Homili 26 November 2014

Hari Rabu, Pekan Biasa XXXIV
Why 15:1-4
Mzm 98: 1-3ab.7-8.9
Luk 21:12-19

Kesempatan Bersaksi…

Fr. JohnKetika mengucapkan Sabda Bahagia (versi Injil Matius), Tuhan Yesus mengakhiri ucapanNya dengan menyapa para muridNya “Berbahagia” karena mereka menderita demi iman, harapan dan kasih kepadaNya. Ia berkata: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:10-12). Perkataan Yesus ini berlanjut dalam diskursusNya tentang akhir zaman. MenurutNya, sebelum akhir zaman, banyak fenomena alam yang menakutkan, pertikaiaan sebagai bangsa dan keluarga dan akan muncul banyak nabi palsu yang siap mengakui diri sebagai Mesias. Untuk itu para murid harus berhati-hati. Mereka juga siap untuk memberi kesaksian yang benar tentang Yesus dan InjilNya ke seluruh dunia hingga akhir zaman.

Apa bentuk kesaksian yang diharapkan Yesus dari para muridNya. Mari kita memandang Yesus. Ia memikul salib untuk menyelamatkan manusia maka manusia pun diingatkan untuk mengikutiNya dengan memikul salib dan menyangkal dirinya. Hal ini mengandaikan aneka penderitaan yang akan dialami oleh orang-orang yang percaya kepadaNya. Bentuk kesaksian yang dimaksud adalah bahwa karena nama Yesus, nama Allah yang menyelamatkan maka para muridNya akan ditangkap dan dianiaya, diserahkan ke dalam rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa. Kesaksian seperti ini memang butuh iman, harapan dan kasih yang besar kepada Tuhan, kalau tidak maka semuanya sia-sia saja. Tuhan Yesus juga mengingatkan para muridNya bahwa kesulitan hidup adalah peluang dan kesempatan untuk bisa memberi kesaksian yang benar.

Dalam sejaran Gereja, banyak orang kudus merupakan martir yang menumpahkan darahNya karena cinta dengan hati yang tidak terbagi hanya untuk Tuhan Yesus. Mereka siap mati demi Injil suci. Sikap heroik para martir memiliki daya dorong tersendiri bagi Gereja dalam menghadapi kesulitan. Dalam masyarakat sosial, kita masih butuh semangat kemartiran. Tentu bukan lagi menyangkut penumpahan darah tetapi kemartiran zaman ini lebih merupakan kemartiran kasih. Orang mengurbankan dirinya sampai tuntas karena kasih kepada sesamanya. St. Yohanes Bosco mengatakan: “Karena kalian orang muda, sudah cukuplah bagiku untuk mengasihi kalian.” Ia boleh dikatakan sebagai martir cinta kasih bagi kaum muda. Beata Theresia dari Kalkuta bisa disebut martir cinta kasih, ketika menyerahkan seluruh hidupnya bagi kaum miskin di Kalkuta dan sekitarnya. Ia berkata: “Lakukanlah pekerjaan-pekerjaan yang kecil dengan cinta yang besar.” Artinya melayani kaum papa miskin dengan kasih yang besar.

Tuhan Yesus juga mengharapkan supaya para pengikutNya jangan takut kalau mengalami penderitaan dan kemalangan karena namaNya yang kudus. Mengapa jangan takut? Karena Yesus yang akan hadir sendiri di samping umatNya yang bersaksi. Yesus berkata: “Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu.” (Luk 21:15). Kesulitan tidak hanya berasal dari luar tetapi juga di dalam keluarga sendiri, bahkan sahabat yang dekat pun bisa menimbulkan kesulitan karena iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Menjadi murid Kristus berarti siap untuk dihina, ditolak dan dibenci. Tetapi Yesus mengharapkan supaya tetap bertahan. Penyertaan Tuhan luar biasa karena “tidak sehelai rambut kepala akan hilang.”

Sebagai pengikut Kristus, kita selalu memiliki banyak kesempatan untuk bersaksi. Selama beberapa bulan terakhir saya memberi kursus bahasa Inggris kepada tujuh peserta. Mereka semua beragama Islam, satu pria dan enam wanita, semuanya berjilbab. Kursus berjalan dengan baik, mereka tidak merasa minder atau takut mendaoat pelajaran dari saya sebagai seorang Romo. Mereka sangat menghormati, laksana orang tua, mereka selalu mencium tangan sebelum kembali ke rumah. Ada salah seorang yang menulis statusnya di face book, rasa bangganya karena saya adalah gurunya. Bentuk kesaksian zaman ini adalah selalu berbuat baik, menghargai nilai kehidupan mereka. Mereka sebagai orang muda merasa dikasihi. Kasih itu universal!

Orang yang mengasihi Yesus sampai tuntas adalah orang yang menang. Mereka menumpahkan darah dan membersihkannya dengan mantel sang Anak Domba. Orang yang menang bernyanyi di hadirat Tuhan dengan hati yang besar. Inilah nyanyian kemenangan yang juga menjadi nyanyian kita saat ini: “Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa! Siapakah yang tidak takut, ya Tuhan, dan yang tidak memuliakan nama-Mu? Sebab Engkau saja yang kudus; karena semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyata kebenaran segala penghakiman-Mu.” (Why 15:4-5).

Doa: Tuhan mampukanlah kami selalu untuk menjadi saksi-saksiMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply