Homili Hari Minggu Biasa XXIII/A – 2014

Hari Minggu Biasa XXIII/A
Yeh 33:7-9
Mzm 95: 1-2.6-7.8-9
Rm 13:8-10
Mat 18:15-20

Betapa indahnya hidup bersama

Fr. JohnKomunitas Salesian Don Bosco Fuiloro, Lospalos, Timor Leste. Saya pernah melayani di dalam komunitas ini selama satu tahun setelah ditahbiskan sebagai imam. Salah satu hal yang belum saya lupakan dalam komunitas ini adalah sebuah tulisan di ruang makan: “Ecce quam bonum et quam jucundum, habitare fratres in unum” artinya “Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun.” (Mzm 133:1). Kalimat ini memiliki makna yang mendalam terutama untuk menguatkan hidup bersama di dalam keluarga dan komunitas manusia. Hidup bersama itu memang membahagiakan, baik dan indah. Semua orang berani melupakan perbedaan dan membangun persekutuan satu sama lain. Elemen-elemen penting yang mendukung kebersamaan adalah doa, persekutuan, kasih dan pengampunan.

Di dalam bacaan pertama, kita mendengar indahnya hidup bersama antara Yehezkiel dan umat Allah yang sedang mengalami pembuangan di Babel. Ketika itu Raja Babel sedang menyiapkan diri untuk memperluas kekuasaannya. Tuhan menggunakan kesempatan ini untuk menyadarkan mereka bahwa kejahatan itu merusak persekutuan bersama. Untuk itu Yehezkiel ditugaskan supaya menjaga bangsanya dengan setia, memperingatkan mereka untuk bermetanoia sehingga bisa setia kepada Tuhan dan perjanjianNya. Lebih jelas inilah perkataan Tuhan: “Dan engkau anak manusia, Aku menetapkan engkau menjadi penjaga bagi kaum Israel. Bilamana engkau mendengar sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka demi nama-Ku.” (Yeh 33:7).

Yehezkiel juga diingatkan supaya tidak lalai memperingatkan orang fasik. Mengapa? Karena orang fasik yang tidak bertobat maka kematian adalah jalannya. Apabila nabi tidak berhasil mengoreksi orang fasik supaya menjadi orang benar maka ia akan dituntut pertanggungjawaban atas kematian mereka. Kisah Yehezkiel ini masih aktual di dalam hidup menggereja Gereja. Tugas Gereja adalah membawa jemaat kepada Kristus, bersekutu dengan-Nya dan memperoleh keselamatan abadi. Gereja yang satu dan sama harus merasakan kebahagiaan bathin hari ini.

Di dalam bacaan Injil Tuhan Yesus memberikan pengajaran yang mirip dengan dunia Perjanjian lama. Pengajaran pertama tentang koreksi persaudaraan terhadap orang-orang yang berbuat dosa dan pengajaran kedua persekutuan yang dibangun di atas doa. Tentang koreksi persaudaraan, Tuhan Yesus memberi langkah-langkah yang tepat dan konkret sebagai berikut:

Pertama, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” (Mat 18:15). Tentu saja orang yang memberi koreksi haruslah orang baik, beriman dan memberi koreksi demi kebaikan bukan permusuhan. Orang yang menerima koreksi haruslah menerimanya dengan iman. Adalah tugas kita bersama untuk menyadarkan saudara kita bahwa ia bersalah dan meminta supaya dia bertobat sehingga kembali memperoleh rahmat dalam kebersamaan (Im 19;17).

Kedua, “Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.” (Mat 18:16). Kesaksian lebih dari satu orang biasanya lebih kuat dan menguhkan. Kalau pertemuan empat mata gagal maka kita perlu dua atau tiga orang lain untuk menyadarkan bukan memojokan. Hal ini kiranya sesuai dengan hukum (Ul 19:15).

Ketiga, “Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” (Mat 18:17).

Ketiga tahapan ini mesti dilewati bersama sampai tuntas. Selanjutnya apa yang terjadi bagi saudara-saudara yang sadar dan mau kembali ke jalan Tuhan? Apabila murid dan saudaranya yang berdosa mencapai kesepakatan perihal perkara tersebut maka mereka akan mengajukannya kepada Bapa dalam doa permohonan. Dengan iman, umat Allah percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan doa-doa permohonan mereka karena Ia sendiri hadir di tengah-tengah mereka.

Apa yang harus kita miliki dalam proses memberi dan menerima koreksi persaudaraan?

Pertama, St. Paulus dalam bacaan kedua memberikan kepada kita sebuah tugas luhur untuk membangun cinta kasih satu sama lain. Paulus mengatakan supaya setiap orang jangan berhutang apa-apa kepada siapa pun tetapi hidup dengan saling mengasihi. Cinta kasih itu melengkapi hukum Taurat. Kasih itu menurut Paulus, tidak akan berbuat jahat terhadap sesama manusia.

Kedua, Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengajak kita supaya ikut bertanggung jawab atas saudara-saudara yang berdosa dan harus berusaha untuk membawa mereka kembali ke jalan yang benar. Setiap orang memiliki tanggung jawab seperti Yehezkiel untuk memberi peringatan, menjelaskan kepadanya letak kesalahan supaya dia tahu dan berubah menjadi baik.

Ketiga, upaya memberi koreksi persaudaraan lebih merupakan usaha menyadarkan saudara untuk kebaikan, bukan sebuah comelan, amarah dan menolaknya di dalam komunitas. Ia harus didekati secara manusiawi supaya dapat menjadi baik kembali.

Keempat, semua usaha kita akan berhasil kalau ada doa yang tiada hentinya supaya Tuhan meluluhkan hati saudara yang keras menjadi baik. Kita percaya bahwa Tuhan pasti hadir di tengah-tengah kita dan memulihkan saudara yang tersesat.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk berani memberi koreksi persaudaraan kepada saudara yang jatuh dalam dosa. Berikanlah kesadaran kepada kami anak-anakMu untuk rendah hati menerima saudara-saudari kami apa adanya. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply