Homili 21 November 2014

Hari Jumat, Pekan Biasa XXXIII
Bunda Maria Dipersembahkan Kepada Allah
Why 10: 8-11
Mzm 119: 14.24.72.103.111.131
Luk 19:45-48

Sabda Tuhan itu harus disantap

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan Bunda Maria dipersembahkan kepada Allah. Peringatan ini mengingatkan kita pada Tuhan Yesus, karena Ia juga dipersembahkan di dalam bait Allah. Di sanalah Bunda Maria mendapatkan nubuat dari Simeon bahwa sebilah pedang akan menembusi hatinya. Sikap Maria adalah menyimpan segala perkara di dalam hatinya. Mengapa kita juga memperingati Bunda Bunda Maria dipersembahkan kepada Allah? Karena Gereja yakin bahwa St. Anna dan Yoakim adalah sebuah keluarga Yahudi yang saleh dan takut akan Tuhan. Oleh karena itu mereka mempersembahkan putri mereka kepada Tuhan. Ini berarti sejak awal hidupnya, Bunda Maria sudah hidup dalam rahmat Tuhan. Ia dikandung tanpa noda dan seluruh hidupnya dipersembahkan hanya kepada Tuhan. Seluruh kehendak Bapa juga sungguh terlaksana di dalam hidupnya. Boleh dikatakan bahwa ia adalah rasul Sabda yang pertama dengan mendengar, dan melaksanakan Sabda. Gereja menghormati Bunda Maria dengan mendirikan sebuah Gereja di dekat Kenisah Yerusalem yang diberkati pada tahun 543 M.

Sabda Tuhan pada hari ini menginspirasikan kita untuk menyadari bahwa tubuh kita adalah tempat yang kudus bagicuore immacolato Tuhan. Yohanes dalam penglihatannya mendengar sebuah suara dari langit baginya: “Pergilah, ambillah gulungan kitab yang terbuka di tangan malaikat, yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu.” (Why 10:8). Malaikat adalah pembantu Tuhan yang menjembatani relasi manusia dengan Tuhan. Ia memegang gulungan Kitab terbuka. Tuhan Yesus adalah Sabda yang berinkarnasi, tinggal dalam rahim Bunda Maria dan menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Kitab yang terbuka itu menandakan keterbukaan Allah untuk menerima kita sebagai anak-anakNya dan keterbukaan kita untuk menerimaNya sebagai Tuhan dan Allah kita. Kitab yang terbuka memuat peristiwa-peristwa baru yang akan terjadi bersamaan dengan pewartaan Injil. Perjalanan Gereja hingga saat ini sudah menjadi rencana Tuhan.

Yohanes mendengar suara yang sama berkata: “Ambillah dan makanlah dia; ia akan membuat perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan terasa manis seperti madu.” (Why 10: 9). Yohanes harus memakan kitab itu. Hal yang sama pernah diungkapkan oleh Yehezkiel (Yeh 2:8-3:4). Rasanya manis dan asam: suaranya lembut tetapi tugasnya berat. Menjadi pewarta sabda bukanlah tugas yang gampang. Kita harus siap menjadi tempat tinggal Tuhan dan siap menerima konsekuensi dalam mewartakan sabda. Tidak semuanya manis, ada juga rasa pahit yang mendewasakan kita.

Saya teringat pada seorang romo muda yang merasa bahwa bulan pertama ia merayakan misa dan memberi homili sangat disanjung. Setelah misa orang berdatangan dan berkata: “Romo, homilinya bagus, sangat mengena. Saya suka gaya homilinya romo.” Pada bulan kedua dan ketiga orang juga tetap berdatangan dan berkata: “Romo, pertahankan isi homilinya ya.” Ada juga yang lain sudah mulai kritis dan berkata: “Romo, sebagai imam saya menghormati, tetapi dalam pelayanan sebagai romo, terutama pelayanan sabda, mengapa selalu mengulangi hal yang sama, dengan gaya yang sama. Apakah romo yang masih muda bisa lebih kreatif lagi dalam mewartakan sabda?” Romo muda itu mengaku terpukul dan menjadi kurang bersemangat dalam pelayanannya. Tetapi ia menyadari bahwa indahnya melayani Tuhan dan sesama itu memang ada manis dan pahitnya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil menyucikan Bait Allah. Ia mengusir semua pedagang dengan berkata: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Luk 19: 46). Tuhan juga akan mengusir banyak di antara kita yang tidak menguduskan tubuh kita sebagai tempat tinggal Roh Kudus dan tidak menguduskan Gereja sebagai tempat ibadah kita. Banyak orang pergi ke gereja seperti ke pasar, mall, tempat olah raga, gedung bioskop. Orang belum bisa membedakan mana tempat ibadah dan mana tempat untuk berinternet meriah. Sikap ini melebihi para pedagang di dalam Bait Allah zaman dahulu. Mengapa? Karena banyak orang menjadi munafik di hadapan Tuhan dan sesama.

Yesus tetap tekun mewartakan Sabda dan banyak orang mendengar Dia. Hanya saja para ahli Taurat dan kaum Farisi tetap menyimpan dendam dan mencari kesempatan untuk menghabiskanNya. Orang yang keras hatinya memang susah untuk menerima Koreksi. Mereka hanya akan menggunakan kuasa dan wewenang untuk membinasakan sesama. Orang-orang seperti ini sudah tidak memiliki hati nurani.

Mari kita memohon rahmat Istimewa dari Tuhan supaya Ia tetap mendampingi kita, membangun rasa cinta akan Sabda yang kita dengar dan melaksanakannya di dalam hidup kita setiap hari.

Doa: Tuhan berikanlah sabdaMu kepadaku, bukalah akal budiku untuk memahaminya dan tabahkanlah aku dalam mewartakannya. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply