengar sharing terakhir tentang misteri iman kita khususnya kalimat “Wafat Kristus kita maklumkan” saya teringat pada sebuah keluarga yang mengundang saya untuk merayakan 3 tahun meninggalnya seorang bapa. Suasana misa tiga tahun kelihatan begitu meriah. Banyak keluarga, kerabat yang datang. Ini sudah menjadi tanda lahiria bahwa bapa yang meninggal dunia ini pasti orangnya baik. Pada saat homily saya bertanya kepada salah seorang anaknya tentang kesan yang masih diingat dari ayahnya. Ia menjawab: “Ayah saya itu seorang yang baik. Dia seorang pekerja yang tekun dan setiap hari selalu ada bersama keluarga. Saya merasa bahwa ayah telah mati bagi kami semua. Rasanya tiga tahun berlalu, tetapi hidup dan pengabdiannya tetap kami rasakan”. Semua orang terharu dengan kesaksian anaknya itu.

Hidup ini menjadi indah karena ada pengorbanan diri dari banyak orang. Orang tua, anak-anak dan saudara-saudari kita mengorbankan dirinya bagi kita. Harapan mereka adalah supaya kita bisa menjadi bahagia di dalam hidup. Dalam perayaan penyembahan salib pada siang hari ini kita semua diajak untuk melihat Yesus, hamba yang menderita bagi kita. Di dalam Ekaristi, Yesus memberi tubuh dan darahNya sebagai tebusan bagi banyak orang. Ia merasakan itu sebagai kehendak dari Bapa di Surga dan melakukan semuanya sampai tuntas.

Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah Hamba yang menderita dari nubuat Yesaya. Inilah nubuat Tuhan dalam Kitab Yesaya: “Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan. Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi. Demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami.” (Yes 52:13-15). Gambaran hamba yang menderita dialami Yesus dalam kisah sengsaraNya. Ketika ditinggikan di atas kayu salib ia sangat menderita, buruk rupanya penuh dengan lumuran darah. Orang tercengan melihat semua penderitaanNya.

Hamba yang menderita itu melakukan semuanya bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk banyak orang. Ia dihina orang, menderita sengsara. Semua yang dialami bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk kita manusia. Tuhan bersabda: “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yes 53:3). Yesus sang Anak Domba Allah merasakan penderitaan itu luar biasa. Namun kehendak Allah tetaplah menjadi yang terbaik bagi Yesus. Dia mampu mencintai kita karena ia mengasihi kita apa adanya.

Pengorbanan diri Yesus tidak hanya berhenti pada diriNya sebagai hamba yang menderita. Dia juga merupakan imam agung yang berekaristi bersama para muridNya. Penulis surat kepada umat Ibrani menulis: “Kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibr 4:14-15). Yesus adalah imam Agung yang tidak lagi mempersembahkan kurban bakaran. Ia justru mempersembahkan diriNya satu kali untuk selama-lamanya.

Selanjutnya dikatakan: “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.” (Ibr 5:8-9). Kebesaran Yesus sebagai imam Agung adalah ketaatanNya sampai tuntas kepada Bapa. Ia taat maka menjadi pokok keselamatan bagi orang yang taat kepadaNya.

Pada suatu kesempatan saya ditanya oleh seseorang: “Mengapa Yesus dihukum mati di kayu salib?” Hidup dan karyaNya menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang Yahudi.Ia mengampuni dosa, yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Ia bertindak seolah-olah hukum Sabat tidak mutlak. Ia dituduh sebagai penghujat dan nabi palsu. Tuduhan-tuduhan ini menjadi dasar supaya menyalibkan Yesus. Ia mengorbankan diriNya karena mencintai manusia yang berdosa.

Saya teringat pada C.S Lewis (1898-1963) yang pernah berkata: “Orang ini, baik dahulu maupun sekarang, adalah Putra Allah: atau jika orang ini bukan Putra Allah, mungkin Dia seorang gila atau sesuatu yang lebih buruk. Kamu bisa meneriakiNya dengan sebutan orang bodoh, meludahiNya dan membunuhNya seolah-olah Dia setan; atau kamu akan tersungkur di kakiNya dan menyapaNya Tuhan dan Allah. Tapi kita jangan sampai jatuh pada pandangan yang tidak masuk akal mengenai keberadaanNya sebagai guru yang hebat.Dia tidak membiarkan itu”.

St. Fransiskus dari Asisi berkata: “Bahkan setan tidak menyalibkan Dia, tetapi kamu, bersama mereka, telah menyalibkan Dia dan masih tetap menyalibkan Dia dengan cara bersenang-senang dalam keburukan dan dosa-dosamu.” Pandangan St. Fransiskus dari Asisi ini ditambahkan oleh Beata Theresa dari Kalkuta: “Ketika kita melihat pada kayu salib, kita memahami keagungan kasihNya. Ketika melihat palunganNya, kita memahami kelembutan kasihNya bagimu dan bagiku, bagi keluargamu dan setiap keluarga.”

Doa: Tuhan semoga dengan salib SuciMu, Engkau menguduskan kami sekarang dan selama-lamaNya. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply