Uomo di Dio: Errare Humanum Est

Errare Humanum Est

P. John SDBKemarin saya menerima sebuah e-mail dari salah seorang sahabat lama saya di Italia. Ia menulis banyak hal tentang keluarganya dan satu hal yang menarik perhatian saya adalah ketika ia mengatakan tentang mendidik anak dalam keluarga dan kesetiaan dengan pasangan hidup. Ia mengungkapkannya dalam satu kalimat ini: “Errare humanum est” artinya melakukan sebuah kesalahan itu manusiawi. Saya membaca pesannya beberapa kali dan merenungkan bagaimana pergumulan seorang sahabat dalam hidupnya sebagai seorang bapa di dalam keluarganya.

Setiap orang pasti tidak akan luput dari melakukan kekeliruan dan kesalahan. Ini merupakan suatu hal yang alamiah di dalam hidup setiap hari, hal yang melekat dalam eksistensi setiap pribadi. Seharusnya manusia bersyukur karena bisa membuat suatu kesalahan, dengan demikian ia bisa berkembang dan menjadi matang di dalam hidupnya. Dengan membuat suatu kesalahan, ia bisa mengenal dirinya lebih dalam lagi, mengetahui kelebihan dan kekurangannya.

Seorang anak kecil belajar untuk menjadi manusia yang dewasa. Ketika masih bayi masih digendong, merangkak dan berdiri tegak dengan kedua kakinya. Ini melewati proses mencoba, gagal dan berhasil. Seorang bayi memulai hidupnya dengan belajar dari kesalahan-kesalahannya setiap hari. Ketika ia jatuh dan merasa sakit ia menangis, lama kelamaan ketika jatuh ia malah tertawa. Mungkin ia merasa lucu dengan dirinya yang selalu jatuh. Ketika memegang pisau, orang tuanya langsung merebut pisau dari tangannya, dekat dengan api cepat-cepat ia dipindahkan supaya jangan dekat dengan api. Coba anak itu dibiarkan memegang pisau dan mengalami luka pasti ia bisa mengerti manfaat pisau dan akan berhati-hati menggunakan pisau.

Seorang anak remaja hingga orang dewasa juga memiliki pengalaman membuat kekeliruan dan kesalahan tertentu. Anak-anak remaja kalau membuat suatu kesalahan akan melatih dirinya untuk berbohong. Ia berbohong karena merasa takut berbuat salah dan takut kepada orang tuanya. Semua pengalaman ketakutan untuk membuat suatu kesalahan akan membawanya hingga menjadi dewasa. Orang dewasa yang bekerja takut membuat suatu kesalahan di depan pimpinan dan rekan-rekannya. Ada pasutri yang takut berbuat salah di depan pasangannya. Semua pengalaman manusiawi ini menguasai hidup kita.

Banyak orang tua dan pembina orang muda merasa bahwa generasi muda saat ini terobsesi dari rasa takut untuk membuat suatu kesalahan. Banyak orang muda saat ini, karena takut berbuat salah maka ia tidak mau berusaha untuk mencari, berkreasi, pandai membuat strategi dan cara baru untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Kalau toh melakukan sesuatu, harapannya adalah dijauhkan dari segala kesalahan. Sikap takut membuat kesalahan dapat menghalangi seseorang untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Anak muda misalnya hanya akan dibungkus dengan selimut kemunafikan, asal membuat orang tua senang saja. Di masa depan kita juga hanya memiliki generasi yang munafik dan yang mendukung “ABS” alias asal bapak senang.

Setiap pria katolik juga memiliki pengalaman-pengalaman tertentu tentang ketakutan untuk membuat suatu kesalahan di dalam keluarga atau di tempat kerja masing-masing. Banyak orang berusaha menjadi perfeksionis tetapi tidak mencapainya, selalu ada kekurangan dalam menyelesaikan pekerjaan. Banyak pria katolik tidak berkembang dalam profesi dan kariernya karena takut membuat kekeliruan dan kesalahan di depan atasan. Ia juga takut atau gengsinya besar kalau sempat ditegur oleh rekan-rekannya atau atasannya. Banyak orang lupa bahwa lumrah dan manusiawi kalau bisa melakukan kesalahan.

Saya sendiri memiliki pengalaman dalam membina para calon imam dan bruder. Banyak di antara mereka takut untuk berbuat salah di depanku karena mereka takut karena bisa dikeluarkan dari seminari. Saya mengenal mereka sebagai manusia yang rapuh ketika berada di lapangan basket, dan lapangan bola. Di sana mereka menujukkan keaslian mereka sebagai pribadi yang bisa membuat kekeliruan, kesalahan, egois, cepat emosi dan lain sebagainya. Dengan mengamati perilaku mereka seperti ini maka saya memiliki modal untuk membentuk mereka sebagai pribadi yang manusiawi, berbudi luhur, baik hati dan lain sebagainya.

Tuhan Yesus, sang Maestro para pria katolik berkali-kali berkata: “Jangan takut!” (Yoh 6:20). Kata-kata Yesus ini meneguhkan hati banyak orang supaya jangan takut menghadapi hidup yang sebenarnya. Kita percaya bahwa Tuhan menyertai kita dan Ia sendiri akan melakukan yang terbaik bagi kita semua. Asal saja anda dan saya sungguh-sungguh percaya kepadaNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menjadi pribadi-pribadi yang tidak takut membuat kekeliruan dan kesalahan. Semoga kami belajar dari pengalaman-pengalaman ini untuk berkembang menjadi lebih baik lagi. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply