Homili 18 Agustus 2014

Hari Senin, Pekan Biasa XX
Yeh. 24:15-24
Mzm (Ul) 32:18-19,20,21
Mat. 19:16-22

Hartamu itu terlalu mengikat!

Fr. JohnAda seorang sahabat pernah membagi pengalamannya dalam rekoleksi bersama. Ia mengakui sudah jarang ke Gereja. Ia mengatakan bahwa sudah beberapa tahun terakhir ini ia sangat sibuk bekerja bahkan hari Minggu pun dia harus masuk kerja seperti biasa. Kebiasaan ini perlahan-lahan membuatnya merasa bahwa uang adalah segalanya. Pada suatu kesempatan ia mengalami suatu musibah di rumah. Pada saat itu ia merasa bahwa dalam waktu yang cukup lama ia seolah tidur di atas uang, tetapi sekarang adalah saat yang tepat untuk tidak melekat lagi pada uang. Seorang rekan kerjanya pernah berkata kepadanya: “Anda kelihatan melekat pada uang! Hartamu terlalu mengikatmu.” Sejak musibah itu ia mulai membagi waktunya dengan adil untuk Tuhan, keluarga dan kerja. Pada saat ini keluarganya harmonis dan Tuhan memberi rezeki secukupnya.

Banyak orang merasa bahwa harta kekayaan itu memiliki kuasa yang besar atas dirinya. Tanpanya hidupnya di dunia ini tidak memiliki makna. Itu sebabnya orang sangat melekat pada hartanya itu. Di mata Tuhan ternyata tidaklah demikian. Tuhan menciptakan segalanya dan memberi kepada manusia segala yang dibutuhkan untuk hidupnya. Itu sebabnya sangatlah tidak bijaksana kalau demi harta kekayaan, Tuhan dilupakan.
Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang menarik tentang seorang muda yang kaya raya datang kepada Yesus dan meminta syarat untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus membuka pikirannya dengan jawaban ini: “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” (Mat 19:17). Jawaban Yesus ini membuatnya berefleksi pertama-tama bahwa hanya Tuhan Allahlah yang baik. Dialah sumber segala kebaikan. Maka hal baik yang harus dilakukan adalah mengikuti perintah-perintah Tuhan.

Orang muda yang kaya ini bukankah orang biasa tetapi luar biasa. Ia mengenal Tuhan dan segala perintahNya pun sudah diikutinya. Baginya itu sudah cukup! Tetapi bagi Yesus, belumlah cukup. Ia masih punya satu titik kelemahan yaitu di mana hartanya berada, di situ hatinya juga berada. Tuhan Yesus menggunakan kesempatan emas ini untuk mengoreksinya dengan berkata: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mat 19:21). Orang muda itu konon merasa sedih karena hartanya banyak.

Yesus mau mengatakan kepada orang muda ini bahwa untuk menjadi kudus, sempurna orang harus memiliki sikap lepas bebas terhadap segala harta kekayaan. Maka persoalannya bukan hanya pada kemampuan untuk menjual segala harta. Setelah menjualnya harus memberinya kepada kaum papa miskin. Setelah tidak memiliki apa-apa maka ia akan memperoleh harta abadi dari sorga. Dengan memiliki harta rohani ini maka ia boleh leluasa mengikuti Yesus. Ini tentu bukanlah perkara yang mudah. Orang harus rendah hati dan sadar bahwa Tuhanlah yang menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Ia harus memiliki kemerdekaan batin untuk menggunakan segala harta yang diberikan Tuhan kepadanya.

Orang muda yang kaya adalah gambaran banyak orang di antara kita terutama orang yang sangat terikat hatinya pada harta kekayaan. Ia menjadi tidak merdeka karena harta kekayaannya. Ia sedih kalau tidak memilikinya lagi. Ia benar-benar lupa Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Dengan cara apa saja ia menghalalkan untuk memperolehnya. Orang ini mewakili banyak orang di antara kita.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk tidak melekat pada harta kekayaan yang banyak kali menghalangi kami untuk bersatu denganMu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply