Homili 13 November 2014

Hari Kamis, Pekan Biasa XXXII
Flm 7-20
Mzm 146: 7.8-9a.9bc-10
Luk 17:20-25

Saling menerima apa adanya!

Fr. JohnAda seorang sahabat pernah berkomentar: “Jika ada orang yang mengakui dirinya sebagai pengikut Kristus tetapi belum mampu menerima orang lain apa adanya maka ia seorang pembohong. Besar kemungkinan orang itu hanya cendrung menerima sesama ada apanya.” Saya coba memahami komentar sahabat ini dan mengaitkannya dengan hidup setiap hari. Ada hal yang sangat menakutkan saat ini adalah adanya fenomena dimana orang perlahan-lahan lupa diri sebagai sesama bagi yang lain. Ada kasus tertentu dalam masyarakat, misalnya seorang ibu membunuh bayinya, seorang pembantu mencuri di rumah majikan, maraknya bullying di sekolah, pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur dan kejadian-kejadian lain yang menunjukkan bagaimana orang masih kesulitan menjadi sesama manusia. Kalau saja orang masih memiliki hati nurani maka ia akan sadar dan menghargai sesama yang lain dan saling menerima apa adanya.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah yang membantu kita untuk mengerti makna seorang menjadi sesama manusia. St. Paulus sudah memasuki usia tua dan berada di dalam penjara karena mewartakan Injil Yesus Kristus. Di dalam penjara ini, ia berjumpa dengan seorang bernama Onesimus. Perjumpaan sesama nara pidana (napi) merupakan perjumpaan penuh berkat. Paulus menggunakan kesempatan untuk mewartakan Injil kepadanya. Ia pun bertobat dan menjadi pengikut Kristus. Paulus juga mengetahui bahwa Onesimus memiliki majikan bernama Filemon.

Onesimus adalah hamba Filemon. Artinya seluruh hidup Onesimus ada dalam tanggung jawab Filemon. Onesimus melarikan diri dari Filemon hingga masuk penjara berarti ia sudah melakukan kesalahan tertentu dan tidak menghormati majikannya. Ia mengikuti proses hukum yang berlaku saat itu. Paulus tampil sebagai pemersatu dan pendamai. Ia mengubah hidup Onesimus dengan ajaran dan teladan hidupnya yang saleh. Paulus menulis surat kepada Filemon dan menyuruh Onesimus untuk mengantarnya secara langsung. Isi surat itu adalah meminta supaya Filemon tidak lagi menganggap Onesimus sebagai hamba tetapi menjadi saudara di dalam Kristus. Semua hal yang merugikan Filemon karena perbuatan Onesimus menjadi tanggungan Paulus.

Kisah kehidupan Onesimus ini menarik perhatian kita. Paulus sedang berada di penjara, tetapi masih menunjukkan kasih Tuhan kepada sesamanya. Ia mengetahui Onesimus memiliki kesalahan dengan majikannya Filemon tetapi ia tetap menerimanya apa adanya. Paulus mengampuni kesalahan yang Onesimus lakukan kepada Filemon dan ia berharap Filemon menerima Onesimus kembali sebagai saudara dalam Kristus. Paulus menginspirasikan kita untuk merasakan kasih dan pengampunan dari Tuhan tiada batasnya. Pengampunan berlimpah berasal dari kasih yang besar. Kasih adalah Tuhan sendiri.

St Paulus pernah berkata: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (1Kor 13:4-8).

Kita pun belajar dari Tuhan Yesus yang mengampuni tanpa batas. Cinta kasih itu tidak didasarkan pada besar kecilnya kesalahan yang dibuat. Cinta kasih adalah Tuhan sendiri yang selama-lamanya mengasihi. Pemahaman Paulus tentang cinta yang abadi inilah yang mau diikuti oleh kita semua. Artinya, kita pun dipanggil untuk ikut serta menghadirkan Kerajaan Allah dalam hidup setiap hari. Masalahnya adalah pada kesadaran untuk ikut terlibat dalam menghadirkan Kerajaan Allah.

Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah itu datang tanpa ada tanda-tanda lahiria. Orang tidak bisa mengatakan bahwa kerajaan Allah itu ada di sini atau di sana karena Kerajaan Allah itu ada di antara kita. Dialah Yesus, sabda yang menjadi daging dan tinggal di antara kita. Yesus sebagai tanda hadirnya Kerajaan Allah akan mengalami banyak penderitaan dan penolakan. Namun demikian Yesus tetap melakukannya karena kasih. Ia mengasihi kita apa adanya. Ia menerima kita apa adanya. Marilah kita juga menerima sesama kita apa adanya. Kita semua bersatu dalam kerajaanNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bertumbuh dalam kasih. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply