Homili 23 September 2014

Hari Selasa, Pekan Biasa XXV
Ams 21:1-6.10-13
Mzm 119:1.27.30.34.35.44
Luk 8:19-21

Bersaudara dalam Kristus

Fr. JohnAda sebuah pengalaman yang menarik ketika masih melayani di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pada waktu itu Keuskupan Weetebula menjadi tuan rumah bagi sidang para uskup regio Nusa Tenggara. Para pesertanya adalah para uskup, imam yang terlibat langsung dalam karya yang berhubungan dengan tema sidang, para awam dan pakar. Pada hari-hari terakhir sidang, kami menggunakan kesempatan untuk melakukan ibadat oikumene di halaman SMP Katolik, Waikabubak. Ibadat dipimpin oleh Mgr. Anton Pain Ratu, SVD (Uskup Atambua). Pada saat setelah Pembacaan Kitab Suci, terjadi gangguan PLN sehingga seluruh kompleks itu menjadi gelap. Hanya di dekat salib besar ada nyala lilin dan semua mata tertuju kepada salib itu. Seluruh umat spontan menyanyikan lagu: “Dalam Yesus kita bersaudara”. Setelah selesai menyanyikan lagi itu lampu kembali menyala dan ibadat dilanjutkan dengan homili oleh Bapa Uskup.

Suasana malam itu memang mengharukan. Semua umat yang hadir, para uskup, pendeta dan romo mengalami semacam pentekosta baru. Mengapa? Karena oikumene di Pulau Sumba masih merupakan sebuah perjuangan yang perlu diwujudkan oleh semua yang berhatinurani. Masih ada klaim kebenaran dari pribadi-pribadi tertentu, saling mencurigai satu sama lain, sehingga yang dilihat seolah-olah perbedaan bukan persekutuan dan persaudaraan. Mgr, Kherubim Parera,SVD, selaku Uskup Weetebula saat itu memilih moto Keuskupan dari Yoh 17:21a: “Ut omnes unum sint” (Supaya mereka menjadi satu). Moto keuskupan ini memiliki nilai profetis yang luar biasa terutama untuk mempersatukan semua menjadi saudara seperti doa Yesus ini. Andaikan orang membuka dirinya dan memandang kepada salib maka mereka akan sadar dan mengerti makna bersaudara di dalam Kristus. Membuka diri bukan hanya di level para pendeta dan romo, tetapi membuka diri secara menyeluruh dan pasti memiliki dampak yang luar biasa dalam Gereja dan juga dalam pemerintahan di Sumba.

Kisah-kisah ini menginspirasikan kita untuk memahami rencana Tuhan yang diungkapkan dalam perikop injil dan bacaan Kitab Amsal hari ini. Dikisahkan oleh penginjil Lukas bahwa pada suatu kesempatan Bunda Maria dan saudara-saudara sepupu Yesus mengunjungiNya tetapi karena terlalu banyak orang maka mereka tidak bisa mencapaiNya. Beberapa orang yang mengetahui hal itu menyampaikan kepada Yesus dan reaksiNya terungkap dalam kalimat ini: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:21). Mungkin bagi kita para pendengar Injil hari ini merasa bingung dengan sikap Yesus terhadap Bunda Maria. Yesus seolah-olah tidak menghormati Bunda Maria. Sebenarnya bukanlah demikian. Yesus tahu bahwa Dia adalah Putra Allah yang harus disembah oleh Maria. Maria juga mengetahui relasi dengan anaknya Yesus, tetapi ia menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya.

Pada hari ini Yesus memperluas jangkauan keluargaNya. Orang yang bisa menjadi saudara dan ibuNya adalah mereka yang mendengar sabda Tuhan dan melakukannya. Mengapa mendengar sabda itu penting? Pertama, Kita perlu mendengar sabda Tuhan karena dengan mendengarnya kita bisa mengalami Allah sendiri. Ia bersabda dengan sabda kasihNya dan tugas kita adalah mendengar. Semakin kita mendengar SabdaNya, kita juga semakin mengalamiNya dan dengan demikian kita juga mengasihiNya. Kedua, kita mendengar Sabda supaya bisa menjadi saudara. Artinya sabda Tuhan tidak diperuntukan bagi orang tertentu tetapi bagi semua orang. Dengan demikian sabda itu membantu untuk bertumbuh menjadi saudara. Ketiga, mendengar sabda bisa membantu kita untuk menjadi misionaris yang membawa sabda kepada sesama yang lain.

Kita tidak hanya mendengar sabda, tetapi diharapkan juga untuk menjadi pelaku sabda. St. Yakobus dengan tegas berkata: “Tetapi hendaknlah kamu menjadi pelaku Firman dan bukannya pendengar saja, sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” (Yak 1:22). Banyak orang merasa puas sebagai pendengar sabda saja dan lupa menjadi pelaku sabda. Bayangkan saja kalau yang membawakan sabda adalah pastor yang digemari, biasanya gereja penuh dibandingkan pastor yang lain. Orang lupa bahwa bukan hanya mendengar tetapi melakukannya, menjadi pelaku Sabda. Dengan mendengar sabda dan melakukannya maka kita bisa menjadi saudara Yesus.

Penulis Kitab Amsal hari ini mengajak kita untuk terbuka dan patuh kepada sabda Tuhan. Segala perbuatan yang dilakukan berdasarkan kehendak sendiri tidak menyenangkan hati Tuhan. Sebaliknya kalau kita melakukan kehendak Tuhan maka Tuhan juga akan melimpahkan kebaikanNya kepada kita. Misalnya Tuhan berkata: “Melakukan kebenaran dan keadilan lebih berkenan kepada Tuhan dari pada korban.” (Ams 21: 3). Orang berpikir bahwa dengan membawa korban persembahan maka itu sudah cukup. Tuhan menghendaki sesuatu yang lebih yakni berjuang untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan. Tuhan tidak menghendaki orang yang bermata congkak dan berhati sombong.

Untuk mewujudkan persaudaraan sejati dalamm Kristus, kita butuh berubah dari dalam. Kita berubah supaya bisa menerima semua saudara dan saudari apa adanya. Kita berubah dari hidup lama penuh dosa dan kecongkakan dan kesombongan supaya bisa menjadi saudara bagi orang lain. Dalam Yesus kita bersaudara!

Doa: Tuhan, bantulah kami supaya boleh bertumbuh sebagai saudara. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply