Homili 7 Agustus 2014

Hari Kamis, Pekan Biasa XVIII
Yer. 31:31-34
Mzm. 51:12-13,14-15,18-19
Mt. 16:13-23

Aku tidak lagi mengingat dosamu!

PejeSDBAda dua orang sudah lama bersahabat. Pada suatu hari mereka melakukan sebuah perjalanan yang jauh melewati pantai yang indah. Ketika tiba di pinggir pantai mereka duduk berdua untuk santap siang bersama. Mereka saling bercanda tentang pengalaman masa lalu. Tetapi tiba-tiba salah seorang sahabat itu merasa tersinggung karena ia pernah luka batin dengan salah satu candaan sahabatnya itu meskipun orang lain yang melakukan kepadanya. Ia marah dan menampar sahabatnya itu karena ia berpikir sedang berada di depan orang yang menyakitinya. Tentu saja hanya mereka berdua maka sahabat yang mengalami kekerasan fisik itu merasa sedih. Ia menangis sambil menulis di atas pasir perasaannya terhadap sahabatnya itu. Ia merasa hilang kepercayaan pada sahabatnya itu. Setelah situasinya redah mereka melanjutkan perjalanan menyusuri pantai itu. Mereka tiba di suatu tempat yang adem untuk istirahat berdua. Namun suasana panas bercampur emosi tingkat dewa masih ada maka sahabat yang mendapat tamparan itu menaiki sebuah batu dan melompat di sebelahnya padahal ia tidak tahu berenang.Tujuannya adalah merasakan dinginnya air laut. Tetapi beberapa menit kemudian ia tidak muncul ke atas permukaan laut. Sahabat yang menamparnya itu menyelam dan berhasil menyelamatkanya. Setelah tenaganya pulih, sahabat yang tenggelam dan diselamatkan itu menulis di atas batu: “Sahabat itu ada karena kasih. Sahabat adalah segalanya. Aku melupakan semua kelemahanmu.”

Beberapa saat kemudian, sahabat yang menampar dan menyelamatkan itu bertanya tentang tulisan di atas pasir dan batu. Sahabatnya menjawab: “Tadi aku begitu kesal dan hilang kepercayaan kepadamu, apa lagi sebelum kamu mengatakan maaf. Saya tahu bahwa ungkapanmu itu spontanitas karena pengalaman masa lalumu, hanya saya sedih karena anda melakukan kekerasan fisik kepadaku. Saya menulisnya di atas pasir rasa kesalku padamu tetapi air laut dan angin sudah menghapus tulisan-tulisan itu. Sekarang aku menulisnya di atas batu tulisan ini : “Sahabat itu ada karena kasih. Sahabat adalah segalanya. Aku melupakan semua kelemahanmu.” Dan air dan angin tidak akan menghapusnya.

Kisah sederhana ini menarik perhatian dan menginspirasikan kita untuk memahami kasih dan kebaikan Tuhan. Melalui nabi Yeremia, Tuhan mengungkapkan rasa kasih sayangnya kepada manusia dengan membuat perjanjian yang baru untuk mengganti perjanjian yang lama. Perjanjian itu dibuat oleh Tuhan untuk mengikat kaum Israel dan kaum Yehuda. Bagi Tuhan, perjanjian yang lama itu sudah dilanggar berkali-kali oleh nenek moyang mereka padahal mereka selalu merasakan kasih dan kebaikanNya. Oleh karena itu Tuhan membaharui perjanjianNya dengan harapan supaya mereka bisa mematuhinya.

Isi perjanjian baru antara Tuhan dan Israel adalah sesuai dengan Sabda ini: “Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah Tuhan! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman Tuhan, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.” (Yer 31: 33-34).

Perjanjian baru ini adalah perjanjian kasih antara Tuhan manusia. Tuhan sangat mengasihi maka ia rela menempatkan TauratNya di dalam hati manusia. Taurat itu berisi hukum Tuhan maka setiap orang yang membuka hatinya kepada Tuhan akan menerima hukum dan ketetapan Tuhan serta melakukannya di dalam hidup. Orang yang terbuka hatinya kepada Tuhan akan membiarkan Tuhan untuk terus menerus menulis hukumNya terutama hukum kasih di dalam hatinya. Manusia akan mengenal Tuhan yang mengampuni dan Tuhan yang tidak mengingat dosa-dosa manusia.

Pesan Tuhan ini sangat aktual. Kita seharusnya merasa malu ketika mengetahui bahwa salah satu kelemahan manusiawi kita adalah selalu mengingat dosa dan salah yang dilakukan sesama kepada kita. Kita lebih mudah menulis kebaikan sesama di atas pasir sehingga mudah hilang ditiup angin atau ditutup air laut dari pada menulisnya di atas batu yang keras dan tetap bertahan lama dan awet. Tuhan menulis hukum dan menempatkannya di dalam hati supaya kita melakukannya dengan kasih bukan karena terpaksa.

Di dalam bacaan Injil hari ini, kita mendengar pengakuan iman Petrus. Ketika berada di Kaisarea Filipi, Yesus bertanya kepada para muridNya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Dengan mudah mereka menjawabnya karena pertanyaannya “kata orang”. Pertanyaan menjadi sulit ketika Yesus menanyakan pendapat masing-masing rasul tentang Yesus. Petrus dengan bantuan ilahi mengakui imannya: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” (Mat 16: 16). Pengakuan iman Petrus merupakan anugerah Bapa baginya karena sebagai manusia biasa ia juga pasti tidak bisa menjawabnya.

Dengan pengakuan iman akan Yesus Kristus ini maka Tuhan Yesus menyerahkan tugas perutusan istimewa kepada Petrus yakni menjadi batu karang bagi Gereja, memegang kunci kerajaan Surga sebagai lambang kuasa rohani dan pelayanan kegembalaan dan sakramen yakni mengikat dan melepaskan. Semua tugas itu membutuhkan pengorbanan diri dari sang gembala. Pengorbanan diri untuk melupakan kesalahan sesama seperti yang Tuhan sendiri lakukan bagi kita. Tuhan kita itu kekal abadi kasih setiaNya.

Doa: Tuhan, kami memohon rahmat istimewa untuk berani mengampuni dan melupakan kesalahan sesama kepada kami. Tulislah di dalam hati kami hukum kasihMu supaya kami juga mampu menyerupai Engkau sumber kasih yang abadi. Amen

P. John SDB

Leave a Reply

Leave a Reply