Homili 7 Mei 2014

Hari Rabu Pekan Paskah III
Kis 8:1b-8
Mzm 66 1-3a.4-5.6-7a
Yoh 6:35-40

Bertahanlah dalam derita!

Fr. JohnKetika menyiapkan homili hari ini saya ingat Ibunya St. Yohanes Bosco, namanya Margaretha Occhiena. Ibu rumah tangga yang dalam proses beatifikasi ini mengucapkan nasihat mujarab bagi puteranya setelah ditahbiskan menjadi imam tanggal 5 Juni 1841. Ia berkata kepada Yohanes Bosco yang barusan menjadi Romo Yohanes Bosco: “Anakku, sekarang engkau sudah menjadi imam dan engkau mempersembahkan Misa. Oleh karenannya engkau menjadi lebih dekat lagi dengan Yesus Kristus. Tetapi ingatlah bahwa mulai mempersembahkan Misa berarti mulai menderita. Engkau tidak akan menyadari hal ini dengan segera, tetapi sedikit demi sedikit engkau akan mengerti bahwa benarlah perkataan ibumu. Saya yakin engkau akan berdoa bagi saya setiap hari, entah itu saya masih hidup atau sudah meninggal. Itu saja sudah cukup. Mulai sekarang engkau harus memikirkan hanya soal menyelamatkan jiwa-jiwa. Janganlah pernah risau tentang aku.” Nasihat Ibu Margaretha Occhiena ini diwariskan turun temurun bagi kami para Salesian, khususnya pada imam hingga saat ini. Menjadi imam untuk melayani Tuhan berarti siap untuk menderita bersama Kristus dalam pelayanan imamat. Untuk itu kalau bersama Kristus dalam melayani, perlu bertahan dalam derita karena upahnya besar di surga.

Kisah kematian St. Stefanus di dalam Kisah Para Rasul membuka pikiran kita selama dua hari terakhir ini untuk melihat diFilipus Rasul dalam diri Stefanus cinta kasihNya sampai tuntas bagi Yesus. Dalam suasana menderita sekali pun ia masih berharap kepada Yesus dengan menyerahkan Rohnya. Dia juga mengikuti Yesus untuk mengampuni orang yang menganiaya hidupnya sampai wafat sebagai martir pertama. Saya teringat pada Tertulianus, seorang Bapa Gereja pernah berkata: “Il sangue dei martiri e’ il seme dei cristiani.” Artinya “Darah para martir adalah benih-benih hidup Kristiani.” Kemartiran atau kesaksian ditunjukkan dengan menumpahkan darah karena mempertahankan iman kepada Yesus Kristus.

St. Lukas bersaksi bahwa setelah Stefanus dibunuh maka mulailah penganiayaan yang hebat terhadap umat di Yerusalem sehingga mereka tersebar ke mana-mana, baik di Yudea maupun Samaria. Tokoh yang memiliki andil besar untuk menganiaya umat kristiani adalah Saulus. Ia keluar dan masuk rumah penduduk untuk membasmi semua pengikut Kristus. Laki-laki dan perempuan ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Namun hikmah yang bisa diambil dari penganiayaan ini adalah Tuhan Yesus semakin dikenal di mana-mana, bahwa Ia sudah bangkit dari kematian. Ini menjadi momen sekaligus peluang untuk mewartakan Injil sampai ke ujung dunia.

Rasul Filipus meninggalkan Yerusalem dan pergi ke Samaria untuk memberitakan Mesias. Orang-orang Samaria yang mendengar Filipus, terpesona dengan nama Yesus yang bangkit dan dan semua tanda yang dilakukan Filipus dalam nama Yesus. Mereka semua dengan sebulat hati menerima semua yang diwartakan Filipus. Roh-roh jahat pun tunduk pada kuasa Yesus di dalam Filipus, orang lumpuh dan timpang di sembuhkan. Di kota Samaria itu bergema suka cita yang besar karena pewartaan rasul Filipus dan tanda-tanda ajaib dari Tuhan.

IMG_6728Menjadi Rasul untuk mewartakan khabar sukacita dari Tuhan bukanlah hal yang muda.Orang-orang yang mau mengikuti jejak para rasul sebagai gembala umat semakin sedikit. Selama melayani komunitas pembinaan calon imam dan bruder, saya merasakan betapa sulitnya mendapat calon imam dan bruder untuk masa depan Gereja. Ada yang berkeinginan untuk “menjadi” tetapi tidak memenuhi persyaratan. Tentu saja kita membutuhkan panggilan baru di dalam Gereja untuk menjadi abdi Tuhan Allah. Tentu saja kita tidak hanya sekedar menerima mereka karena mungkin saja kualitas jasmani dan rohani mereka rendah. Menjadi rasul zaman ini juga memang harus memiliki daya tahan yang kuat. Orang harus belajar untuk berkorban. Umat selalu memiliki tuntutan tertentu dalam pelayanan yang kadang membutuhkan kemartiran dari para gembalanya.

Pada hari ini kita merasakan kemartiran Yesus yang dipertegas di dalam Injil. Ia mengatakan diriNya sebagai Roti Hidup Eucharistyang turun dari Surga. Ia menjadi Roti hidup dari surga karena Ia memberi diriNya sebagai santapan Rohani yang selalu kita kenang di dalam perayaan Ekaristi. Untuk menjadi martir perlu iman, keberanian bahkan kerelaan untuk menumpahkan darah karena cinta kepada Yesus Kristus. Bertahanlah selalu di dalam aneka penderitaanmu supaya bisa melengkapi penderitaan Kristus yang masih kurang di dalam Gereja. (Kol 1:24).

Doa: Tuhan, semoga kami berani berkorban untuk untuk memberi kesaksian bahwa Engkau adalah Tuhan dan Allah kami yang senantiasa mengasihi semua orang. Bantulah kami untuk belajar berkorban. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply