Homili 10 Januari 2015

Hari Sabtu, Penampakan Tuhan
1Yoh. 5:14-21
Mzm. 149:1-2,3-4,5,6a,9b
Yoh. 3:22-30

Berdoalah Senantiasa

Fr. JohnMemulai homili hari ini tentang doa, saya teringat pada Alexander Whyte (1836-1921). Ia adalah seorang pastor dari Skotlandia. Dari banyak tulisannya, ia pernah berkomentar tentang relasi antara doa dan iman kepada Tuhan Yesus Kristus seperti ini: “No prayer!–No faith!–No Christ in the heart. Little prayer!–Little faith!–Little Christ in the heart. Increasing prayer!–Increasing faith!–Increasing Christ in the heart!. Much prayer!–Much faith!–Much Christ in the heart! Praying always!–Faith always!–Christ always!” Komentar Whyte ini memang menarik. Mengapa menarik? Orang yang berdoa tandanya ia beriman kepada Tuhan Yesus. Orang yang mengaku beriman kepada Tuhan Yesus pasti bisa berdoa.

Berdoa berarti kita mengarahkan hati dan pikiran kita hanya kepada Tuhan. Pada waktu berdoa, kita semua menyadari bahwa kita berada di hadirat Tuhan. Kita adalah anak-anakNya dan Dia adalah Bapa yang baik. Ketika mengarahkan hati dan pikiran kepadaNya maka kita bisa menyatu denganNya.

Para Bapa Gereja, ketika mengajar teori doa, mereka memberi tingkatan pemahaman tentang berdoa sebagai berikut:

Pertama, Orang berdoa kepada Tuhan. Berdoa kepada Tuhan masih merupakan tingkat yang paling dasar karena Tuhan masih belum akrab, masih ada jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Para murdi Yesus pernah mengalaminya juga. Mereka hanya melihat Yesus berdoa. Mereka juga berdoa tetapi rasanya Tuhan masih jauh. Nah, sepanjang hidup ini kita jangan hanya berada di tingkat pertama saja dengan hanya berdoa kepada Tuhan.

Kedua, kita berdoa bersama Tuhan. Allah orang kristiani adalah Imanuel, Ia datang dan tinggal bersama kita (Yoh 1:14). Maka kita harus merasakan kehadiran Tuhan dan berdoa bersamanya. Para murid Yesus merasakannya ketika memohon supaya Yesus mengajar mereka berdoa. Yesus lalu berdoa bersama-sama dengan para muridNya dengan menyapa Allah sebagai Abba.

Ketiga, berdoa adalah kasih. Yohanes dalam suratnya menulis: “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8.16). Kita perlu menyadari dan percaya bahwa Allah adalah kasih. Oleh karena itu ketika berdoa, kita sadar bahwa ada persekutuan yang erat antara diri kita sebagai manusia dan Tuhan yang menciptakan kita. Berdoa adalah kasih karena Tuhan sudah menciptakan kita sesuai dengan citraNya sendiri. Doa menjadi sebuah persekutuan yang kekal dengan Tuhan.

Yohanes dalam suratnya yang pertama menekankan tentang pentingnya doa bagi kita sebagai pengikut Kristus karena doa itu memiliki kekuatan tersendiri di dalam hidup kita. Ia berkata: “Tuhan mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.” (1Yoh 5:14-15). Banyak orang mengeluh karena doa-doanya belum dikabulkan Tuhan. Kita memang berdoa tetapi tidak sesuai dengan kehendakNya. Mungkin juga karena kita salah berdoa (Yak 4:3). Tuhan mengabulkan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita sukai. Tuhan mengabulkan doa yang dipanjatkan dengan jujur dan penuh iman kepadanya. Saya teringat pada St. Theresia dari Avila yang berkata: “Saya berusaha menyenangkan Tuhan dengan doa-doa saya yang hina.”

Doa memiliki kekuatan yang besar untuk mengubah hidup manusia berdosa supaya dapat bertobat. Yohanes membedakan dosa yang mendatangkan maut dan dosa yang tidak mendatangkan maut. Dosa yang tidak mendatangkan maut hanya butuh doa saja sehingga bisa mengubah hidup orang tersebut. Dosa yang bisa mendatangkan maut tidak hanya dengan doa. Orang perlu bertobat secara radikal. Mengapa demikian? Karena kita harus sadar diri bahwa kita berasal dari Allah dan dengan demikian akan bebas dari kuasa iblis. Kita harus sadar diri bahwa kita berasal dari Allah.

Doa haruslah membantu kita untuk bertumbuh dalam iman. Dengan doa, kita percaya bahwa Yesus berada di dalam kita. Ia harus makin besar dan kita makin kecil. Ini tanda kerendahan hati di hadiratNya. Yohanes Pembaptis di dalam bacaan Injil memberi teladan kerendahan hati. Satu tantangan bagi kita adalah adanya kesombongan rohani di mana orang bisa saja berpikir bahwa ia sudah akrab dengan Tuhan sehingga tanpa sadar ia juga tidak mengimani Tuhan dan meremehkan sesamanya. Orang yang berdoa pasti imannya berkembang, Kristus juga bertumbuh di dalam dirinya sebagaimana kutipan dari Alexander Whyte di awal homili: “Increasing prayer!–Increasing faith!–Increasing Christ in the heart!” Mari kita senantiasa berdoa.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply