Homili 27 Oktober 2014

Hari Senin, Pekan Biasa XXX
Ef 4:32-5:8
Mzm 1:1-2.3,4,5,6
Luk 13:10-17

Hiduplah sebagai anak-anak terang

Fr. JohnKetika membuka Kitab Suci, kita bisa langsung menemukan kata “terang”. Misalnya, Tuhan berfirman: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi (Kej 1:3). Dari saat itu Tuhan Allah menjadi terang bagi umatNya di dalam dunia Perjanjian Lama. Di dalam Injil, Yesus mula-mula diperkenalkan oleh para majus sebagai terang melalui bintangNya yang terbit di Timur (Mat 2:2). Bintang itu menjadi tanda kehadiran Yesus sang Penebus dunia. Nabi Simeon di dalam Injil Lukas melihat Yesus sebagai terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan kemuliaan bagi Israel sebagai umat Allah (Luk 2:32). Yesus mengakui diriNya sebagai terang dunia (Yoh 8:12; 9:15) dan bahwa terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak bisa menguasainya (Yoh 1:5). Oleh karena Dia adalah terang maka Ia menyerukan kepada para muridNya: “Kamu adalah terang dunia maka hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Surga” (Mat 5:14.16). St. Paulus mengatakan bahwa Allah membuat terangNya bercahaya di dalam hati kita (2Kor 4:6). Yesus adalah terang (Gal 3:1). Di dalam Kitab Wahyu kita membaca tentang turunnya seorang malaikat ke bumi dengan kuasanya yang besar sehingga bumi menjadi terang dengan kemuliaannya (Why 18:1). Singkatnya, di dalam Kitab Suci kita mengenal Allah sebagai Terang sejati, sebagai matahari yang menerangi hidup manusia dari awal hingga akhir hidupnya.

St. Paulus di dalam bacaan pertama menyiapkan jemaat di Efesus untuk menyadari diri mereka sebagai anak-anak terang. Anak-anak terang berarti anak-anak yang hidup sebagai manusia baru karena jasa Yesus Kristus bukan karena usaha mereka sendiri. Bagaimana mewujudkan hidup sebagai anak-anak terang? Mula-mula Paulus mengajak jemaat di Efesus untuk bersikap ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra, saling mengampuni, sama seperti Allah di dalam Yesus Kristus telah mengampuni (Ef 4:32). Kebiasaan-kebiasaan baik yang dikatakan Paulus ini memang kelihatan sederhana tetapi memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengubah hati manusia. Hidup bersama haruslah ditandai dengan sikap ramah. Orang yang ramah terhadap sesamanya bisa mampu mengasihi sesamanya juga. Kalau orang mampu mengasihi maka ia juga mampu mengampuni karena semangat ini berasal dari Tuhan.

Paulus mengajak kita semua untuk mentaati kehendak Allah. Paulus menyebutnya “penurut-penurut Allah”. Orang-orang yang menjadi penurut Allah akan hidup di dalam kasih karena Kristus sudah lebih dahulu mengasihinya. Kasih terbesar dari Kristus adalah PaskahNya. Untuk dapat hidup dalam kasih maka kita perlu membuang hidup lama yang penuh dengan kegelapan yakni: “Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono, karena hal-hal ini tidak pantas.” (Ef 5:3-4). Bagi Paulus, “Tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.” (Ef 5:5). Pertobatan dapatlah dibangun ketika orang merasa bahwa hidup lama itu penuh kegelapan sehingga bisa beralih ke dalam hidup baru yang penuh dengan terang Tuhan.

St. Paulus menghendaki supaya setiap jemaat hidup kudus dan tanpa cela di hadirat Tuhan. Harapan Paulus juga menjadi harapan seluruh Gereja untuk memanfaatkan sakramen tobat sebagai tanda untuk merasakan kerahiman Allah dan menikmati terangNya. Sakramen tobat menjadi obat paling mujarab untuk mengobati orang-orang yang sudah mati rasa berdosanya. Orang-orang yang hati nuraninya sudah tumpul sehingga tidak bisa membedakan mana dosa dan mana bukan dosa. Orang-orang yang mau merasakan terang Tuhan akan mengharapkan belas kasih dan kerahiman dari Tuhan.

Di dalam bacaan Injil kita mendengar kisah tentang seorang wanita yang sudah delapan belas tahun mengalami kerasukan roh jahat. Ketika mendengar bahwa Yesus berada di dalam rumah ibadat di hari Sabat, ia juga datang untuk berjumpa dengan Yesus. Yesus melihat iman wanita itu dan memanggil serta meyakinkannya bahwa penyakitnya sudah sembuh. Wanita itu merasa gembira dan bersyukur serta memuliakan Tuhan Allah. Perbuatan kasih Yesus pada hari Sabat ini tidak diapresiasi orang seperti sang kepala rumah ibadat. Yesus menegur kepala rumah ibadat itu sebagai orang munafik.

Banyak kali kita hanya mampu melihat kelemahan orang lain tanpa melihat perbuatan baik atau kebaikan yang dimiliki orang. Mata dan hati orang lebih banyak dikuasai kejahatan sehingga hanya melihat yang negatif saja dari orang lain. Seandainya orang bisa mengganti lensa kaca mata kemunafikan dan menggantinya dengan lensa kebajikan maka semua orang bisa menjadi saudara. Mari kita mengubah hidup kita dan menyadari bahwa masing-masing kita juga dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi anak-anak terang. Tuhan Yesus, terang dunia menerangi dan menguduskan anda dan saya.

Doa: Tuhan, bantulah aku untuk hidup dalam terang dan kasihMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply