Homili 8 Agustus 2014

St. Dominikus de Guzman
Hari Jumat Pekan Biasa XVIII
Nah1:15; 2:2; 3:1-3,6-7
Mzm (Ul): 32:35cd-36ab,39abcd,41
Mat. 16:24-28

Hidupmu ada di tangan Tuhan!

PejeSDBNahum adalah nabi yang bernubuat pada saat kekuasaan Asyur dihancurkan, tepatnya pada saat raja Asurbanipal wafat pada tahun 626. Pada tahun 612 Medes dan Babylon bersatu untuk menghancurkan Niniwe yang saat itu menjadi ibu kota Asyur. Asyur memang sudah lemah dan memberi kebebasan kepada bangsa-bangsa asing yang dikuasainya untuk menentukan pilihan menetap atau kembali ke kampung halaman mereka sendiri. Dalam tulisannya, Nahum mengungkapkan nubuat Tuhan yang indah yakni supaya Ia dikenal di atas bumi sebagai satu-satunya Tuhan. Ia hadir dalam segala peristiwa hidup dan bahwa Ia setia kepada para sahabatNya. Nahum sendiri percaya kepada setiap perkataan Tuhan dan meramalkan kehancuran kota Niniwe langkah demi langkah. Kehancuran Niniwe merupakan bagian dari rencana Tuhan untuk membebaskan manusia dari belenggu kelaliman.

Di dalam bacaan pertama, Nahum mengajak orang-orang Yehuda untuk melihat ke gunung supaya menyaksikan orang-orang yang berjalan kaki membawa berita gembira tentang damai sejahtera. Ia berseru: “Rayakanlah hari pestamu hai Yehuda, dan laksanakanlah nazarmu. Sebab orang yang jahat telah dibinasakan, mereka tidak akan menyerangmu lagi.” (Nah 2:1). Bagi Nahum, Tuhan sendiri memulihkan kebanggaan Yakub seperti kebanggaan Israel sebab mereka sudah dirampoki seperti kebun anggur yang dirusaki dan telah membinasakan carang-carangnya. Kerajaan Yehuda yang beribu kota Yerusalem dikuasai oleh Babel yang saat itu juga menguasai Asyur memiliki kerinduan untuk kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Allah, simbol persekutuan mereka. Sebelumnya Asyur sudah menguasai Kerajaan Israel yang beribukota Samaria. Selanjutnya Nahum mengisahkan tentang kehancuran Niniwe karena ulah dari para penghuninya yang lebih menyukai dosa dari pada berbuat baik. Ada situasi chaos, pertempuran dahsyat sehingga banyak orang yang terbunuh. Pada saat itu menurut Nahum, banyak orang akan lari meninggalkan Niniwe dan berkata: “Niniwe sudah hancur! Siapakan yang akan meratapi? Dari manakah aku akan mencari pelipur lara untuk dia?” Kota-kota bumi hancur tetapi Tuhan Pencipta tidak akan meninggalkan umat kesayanganNya.

Nubuat Tuhan melalui Nahum ini memang menakutkan banyak orang. Dengan membaca, mendengar dan merenungkan sabda Tuhan melalui nubuat Nahum ini tentu kita merasa sulit dan aneh. Orang-orang Asyur telah datang ke Samaria dan menghancurkannya. Orang-orang Samaria dijadikan orang asing di negeri Asyur. Pada gilirannya orang-orang Babilonia yang menguasai Yehuda juga menghancurkan Asyur. Maka di sini kelihatan bangsa-bangsa saling melawan satu sama lain dan saling menguasai sebagaimana dikatakan Yesus untuk menggambarkan tentang akhir zaman (Mat 24:7). Boleh juga dikatakan bahwa syair yang indah dari Nahum merupakan sebuah deskripsi puitis dari rasa frustrasi bangsa Asyur yang mengalami kekalahan dari Babilonia. Terlepas dari isi kisah yang menakutkan ini, kita sebenarnya diarahkan untuk mengimani Tuhan yang menunjukkan belas kasih dan kebaikanNya bagi manusia. Ia memiliki kuasa untuk membebaskan manusia dari belenggu kelaliman sehingga yang dirasakan hanyalah kasih dan kebaikan. Hanya Tuhanlah yang memberikan kebebasan sejati bagi manusia.

Situasi sosial yang digambarkan Nahum ini masih kontekstual. Di dalam keluarga masing-masing seringkali terjadi pertentangan satu sama lain. Para orang tua saling marah satu sama lain dan lupa bahwa mereka harus saling mengasihi. Anak-anak memiliki relasi yang buruk dengan orang tuanya. Komunikasi di dalam keluarga mandek. Situasi di dalam negeri kita juga sama: belum stabil, ketakutan dialami banyak orang terutama karena situasi sosial yang tidak menentu, bahaya terorisme, ISSI dan lain sebagianya. Sebagai umat beriman kita perlu melihat sosok Allah yang mengasihi tanpa batas. Dia tidak akan menghancurkan gerejaNya. Jangan Takut karena Ia menyertai hingga akhir zaman.

Pengalaman penderitaan di dalam perjanjian lama juga dipahami secara rohani di dalam dunia perjanjian baru. Kepada para muridNya Yesus mengingatkan: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24). Perkataan Yesus ini sangat kuat dan bermakna bagi kita karena menunjukkan identitas sebagai pengikut Kristus. Mengikuti Yesus dari dekat berarti siap memikul salib. Salib adalah pengalaman hidup yang tidak enak, membuat kita menderita dan tak bernilai, hina di hadapan sesama tetapi membuahkan hasil yakni sesama menjadi bahagia. Yesus memikul salib dan buah dari salib adalah keselamatan kekal bagi manusia yang percaya kepaNya.

Yesus juga berkata: “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” (Mat 16:25). Perkataan Yesus ini juga menarik perhatian kita semua. Kita tidak bisa menemukan Allah, kita tidak bisa membuat hidup kita sukses tanpa mengorbankannya. Pilihan hidup semacam ini memang menakutkan kita, mirip dengan nubuat Nahum dalam bacaan pertama, tetapi kita harus tetap memiliki iman, harapan dan kasih. Tuhan ada dan Ia menyertai kita hingga akhir zaman. Memang, kota-kota dunia, rumah-rumah akan hancur tetapi kasih Tuhan bagi manusia kekal selamanya. Hidup kita ada di tangan Tuhan, Dialah Penyelamat kita.

Pada hari ini kita merayakan pesta St. Dominikus de Guzman. Dia adalah seorang kudus yang punya komitmen menghayati penderitaan dengan kasih yang besar. Sebelum meninggal dunia Dominkus berkata: “Tetaplah penuh dalam cinta kasih dan kerendahan hati dan janganlah tinggalkan kemiskinan.” Paus Gregorius IX menulis: “Saya mengenal Dominikus sebagai penganut jalan hidup para rasul yang setia dan tidak dapat disangsikan bahwa ia juga hidup di surge dan menikmati kemuliaan para rasul.”

Doa: Tuhan, semoga pada hari ini kami bertahan dalam pengalaman penderitaan pribadi dan sadarkanlah bahwa hidup kami selalu ada di tanganMu. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply