Uomo di Dio: Mencla-Mencle

Mencla-Mencle menjadi habitus

P. John SDBBeberapa hari yang lalu saya berjumpa dengan dua orang muda yang barusan melakukan “pedekate”. Ketika berbicara dengan saya, mereka masing-masing mengakui bahwa ada banyak persamaan dan lebih banyak perbedaan yang mereka miliki secara pribadi. Maklumi mereka berasal dari latarbelakang suku dan bahasa yang berbeda. Dampaknya adalah pada kebiasaan hidup dan upaya untuk berelasi dengan sesama. Mereka juga memiliki prinsip hidup yang berbeda-beda satu sama lain. Untuk itu mereka sama-sama mengakui bahwa mereka butuh waktu lebih lama untuk saling mengenal lebih dalam supaya relasi mereka bisa awet. Sebelum pulang, sang wanita meminta kepada saya untuk menegur pacarnya supaya jangan mencla-mencle. Saya bertanya kepadanya alasan mengapa saya disuruh menegur pacarnya. Ia menjawab, “Selama ini saya sulit untuk memegang kata-katanya. Dia suka mencla-mencle.” Pacarnya tersenyum sekaligus tertunduk malu.

Term atau istilah mencla-mencle belakangan ini muncul kembali karena para petinggi negara ini saling tuding menuding, mengoper beban hidup kepada yang lainnya. Kalau kita bertanya pada Mba Google maka dalam hitungan detik saja terdapat 39.500 entry (hari ini). Artinya bahwa istilah mencla-mencle sangat populer.

Apa makna dari kata mencla-mencle? Seorang sahabat dari daerah Jawa menjelaskan kepada saya seperti ini: ketika ada dua orang atau kelompok membuat kesepakatan bersama tentang sesuatu hal maka bisa jadi ada kemungkinan besar untuk menerima atau menolaknya. Tetapi ada juga kemungkinan lain yakni dengan mudahnya salah satu pihak mengubah kesepakatan tanpa bermufakat dengan pihak lainnya. Sikap seperti itu disebut mencla-mencle, artinya “omongannya tidak bisa dipegang.” Orang bisa ingkar janji.

Hal yang terjadi dalam masyarakat kita belakangan ini misalnya: perdebatan tentang undang-undang pemilihan kepala daerah secara langsung atau tidak langsung. Mantan presiden SBY sebelum lengser mengeluarkan perpu pengganti undang-undang supaya tetap diadakan pemilihan langsung bukan melalui legislatif. Ada partai yang mendukung perpu dengan perbaikan, ada yang mendukung pilkada langsung dan ada yang masih mempertimbangkan untuk mendukung perpu dan yang lainnya tidak mendukungnya. Sebut saja ARB dari partai Golkar munas Bali. Dalam munas Bali direkomendasikan bahwa parta Golkar menolak perpu. Rekomendasi ini menggoncang Partai Demokrat dan KMP. Media-media sosial melabel ARB mencla-mencle, SBY juga tidak luput dari serangan kata-kata dalam dunia maya bahwa ia mencla mencle. Para pemimpin partai politik akhirnya sepakat untuk tetap solid dalam kubu atau koalisi masing-masing. Ada yang mengatakan bahwa koalisi bukan hanya terbelah tetapi akan bubar karena idiologi dan spiritnya berbeda. Soliditas itu hanya di level pimpinan partai tetapi akar rumput sedang goncang. Itulah seninya politik! Namun yang jelas, mencla-mencle ini telah menimbulkan krisis kepercayaan publik.

Fenomena dalam masyarakat sosial menggiring sebuah opini bahwa mencla-mencle sudah menjadi sebuah habitus baru dalam masyarakat kita meskipun sudah bukan barang baru. Orang sudah tidak memiliki rasa malu dalam berpolitik ketika bersikap mencla-mencle alias membangun kebohongan publik. Dalam semua agama diajarkan supaya setiap orang berpegang teguh pada pendiriannya. Kalau orang itu beriman dan takwa maka Tuhan ada dan berkarya di dalam dirinya. Ia tidak akan seperti air di daun talas. Dia akan tetap pada pendiriannya karena yang diperjuangkan adalah kebaikan dan kebahagiaan banyak orang.

Fenomena ini haruslah dihindari dalam membangun sebuah relasi kasih. Sikap mencla-mencle akan menghanguskan sebuah relasi. Keluarga atau kelompok juga tidak akan bertahan kalau orang menghiasinya dengan sikap mencla-mencle. Misalnya dalam hal pendidikan anak. Andaikan orang tuanya mencla-mencle maka kita akan memiliki generasi yang mundur dan tidak berbobot, generasi tanpa pendirian.

Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan kita untuk berperilaku mencla-mencle. Bahwa Petrus pernah mencla-mencle adalah contoh bagi kita untuk berkomitmen dalam mengikutiNya. Tuhan sendiri menguatkan Petrus dan mengubah seluruh hidupnya sehingga layak menjadi wakilNya di dunia. Dalam kotbahNya di bukit, Yesus berkata kepada para muridNya: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari itu berasal dari si jahat.” (Mat 5:37). Artinya setiap orang yang mengikutiNya harus konsisten dan siap menanggung segala resiko yakni menyangkal diri dan memikul salib.

Tuhan Yesus tidak hanya bersabda tetapi sungguh-sungguh menghayati perkataanNya. Ia melakukan kehendak Bapa dengan melakukan segala pekerjaan Bapa. Yesus bersabda: “Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikanNya kepadaKu jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.” (Yoh 6:39). Tuhan tidak mencla-mencle tetapi Dia punya prinsip, punya komitmen untuk menyelamatkan kita semua.

Saya mengakhiri renungan ini dengan mengutip pesan St. Petrus ini: “Sebab inilah kehendak Allah yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkam kepicikan orang-orang bodoh.” (1Ptr 2:15). Mari kita berbuat baik, penuh ketulusan dan jauhilah sikap mencla-mencle yang tidak kristiani ini. Rekan-rekan Pria Katolik, janganlah jadi pria mencla-mencle!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply