Homili 9 Mei 2014

Hari Jumat, Pekan Paskah III
Kis 9:1-20
Mzm 17: 1.2
Yoh 6: 52-59

Yesus adalah Putra Allah!

Fr. JohnDari orang-orang yang dilabel legendaris Indonesia, ada seorang yang tidak lazim disapa sang legendaris yaitu Kusni Kasdut. Nama aslinya adalah Waluyo, seorang anak petani miskin dari Blitar, Jawa Timur. Dengan berbekal pengalaman semasa revolusi kemerdekaan, ia berniat untuk menjadi seorang militer tetapi ditolak karena cacat fisik yang dialaminya semasa revolusi. Ia secara pribadi merasa seolah-olah disingkirkan begitu saja oleh para penguasa saat itu maka untuk menunjukkan dirinya bahwa dia eksis, ia memiliki senjata api yang menjadi sarana untuk memperoleh rejeki yang tidak halal. Profesi sebagai perampok kaliber dilakoninya bersama rekan-rekan seperjuangannya. Peristiwa-peristiwa yang pernah menggemparkan sehingga menjadikannya label penjahat legendaris adalah ketika bersama Bir Ali, sahabatnya pada tahun 1960 membunuh Ali Badjened, seorang Arab yang kaya. Kejadian kedua adalah pada tahun 1961, Kusni menggunakan jeep, berpakaian ala polisi datang dan merampok Museum Nasional Jakarta. Ia menembak mati seorang petugas dan menyandera banyak orang lain. Komplotannya berhasil membawa kabur 11 permata koleksi museum tersebut. Setelah keluar masuk penjara, Kusni berusaha untuk bertobat. Ini terjadi sekitar tahun 1976. Ia dibaptis dengan nama baptis Ignasius.

Orang sejahat apa pun bisa berubah. Kusni Kasdut mendapat label penjahat legendaris tetapi di mata Tuhan ternyata sangat berbeda. Ia bertobat secara radikal. Ia pernah berkata kepada anaknya: “Sebenarnya ayah ingin menghabiskan umur untuk mengabdi kepada Tuhan, tetapi waktunya terlalu pendek.” Ia juga mengatakan pasrah kepada Tuhan karena mengetahui tindakan kejahatan dan hukuman mati diberikan kepadanya. Ia percaya bahwa Tuhan sudah menyediakan tempat baginya. Di tiang eksekusi, ia masih mengakui dosanya dan berdoa sambil berkata: “Selesailah sudah.” Masa lalu Kusni Kasdut memang gelap di mata manusia, tetapi menjelang akhir hidupnya ia menjadi Ignasius Kusni Kasdut atau Ignasius Waluyo, seorang manusia baru di hadirat Tuhan. Orang jahat yang bertobat di akhir hidupnya. Apakah kita juga bisa bertobat sebelum maut datang menjemput? Tuhan selalu memiliki rencana yang indah bagi setiap orang.

Pada hari ini kita mendengar kisah panggilan atau kisah pertobatan St. Paulus. Namanya mulai dikenal setelah kematian Stefanus.Ia menghadap imam besar untuk meminta surat kuasa dari para imam besar supaya ia membawanya kepada majelis agama Yahudi di Damsyik. Jika ia berjumpa dengan laki-laki dan perempuan yang mengikuti jalan Tuhan maka ia akan menangkap dan membawa mereka ke Yerusalem. Tetapi apa yang terjadi dalam perjalanannya ke Damsyik? Ia berjumpa dengan Kristus yang mulia, dalam terang kemuliaan yang tidak bisa ditatapnya. Dari cahaya yang memancar dari langit sehingga menyebabkan ia rebah ke tanah, keluar suara: “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” (Kis 9:4). Saulus menjawab: “Siapakah engkau Tuhan?” (Kis 9:5). Suara itu berkata: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Bangun dan pergilah ke kota, di sana akan dikatakan kepadamu apa yang harus kauperbuat.” (Kis 9:6). Sejak saat itu Saulus menjadi buta. Tuhan mengutus Ananias untuk menyembuhkannya karena bagi Tuhan, ia akan menjadi alat pilihanNya dan untuk memberitahu namaNya kepada bangsa-bangsa serta raja-raja dan orang Israel. Saulus kemudian mewartakan Yesus di dalam rumah-rumah ibadat dan mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh Putera Allah.

Kisah panggilan dan pertobatan Saulus ini menunjukkan bahwa Tuhan membentuknya secara bertahap. Ia harus mengalami kebutaan, kegelapan selama tiga hari, ibarat di dalam perut bumi sebelum melihat terang yang sesungguhnya yakni Yesus Kristus. Saulus seperti dilahirkan kembali, ia menjadi baru dan siap untuk mewartakan Kristus kepada semua orang. Namanya bukan lagi Saulus tetapi menjadi Paulus. Pertobatan Paulus sifatnya radikal, sangat mendalam. Ia menerima Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan juru selamatnya. Ia juga mewartakan Yesus sebagai Anak Allah. Pewartaan ini juga yang dipegang teguh oleh Gereja hingga saat ini.

Pengalaman rohani Paulus dalam perjalanan ke Damsyk ini memiliki makna yang besar di dalam hidup Kristiani. Kita semua dibantu untuk melihat seperti Paulus yang memiliki mata rohani yang buta, membutuhkan Tuhan dengan jamahanNya untuk melihatNya sebagai Terang. Melihat Tuhan sebagai Roti Hidup yang turun dari Surga. Dalam kotbahNya di dalam Rumah ibadat di Kapernaun, Yesus berkata: “Akulah roti hidup yang turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup untuk selama-lamanya dan roti yang Kuberikan itu adalah dagingKu yang akan kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh 6:51). Perkataan Yesus ini menimbulkan pertengkaran di antara orang-orang Yahudi terutama keheranan untuk makan daging tubuhNya dan minum darahNya. Tetapi Yesus tetap bersih keras mengatakan bahwa orang yang mau memiliki hidup kekal haruslah makan dagingNya dan minum darahNya supaya ia mempunyai hidup kekal dan supaya dapat dibangkitkan pada akhir zaman.

Di dalam Rumah Ibadat itu, Yesus meyakinkan banyak orang untuk percaya kepadaNya bahwa Dialah yang memberi diriNya secara total kepada manusia. Ia sebagai Putera Allah menjadi satu-satuNya Penebus umat manusia. Satu syaratnya adalah percaya bahwa Yesus menjadi makanan rohani yang memberi hidup kekal kepada semua orang. Hal konkret yang membantu permenungan kita adalah kesediaan untuk mengikuti Ekaristi dan menghayati Ekaristi di dalam hidup setiap hari. Ekaristi memiliki daya untuk menguatkan kita dan meyakinkan bahwa manusia bisa berubah. Orang mengalami pertobatan yang radikal dalam dan melalui Ekaristi. Orang bisa percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah sebagaimana dilakukan oleh Paulus sendiri.

Doa: Tuhan, Engkaulah Roti Hidup yang turun dari surga. Semoga kami mengimani Engkau seantiasa. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply