Homili 19 Agustus 2014

Hari Selasa, Pekan Biasa XX
Yeh 28:1-10
Mzm (Ul) 32:26-27ab.27cd-28.30.35cd-36ab
Mat 19:23-30

Apakah Yesus tidak memihak orang kaya?

Fr. JohnAda seorang sahabat pernah bercerita kepada saya tentang relasi persahabatannya bersama orang-orang kaya. Ia mengatakan bahwa banyak orang kaya saat ini hanya mengukur relasi antar pribadi dengan menggunakan uang. Orang kaya itu melihat kemungkinan bahwa kehadiran sesama itu menguntungkannya maka dengan sendirinya akan menjadi sahabat yang baik, kalau tidak menguntungkan maka tidak ada persahabatan di antara mereka. Ia mengatakan banyak hal tentang persahabatannya dengan orang kaya maka ia bertanya kepadaku: “Apakah Tuhan Yesus tidak memihak orang kaya?”

Pertanyaan sahabat ini mengingatkan saya pada kisah Injil tentang orang muda yang kaya. Dikisahkan oleh Matius dalam Injil bahwa ada seorang pemuda yang kaya raya datang kepada Yesus seraya bertanya tentang apa yang harus dilakukannya untuk memperoleh hidup kekal. Yesus tidak menjawab pertanyaannya ini. Ia menyadarkan orang muda itu untuk mengingat kembali sepuluh perintah Allah. Ternyata orang muda ini juga sudah melakukan sepuluh perintah Allah dengan baik. Yesus mengetahui kelemahannya yakni keterikatan hatinya kepada segala kekayaan yang dimilikinya. Yesus menyuruhnya pergi dan menjual segala miliknya, hasil penjualan itu diberikan kepada kaum papa miskin lalu ia boleh datang dan mengikutiNya. Orang yang mau mengikuti Yesus secara konsekuen adalah dia yang bisa melepaskan segala-galanya, tanpa memiliki apa-apa supaya bisa lebih merdeka dalam mengasihi Tuhan dan sesama.

Reaksi Yesus terhadap orang muda kaya yang tidak memiliki sikap lepas bebas ini terungkap dalam perkataanNya ini: “Sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah.” (Mat 19: 23-24). Pertanyaan kita adalah apakah Yesus benar-benar melawan harta kekayaan di dunia ini? Mengapa issue ini meminta perhatian besar dari orang-orang kaya dan mereka yang mau menjadi kaya? Tentu saja Yesus tidak melawan harta kekayaan per se dan juga melawan orang-orang kaya. Ia mempunyai sahabat-sahabat yang kaya misalnya pemungut cukai, bahkan salah satunya menjadi rasulNya.

Apa yang diungkapkan Yesus di sini juga bukan merupakan hal yang baru. Di dalam Kitab Perjanjian Lama ada hikmat yang diungkapkan dengan jelas tentang bagaimana orang bersikap terhadap kekayaan. Dalam Kitab Amsal dikatakan: “Lebih baik orang miskin yang bersih kelakuannya dari pada orang yang berliku-liku jalannya, sekali pun ia kaya.” (Ams 28:6) Hal ini mirip dengan Pemazmur: “Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik.” (Mzm 37:16). Di dalam Kitab Amsal juga dikatakan: “Jangan bersusah paya untuk menjadi kaya, tinggalkanlah niatmu.” (Ams 23:4).

Di dalam perkataanNya ini, Yesus sebenarnya mengingatkan kita supaya hidup sebagai orang miskin sehingga dapat membutuhkan dan berpasrah kepada Allah. Orang-orang kaya pada zaman Yesus itu sangat melekat pada harta. Ia sendiri memberi peringatan: “Di mana hartamu berada, di situ hatimu juga berada.” (Mat 6:20). Unta adalah hewan besar di Palestina. Lubang jarum itu pintu kecil seperti sebuah saluran rada gelap yang sering dilewati oleh para pejalan kaki ketika pintu gerbang besar itu ditutup pada malam hari. Orang harus merangkak sehingga bisa masuk melewati pintu itu. Nah, unta juga demikian. Ia harus merangkak melewati pintu kecil itu hingga pintu berikutnya.

Apa yang mau dikatakan di sini? Ketika kita bisa merendahkan diri maka dengan sendirinya kita akan menggantungkan seluruh harapan kepada Tuhan. Kita akan memperoleh keamanan, kenyamanan dan kedamaian di dalam hidup kita. Hanya Allah saja yang dapat memuaskan hidup kita. Sementara itu harta kekayaan hanya akan menciptakan kenyamanan dan kemerdekaan palsu. Kita ingat kisah-kisah di dalam Kitab Suci. Gereja di Laodicea pernah diperingatkan untuk berhati-hati dalam menggunakan harta kekayaan (Why 3: 17). Kekayaan juga dapat membuat kita terlalu mengingat diri (1Tim 6: 9-10) sama seperti orang kaya di dalam Injil dan akibat yang akan dialaminya kelak (Luk 16:19..).

Kekayaan dan kekuasaan bisa saling berjabat. Orang yang memiliki kekusaan tertentu bisa bertindak sesuka hatinya bahkan berpikir seolah-olah ia melebih Tuhan. Tuhan berkata kepada Yehezkiel: “Hai anak manusia, katakanlah kepada raja Tirus: Beginilah firman Tuhan Allah: Karena engkau menjadi tinggi hati, dan berkata: Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah di tengah-tengah lautan. Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Allah, walau hatimu menempatkan diri sama dengan Allah.” (Yeh 28:2). Raja Tirus mewakili banyak orang yang gila kuasa sehingga menyamakan dirinya dengan Tuhan. Dengan hikmatnya ia mengumpulkan kekayaan berupa emas dan menyimpan dalam perbendaharaannya. Dengan kemampuan untuk berdagang maka ia menjadi semakin kaya dan sombong. Selanjutnya Tuhan memperingatkan raja Tirus bahwa karena ia menyamakan dirinya dengan Allah maka Tuhan akan membawa orang-orang asing untuk melawannya. Raja Tirus ini akan tewas di tangan orang-orang asing.

Sabda Tuhan pada hari ini mengingatkan kita bahwa Tuhan Yesus itu tidak membenci orang kaya. Ia memperingati semua orang untuk tidak melekat pada kekayaan yang dapat menghambatnya untuk berjumpa denganNya. Sikap lepas bebas memang perlu dan wajib dibangun supaya kita memiliki hati yang terarah hanya kepada Tuhan. Orang-orang yang congkak, rakus dengan harta dan kekuasaan hanya akan berhadapan dengan kematian.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bijaksana dalam memanfaatkan harta kekayaan untuk memuliakan namaMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply